From cookies with love

©Sinetha Mongli

Ketika waktu yang kau miliki terbatas, apa yang ingin kau dahulukan???

————————————————————————————————————

{Donghae pov}

Tidak menyangka aku jatuh cinta pada seorang gadis seperti dia. Salah, lebih tepatnya anak bos ku sendiri, putri tunggal Kim Young Min. Taulah kalian siapa dia, CEO SM Entertainment. Bodohnya aku. Babo-ya!!!!

Awalnya aku sama sekali tidak mengenalnya. Hah, yang paling menyebalkan adalah member yang dicintainya adalah Siwon, sahabatku sendiri dan cinta pertamanya. T.T maklumlah jika dibandingkan Siwon aku tidak ada apa-apanya.

Mungkin seperti ini gambaran anime dirinya.

Antara berani mencintai atau tidak. Aku takut kim songsaenim melarang hubungan kami. Siapa aku siapa dia. Tapi ternyata bukan kim songsaenim yang melarang. Tuhan yang melarang kami. Tuhan menginginkan dia lebih dari yang aku menginginkan dia.  Primary amerbic meningoencephalitis, infeksi syaraf yang membuat kami terpisah sebelum sempat bersatu. Aku juga tidak sempat untuk sekedar menyatakan perasaanku.

*************************************************************

Saat aku berjalan dalam malam yang temaram
Saat itu pula hatiku kembali tergetarkan
Bergetar dan terasa diusik oleh pengusik
Seperti hantu yang siap membunuhku

Seperti gempa bumi yang dahsyat menggetarkan hatiku
Meretakkan, menghancurkan dan meluluhlantakkan keutuhan pikiran
Melemahkan otot-otot dan semua persendianku
Dan seperti tulang yang menghilang dari tubuhku

Pemandangan itu sangat mengerikan
Berjuta-juta wanita putih bersayap memanggil namaku
Seperti malaikat yang siap mencabut nyawa dari ragaku
Dan pergi meninggalkan tubuh menjadi gentayangan

Kini matahari telah muncul di peraduannya
Dan ajal menantiku datang ke tempatnya
Memberikan nuansa yang seolah-olah berkata
tentukan sebuah pilihan
Dan menentukan jalan kehidupan
Yang baru untuk melupakan masa lalu.

-Karya: Anggi Helvinorica-

*************************************************************

Pertama kali aku melihat dunia ini, aku berharap bisa bahagia. Menjalani kehidupan normal seperti yang di inginkan banyak orang. Mengisi semua kehidupan ini dengan kenangan-kenangan manis. Menemukan pasangan sejati dan membentuk keluarga kecil yang sejahtera. Tapi bagaimana jika suatu saat hobimu menjadi malapetaka untukmu?dan bagaimana ketika kenyataan berkata kau akan selalu sendiri? Dan bagaimana kalau kau punya banyak hal tapi tidak dengan waktu?dan bagaimana jika kau punya segalanya kecuali kesempatan?

Namaku Sinetha Kim. Putri tunggal CEO SM entertainment. Berbakat dan cerdas, begitu menurut dosen-dosenku. Kuliah di virginia univercity. design faculty, fashion design department. Tinggi badan 170 cm, berat badan 48 kg. Bertubuh langsing, berkulit putih layaknya orang korea, bermata bulat besar. Maklum ibuku seorang campuran. Tapi bagiku semua kini hanya sebuah keindahan yang membawa duka.

Mungkin selama ini terlalu sombong dengan apa yang aku miliki. Kenyataannya sekarng keduniawian ini tak berguna lagi untukku. Aku bersyukur tuhan menganugerahkan antibody yang baik untukku. Setidaknya aku mampu bertahan lebih lama dari yang diperkirakan. Aku menderita PAM (Primary amerbic meningoencephalitis). Setidaknya aku tidak mati seminggu setelah gejalanya muncul. Ini berawal ketika hobiku berenang yang makin menjadi-jadi di virginia. Daerah itu termasuk sering muncul penyakit ini. Kolam renang air hangat di kampus yang terinfeksi virus naegleri fowleri. Entah kapan aku akan mengalami kelumpuhan dan koma. Beruntung yang hinggap di ragaku virus yang lemah. Meski begitu aku tidak akan sembuh, kecuali tuhan memberikan keajaibannya padaku.

Setelah itu aku memutuskan pulang ke korea. Ingin menikmati sisa-sia waktu yang kumiliki bersama keluargaku. Meski kenyataannya aku ingin mempunyai seseorang yang bisa melukis akhir kisah hidupku. Tapi aku tidak boleh egois untuk itu. Hanya akan membuatnya terluka.

Oemma begitu syok tahu aku sakit dan hidupku tak akan lama. Appa tidak mampu meneruskan kata-katanya. Mereka menangis tersedu-sedu memelukku. Aku benci punya takdir seperti ini. Aku benci melihat air mata mereka. Tidak sekalipun aku bisa membuat mereka bangga dengan kehadiranku, justru aku makin menambah air mata mereka.

Bagaimana sekarang menurut kalian? Apa yang harus aku lakukan menunggu kematian?

“Nona…Kita sudah sampai..” seru Jung ajjushi, sopir Oemma

“Nde..Kamsa ajjushi…”

Aku pun melangkah kakiku turun dari mobil. Tidak lupa aku mengenakan masker. Aku tidak ingin menulari orang-orang disekitarku, dan aku juga tidak mau dikenali sebagai sinetha kim.

Baiklah saatnya memulai kehidupan denganm senyuman. Kalian jangan menangis untukku. Tenang saja…aku akan baik-baik saja sampai tiba waktunya untukku pergi. Aku pasti akan mengenang kebaikan kalian jika kalian mau tersenyum untukku. Itu sudah jauh labih cukup untukku. Kajja…kita kan nonton penampilan super junior di Mubank KBS. Ayolah tersenyum…

Aku sudah seperti teroris saja mengendap-ngendap seperti ini.aku mau melihat mereka di belakang panggung saja yang sepi. Kalian tahulah…aku takut menularkan penyakitku kalo aku dalam keadaan kepanasan. Virus yang ada ditubuhkan akan cepat berkembang. Maka aku butuh kehangatan. Bukan kepanasan atau kedinginan.

“Sine-ya…” panggil seseorang. Spontan aku langsung berdiri kaku tanpa menoleh.

“Oh ayolah…Ini aku…Kau tidak perlu tegang seperti itu.” Ucapnya dengan santainya

“Oppa…Sudah ku katakan jangan panggil namaku keras-keras…Kau ingin semua orang tahu aku sinetha kim????”

“Ahahahha…Memangnya kenapa kalau mereka tahu? Baguskan…Kau tidak perlu menegndap-ngendap melihat kami dari jauh seperti ini.”

“Oppa…Aku takut semuanya akann menjauhi aku…Kau tahukan…Aku…”

“Jangan katakan lagi…Baiklah aku tidak akan melakukannya lagi. Kau bawa apa?” tanyanya melihatku membawa bingkisan.

“Gomawoyo…Aku bawakan kue untuk kalian…Tapi bukan buatanku sendiri. Aku takut…”

“Sine-ya…Sudah kukatakan jangan kau katakan lagi kata-kata aku takut menulari kalian, aku takut…dan lain-lainnya. Aku tidak pernah takut kau tulari. Terima kasih kuenya….”

“Choemanneyo oppa…ehm…”

“Hadiah khusus?”

“Nde…Jangan lupa berikan pada Siwon oppa..Jangan katakan dariku. Katakan saja dari fansnya. Awas kalau kau tidak menyampaikannya.”

“Baiklah…Hadiah untukku mana? Masa hanya Siwon saja yang kau berikan hadiah…kurir juga dapat imbalannnya dong…heheheh” ucapnya menyodorkan pipinya

“Aku masih ingin melihat oppa menari dan menyanyi di atas panggung, bukan menjadi temanku di rumah sakit…”ucapku.

Spontan dia menunjukkan wajah kesalnya padaku mendengar apa yang aku katakan. Apa bisa aku membuat seorang lee Donghae mengalami hal yang sama denganku? Bagaimana aku bisa tega?

Tuhan itu adil memperkenalkan aku dengan Donghae oppa. Meski dia memang benar-benar seorang playboy dan otak yadong, setidaknya dia bisa menyimpan semua rahasiaku. Dan satu-satunya orang diluar keluargaku yang tahu tentang penyakitku. Kenyataannya dia tidak pernah takut tertular olehku. Tidak seperti teman-temanku di Virginia.

“Kau itu…Tidak ingin berkenalan dan berbicara dengannya?”

“Ani…Begini saja sudah bagus…Oppa…Hwaiting!!!”

“Nde…hwaiting! Aku menunggumu menciumku…hahahhaha…Kau mau pulang?”

“Ani…Aku ingin mengintip dia dulu baru aku pulang…”

“Dasar kau itu…Bintitan lho ntar…hahahah”

”HONGEEEEEEEEEEEEE…………….”panggil orang dari dalam. Aku tahu itu suara siapa. Ayo tebak? Yang suka teriak-teriak, yang paling aneh…ahahhaha…siapa lagi kalau bukan KIM HEECHUL.

“Aish…dia itu selalu menganggu waktu kita berduaan ya…”

Aku injak kakinya

“Aww…kau itu!!! Aish…Sudahlah…Cepat pulang sana… Hati-hati…da…Dongsaeng…Saranghaeyo  ♥ ”

“Sudah sana oppa masuk…Aku ingin melihat oppa memberikan kuenya…hehheh”

“Ah aigo…” ucapnya sambil mengedipkan matanya genit.

Inilah yang bisa aku lakukan. melihatnya dari jauh. Dia cinta pertamaku. Sejak dia masuk training sampai saat ini. Dan tidak sekalipun akun ingin mendekatinya. Hanya saja saat aku ingin mempunyai sesuatu yang bisa aku kenang.

Seperti biasanya, Donghae oppa akan membagikan semua kuenya ke semua member, baru nanti menyodorkan bingkisan ke Siwon oppa. Dan Dongahe oppa selalu mencari-cari siapa yang memberikan.

 

 

[DONGHAE POV]

Aku melihatnya mengendap-ngendap lagi. Kenapa tuhan memberikan cobaan seperti itu kepadanya? Aku mengenalnya secara tidak sengaja ketika pertama kali masuk training. Dia memintaku merahasiakan siapa dia sampai saat ini. Hatiku hancur ketika dia mendadak pergi ke Virginia untuk sekolah. Mengakui atau tidak, kenyataannya aku jatuh cinta padanya. Sekarang pun perasaanku masih sama. Meski kenyataannya Siwon justru yang menjadi cinta pertamanya. Aku ingin menjadi cinta terakhirnya. Tapi sepertinya semuanya tetap mustahil. Gadis 20 tahun yang membuatku terus bermimpi.

Sejujurnya aku ingin merebut hatinya saat dia pulang kembali ke korea. Tapi kenyataan berkata kau harus menahan perasaan ini selamanya. Dia pulang dengan berita yang tidak pernah aku bayangkan. Dia pulang bukan untukku. Dia pulang hanya sekedar ingin mengukir kenangan tentang Siwon. Tidak salah memang. Wajar orang yang merasa berada dibatas umurnya ingin melukis kenangan tentang orang yang dicintainya. Aku juga ingin seperti itu. Sudah cukup bagiku melihatnya bahagia dan terus menjadi temannya.

Saat dia menceritakan penyakitnya padaku, aku justru yang menangis memeluknya. Dia sama sekali tidak menangis. Dia tampak begitu tegar, meski aku yakin dia amat sangat rapuh. Wajahnya semakin pucat dari hari ke hari.

“Untukmu Won…”

“Nuguseoyo?”

“Seperti biasa, fans setiamu yang sangat mencintaimu jauh sebelum kau debut.” Ucapku sesak di dada.

“Bantu aku bertemu dengannya..Aku mohon…Kau pasti tahu kan? Aku ingin mengenalnya”

“Hufh…Aku…Tidak bisa. Aku sudah berjanji padanya.”

“Ayolah hyung…Kau kan sahabatku…Masa kau tega membuatku penasaran seumur hidupku???”

“Aku sudah janji kuda…Kau mau aku masuk neraka karena tidak memebihu janjiku???”

“Hahahhaha….Ikan…Sejak kapan kau insyaf??? Baca yadong saja kau bisa….hahahha” seru Heechul hyung. Astaga orang ini….Kenapa begitu menyebalkan???

“Pria tidak akan mengingakri janjinya, hahahhaha…”ucapku melirik ke arah celah pintu. Dia masih disana ternyata.

Sampai kapan dia kan tetap seperti itu terus…samapi kapan aku akan melihat dirinya terus bermimpi. Tuhan tahu  ini, Jangan hadirkan musim dingin…Aku tidak ingin kehilangan dia. Biarkan tubuh ringkih yang tidak akan bertahan lama itu tetap hidup melewati akhir tahun ini.

“Hyung kau kenapa?”tanya Kyuhyun

“Ah Tidak…”

“Ah hyung, Kau orang yang tidak pandai berbohong!!! Akhir-akhir ini kau selalu sedih, wajahmu sangat suram, Kenapa memangnya?”

“Ah…Hanya pikiranmu Kyu…Aku baik-baik saja…Hanya sedikit merindukan ayah..”

“Hyung mungkin aku ini memeng menyebalkan, tapi beri aku kesempatan menjadi dongsaeng yang baik untyuk semuanya…Aku tidak kan memaksa lagi hyung…Jika kau membutuhkan pundak, aku ada untukmu Hyung….”

“Wkwkwkwk…Kyu…kau…hahahahha” mendadak aku tertawa mendengar kata-katanya yang sungguh lebay sekali…Seandainya aku bisa tertawa seperti ini dengan sine…

*************************************************************

Hari ini…Seperti biasa…Aku melihat mereka…Melihat Siwon oppa konser… Appa dengan hati malaikatnya menyediakan ruang kecil yang sangat hangat untukku. Sudah pernah aku jelaskan belum? Bahwa seorang penderita PAM tidak boleh kedinginan? Jadi kau harus selalu hangat karena itu yang bisa memperlama masa inkubasi virusnya. Jadi kemungkinan besar aku akan berakhir dimusim singin sebentar lagi…Aku tidak ingin pergi ke negara tropis untuk memperpanjanng hidup… Percuma… Aku cepat atau lambat juga akan mati…yang aku inginkan adalah mengukir kenangan yang indah sebelum ajal menjemput. Bukankah itu wajar untuk semua ortang yang mendekati kematian?

Perbedaan hidup dan mati itu tipis. Dikematian juga akan ada kehidupan yang lebih kekal daripada itu…kalian tahu selaput otak? Setipis itu…ya…Hanya saja ketika waktu belum membuka pintunya kita tidak akan bisa mengarungi dunia kematian.bersyukurlah kalian yang masih sempurna, masih sehat… Seandainya ada kesempatan kedua untuk hidup normal aku ingin sekali…

Sudah…Sudah…Jangan ungkit maslah kematian…Cepat atau lambat aku akan menghampirinya. Ruangan ini ayah sediakan untukku untuk melihat konser mereka. Aku tidak bisa dan tidak berani bersama banyak orang…Aku tidak ingin menulari mereka. Sudah cukup bagiku ada layar besar diruangan ini untuk melihat mereka.

Luar biasa memang…Mereka sungguh menawan…Siwon oppa…Apa orang seperti dia mau bertemu dengan aku yang penyakitan ini? Huh…Sudah ah…Aku pulang saja…

Mendadak aku merasa kedinginan…Kuraih remot pemanas ruangan, kunaikkan suhunya…Nihil…Aku masih kedinginan…

Kaku…Kakiku menjadi kaku…Kuraih hp…Kuhubungi appa…

“Appa…”

“Wae? Ada apa? Kau kenapa?”

“Kakiku…Argh…” Kepalaku mendadak sakit luar biasa….

Tidak…Jangan sekarang….

*************************************************************

[KIM YOUNG MIN POV]

Sinetha Kim…Anakku satu-satunya menelpon dan berteriak ditelpon… Yang aku lakukan hanya berlari secepat mungkin menuju ruangannya… Aku menemukannya pingsan dengan tubuh kaku…

Tuhan…Aku ini seorang ayah yang ingin membahagiakan putrinya…

Tuhan…Tiap detik hidupku mungkin adalah kesalahan yang fatal…

Jika nanti kau mengambil titipan yang kau berikan padaku…Berikan sesuatu yang bisa membuatku sedikit kerelaan…

Kegenggam tangan sinetha…Perjalanan kerumah sakit ini sungguh menyesakkan dadaku melihatnya mulai kaku…Baru 1 minggu sejak dia pulang…Kenapa sesingkat ini…

Dokter memintaku menunggu diluar UGD. Tak terbayang jika aku tidak punya kesempatan untuk melihatnya lagi…aku belum merasa menjadi ayah yang berguna untuknya. Kuhubungi istriku. Aku juga tidak akan sanggup melihat air matanya. Selama ini mungkin aku menjadi orang yang paling ditakuti dan kejam. Ini…Aku…Dengan kelemahannya, bukan Kim Young Min seorang CEO tapi Kim Young Min seorang ayah…

“Tuan Kim…”panggil dokter

“Ya…”jawabku lemah…

“Saya minta maaf sebelumnya tuan….”

“Apa yang terjadi padanya?”

“Kadar oksigen pada otaknya tinggi. Protein dan glukosa pada cairan cerebrospinalnya juga tinggi….InI menyebabkan virusnya tumbuh pesat. Mereka bermultiplikasi dan menyerang parenkim otaknya dengan cepat. Karenanya muncul kelumpuhan pada tubuhnya…Masa kritisnya sudah berlalu…Tapi…”

“Tapi apa dok?”

“Nona Sine mengalami koma…Kita hanya bisa menunggu…Perkembangan virus yang tumbuh pesat sudah memasuki tahap akut…Maafkan kami yang tidak bisa berusaha dengan baik tuan Kim…”

“Aku mengerti dok…” Appa berharap bisa memelukmu nak…

Dokter memindahkannya ke ruang perawatan…Semua alat yang terpasang ditubuhnya membuatku sesak.

Nak…Katakan pada appa jika kau merasa kesakitan dengan semua alat ini…

Ibumu sudah datang Nak…Kami berdua ada disini untukmu. Min Ah terus menangis melihat kondisi Sinetha…Ini menambah kesesakanku…

“Dok…Berikan saja dia yang terbaik…Aku tidak ingin melihatnya kesakitan dengan semua alat itu….”

“Yoebbo…apa maksudmu? Kau ingin dokter melepas semua alatnya?”

“Aku tidak tahan!!! Apa kau mau melihat dia kesakitan? Jika memang tuhan ingin mengambil dia, kenapa diulur-ulur?”

“KELUAR KAU!!! Dari dulu kau selalu bersikap kejam pada semua orang!!!!”

Ingin rasanya memeluk istri dan anakku…Andai saja bisa…Aku ingin berbariong diranjang itu menggantikannya…

[MIN AH POV]

Suamiku gila!!!!!

Nak….

Oemma mohon…Bertahanlah…Kau harus sembuh…Euthanasia tidak akan pernah oemma setujui…Tidak akan….Tidak peduli semarah apapun ayahmu padaku nanti…Tapi tidak aku ingin kau tetap hidup…

*************************************************************

Aku mendengar pertengkaran mereka…Aku mendengar semua yang mereka katakan…

Appa…lakukan saja euthanasia padaku…

Oemma…jangan bersedih…

Tuhan jika memang seperti ini jalanku…aku rela…Seminggu bersama oarnag-orang yang aku cintai sudah cukup sebagai kenangan manisku…Terima kasih untukmu, Tuhan…

Aku melihat seorang malaikat yang mengulurkan tangannya padaku…

Sekarang aku yakin…Ini saatnya pergi…Selamat tinggal Appa. Selamat tinggal Oemma… Selamat tinggal Hae Oppa…Selamat tinggal semua…

*************************************************************

[SUPER JUNIOR DORMITORY]

[HAE POV]

“Kyu…Kau benar…Aku memang sedang bersedih sekarang”ucapku pada Kyuhyun

“Kenapa hyung?”

“Berjanjilah kau akan menjaga semua ini?”

“Aku berjanji hyung…”

“Namanya Sinetha Kim”

“Sinetha Kim? Putri tunggal Kim songsaenim yang meninggal kemarin?”

“Ya…Aku mengenalnya jauh sebelum dia berangkat ke amerika. Dan aku juga mencintai dia sejak pertama kali mengenalnya”

“Hyung…”

“Ya…Aku tahu sekarang dia sudah pergi… Seandainya aku masih sempat mengatakan perasaan ini…Akan aku lakukan…”

“Kenapa hyung tidak pernah mengatakannya?”

“Kau ingat Kyu…Beberapa hari terakhir ini aku selalu membawa kue untuk Siwon?”

“Jadi…Sinetha?”

“Ya…Dia mencintai Siwon…Aku tidak ingin dia jauh dariku ketika dia tahu perasaanku”

BRAAAK!!!!

“Hyung? Jadi?”

“Siwon?”

“Seandainya aku tahu dia orangnya, seandainya aku tahu dia yang hyung cintai…aku pasti akan berbuat sesuatu untuk kalian”

Selesai berkata dia menyeretku ke tampat parkir…Mendorongku masuk ke mobilnya. Orang-orang di dorm langsung mengejar kami takut siwon berbuat sesuatu yang aneh padaku…

Tapi…

Dia…

Justru…

Membawaku kemakam Sinetha yang masih basah…

“Katakan hyung! Katakan kau mencintainya!”

Kutatap dirinya tak percaya…Namun dia mengangguk

“Sine ya…Mungkin ini terlambat…Aku berharap kau mendengarku dari surga…Aku mencintaimu…Aku mencintaimu sejak pertama kali. Ketika aku ingin mengatakan ini kepadamu, kau terlanjur berangkat ke amerika. Dan ketika bertemu kembali, aku ingin mengatakannya, tapi kau terlebih dahulu mengatakan bahwa kau mencintai dongsaengku. Dan sekarang, aku hanya bisa mengatakan aku mencintaimu di depan makammu, bukan didepanku…Aku mencintaimu…”

Angin berhembus pelan menerpa wajahku. Kutatap nisan yang mengukir namanya.

“Oppa…Sebenarnya aku mencintaimu…”

Kudengar samar suara itu. Kurasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang

“Sinetha…”

“Ya…Ini aku…Aku mencintaimu…”

“Aku juga lebih mencintaimu…”

“Hiduplah dengan bahagia…Mesti aku meninggalkanmu…Tapi aku akan hadir disetiap nadimu…”

“Tidurlah dengan tenang…Berjanjilah menungguku disana…”

“Aku berjanji oppa…Aku mencintaimu…”

“Aku mencintaimu…”

THE END

@@@@@@@@@@@@@@

by:

SINE’s@mo~ng_Lye’Sinetha Mongli’

♥ TULISAN UNTUK BENITO ♥

Namaku Brigitta Nadira Aqualine. Panggil saja aku Dira. Entah apa yang kau fikirkan soal namaku yang jelas itu sama sekali tidak penting.  Bagian terindah dalam hidup ini adalah memiliki apa yang kita inginkan. Seperti aku, memiliki kehidupan ini. Bukan untuk menyombongkan diri, tapi aku bersyukur hidup ini berlalu dengan indah. Meski kerikil-kelrikil kecil selalu terlintas dalam perjalannanku ini. Tapi Tuhan pasti memberikan kerikil yanmg mampu kita lewati. Seperti hidupku setelah beberapa saat ini.

Kesempurnaan hanya milik Tuhan, begitu kan? Tenang saja, aku bukan orang yang cacat secara fisik dan menurut orang, aku juga bukan orang jahat. Everything is ok. Tapi kadang aku merasa ada yang cacat disini. Di hatiku. Sanguinis melankolis adalah aku. Periang tapi perasa. Selalu bersemangat tapi cengeng. Maybe…mereka tahu aku seorang yang selalu bahagia dengan kehidupan ini. Pepatah bilang “dont look the cover”. Satu kali aku akan menjadi orang terbahagia di dunia, berikutnya aku akan berubah menjadi kolam air mata.

Seperti beberapa saat yang lalu. Tuhan mengirimku ke salah satu universitas terbaik dinegaraku. Bangga. Itu pasti. Bersama keempat sahabat setiaku, lolos di fakultas kedokteran program studi pendidikan dokter. ya, kami semua. Kami disatukan oleh mimpi. Rasanya tidak adil jika aku hanya menceritakan hidupku saja.

Panggil saja dia Ben, Benito Airlangga. Persahabatanku dengannya tidak pernah bermula, hahahaha, ibuku yang memulai persahabatan dengan ibunya. Jadi harus bagaimana berawal? Tidak berawal murni dari kami kan? Dan Tuhan mengirimkan malaikat penjaganya melalui kehadiran Ben untukku. He’s my perfect friend.

Yang kedua Bryan Kusuma Negara. Entah kenapa aku selalu nyaman bersamanya. Sejatinya Bryan adalah sahabat Ben. Tapi whatever. I like him. Bukankah teman bisa berasal dari teman kita? Nyatanya kami ini.

Hey tenang saja, aku juga punya teman wanita kok…. namanya Gabriella Erlika Avioline. Ini dia sie bule blesteran. Gea, meski dia kadang terlalu jujur, tapi dia sangat pengertian. Tidak pernah sombong dengan apa yang dia punya. Itu yang aku sukai dari dia.

Ibel, soal dia….emmmmmm….perfect voice. Suaranya malaikat. Vokalis terbaik. Siapa yang tidak tahu Steven Ronald. Sebenarnya kau juga tidak tahu dari mana panggilan Ibel itu. Yang jelas dia orang asli indonesia dengan senyum paling menawan yang pernah aku lihat. (bel, bayar ya….^^)

Sudah tahu gambaran tentang mereka kan? Entah apa anggapan kalian tentang kami yang jelas kami bahagia menyebut diri WETTIES. Nama tissu basah ya? Whatever, hahaha….hobi kami sama. Sing a song. Kecuali Ben yang selalu menjadi manager kami, hohohoho, entah kenapa, dia sebenarnya juga bisa menyanyi tapi anak itu sombong sekali, selalu berkata “ aku takut nanti kalian kalah pamor”. Astaga….

Satu orang paling spesial dalam hidupku sampai detik ini. Benito. Dan sekarang diriku cacat tanpanya.

Kali ini aku ingin menceritakan tentang dia. Sudah sebulan aku terpisah darinya. Baru kali ini aku berani menulis, terutama tentang dia. Lain kali aku juga akan menceritakan tentang sahabatku yang lain.

Saat aku berjalan dalam malam yang temaram
Saat itu pula hatiku kembali tergetarkan
Bergetar dan terasa diusik oleh pengusik
Seperti hantu yang siap membunuhku

Seperti gempa bumi yang dahsyat menggetarkan hatiku
Meretakkan, menghancurkan dan meluluhlantakkan keutuhan pikiran
Melemahkan otot-otot dan semua persendianku
Dan seperti tulang yang menghilang dari tubuhku

Pemandangan itu sangat mengerikan
Berjuta-juta wanita putih bersayap memanggil namaku
Seperti malaikat yang siap mencabut nyawa dari ragaku
Dan pergi meninggalkan tubuh menjadi gentayangan

Kini matahari telah muncul di peraduannya
Dan ajal menantiku datang ke tempatnya
Memberikan nuansa yang seolah-olah berkata
tentukan sebuah pilihan
Dan menentukan jalan kehidupan
Yang baru untuk melupakan masa lalu.

-Karya: Anggi Helvinorica-

Ini puisi yang terakhir kali dia tuliskan ketika dosen bahasa indonesiaku meminta kami menulis sebuah puisi.

Matahari masih bersinar cerah seperti biasanya. Hey aku masih mahasiswa baru lho…. jadi kami masih diharuskan mengikuti rangkaian ospek meski perkuliahan sudah aktif. Sabtu itu, tanggal 9 oktober 2010, tumben sekali Ben tidak menjemputku. Malah Bryan yang datang bersama Toyota Yarisnya yang norak berwarna pink. Entah dimana otaknya.

1 message reveiced

-Dironk, gw g bs jmpt, bru bgun ni. Bryan yg bkl jmpt. Ok?-

-eh tetangga rumah ini jam brp?bru bgun!!!!! Dasar tokek!-

-eh tokek2 gini elu jg nempl aj!!!!hahahaha-

-ich…amit2, k.e.p.e.p.e.t tauk!!!-

-yg pntg nempl2 gw jdlny!!!-

-MANDI SONO!!!! BAU LU AMPEK KMR GW!!!-

-mndiin donk!!!!hahahha-

-:p, amit2!!!!-

Tiiinnn…………..tinnnnnnnnnnnnnn……………..

“SWEETIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE” teriak Bryan dari bawah. Demi Tuhan kalo dia teriak-teriak seperti itu, aku tidak mau bertemu dengan monyet itu. Nyaman sie ama dia. Tapi entah kenapa sekarang dia menyukai warna pink!!!! Badan abs, hati pink, hahahahha

“Iya, cereweeeeeeeeeeeeeeeeeet!!!!!” teriakku dari balkon.

Jam masih menunjukkan pukul 04.56 pagi. Beginilah kehidupan maba kalo ospek. Dingin terus diterjang!

“Dironk, tumben banget kakanda Benito telat bangun. Dia pan paling rajin tu bangun pagi?”

“lhah, emang gue pembantunya? baby sitternya? Tadi malem gue tidur duluan. Jadi kagak tau dech dia tidur jam berapa.”

“elu ga tidur ama dia????”

“EH GILE LOE!!!ntar dech kalo dia udah sah jadi suami gue…hhahahaha” amien…….

Setelah itu Bryan tidak meneruskan pembicaraan basi itu. Jam 06.15 Ben belum juga muncul. Aku mondar mandir di depan gerbang masuk menunggu dia. Ben bukan tipe orang yang menyukai keterlambatan. Dia selalu berusaha tepat waktu.

“Ben mana Dir? Tumben belum datang?” tanya ketua kelompokku.

Aku menggeleng pelan, menutup mata dan berdoa…..

Tuhan, jaga malaikatku…

Tuhan, dimana dia?

Tuhan, apa yang terjadi?

Tuhan, selamatkan dia di jalan…

Tuhan… Ben adalah bagian dariku….lengkapi aku Tuhan….

Tuhan, berkati dia….

Tuhan…….

Begitu aku membuka mata setelah berdoa, Ben muncul melambaikan tangannya sambil mengendarai motornya. Secercah rasa bahagia melihatnya mendadak hilang melihatnya terseret mobil kontainer yang melaju dari arah samping menghantam dirinya dan motornya.

Waktu itu..yang aku rasakan adalah sebuah kesakitan tiada henti. Bukan sakit fisik memang. Tapi sakit jiwaku. Bahkan sampai sekarang. Melihatnya bersimbah darah disamping motornya membuatku berlari menujunya. Tidak peduli ada kendaraan yang melintas. Tidak peduli teriakan histeris maba di depan gerbang masuk. Tidak peduli heboh masyarakat, yang aku inginkan ada disampingnya. Juga tidak peduli dengan baju putihku, aku memeluknya yang bersimbah darah.

Tuhan, ijinkan dia bersamaku selamanya

Tuhan, buka matanya….

Tuhan, detakkan jantungnya…

Seseorang mendekatiku yang masih memeluk Ben. Dia mencari nadi Ben, memeriksa nadinya. Kutatap mata orang itu, dan dia menggeleng…

“BEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEENNNNNNNNNNNNN!!!!!!!!!!!!” pekikku.

Ku dekap tubuhnya yang tinggal raga. Darahnya membasahi diriku. Dia bahkan tidak mengucapkan kata perpisahan untukku. Dia terlelap di pagi dingin ini. Polisi mulai berdatangan. Bryan menarikku untuk melepaskan diri dari Ben ku tersayang.

“Dira….biarkan polisi yang menangani” bisiknya lembut padaku.

“kau…” plakkkk!!! Aku menamparnya! “kau mau membiarkan dia senDirian dia aspal keras itu?sahabat macam apa kau ini!!!”

Kalo kalian mengatakan aku sakit jiwa?ya

Kalo kalian mengatakan aku gila? Ya

Bahkan kalo kalian memvonisku harus mati detik itu, ya…aku rela

Aku memeluk Ben ku lagi, kuseka darah yang masih mengalir di pelipisnya. Mungkin aku gila. Ya aku gila tanpa Ben. Aku sakit tanpa dia.

Tuhan, berikan aku malaikatku, jangan kau ambil dia seperti ini…

Tuhan, biarkan aku menjadi pengantinnya….

Tuhan, biarkan nyawanya kembali…..

Tuhan…banyak hal yang masih ingin aku katakan…

“Ben…aku lagi nggak ulang tahun…Ben bangun…ini sama sekali bukan lelucon Ben!!!! Ben aku ulang tahun masih bulan depan! Ben….” kuguncangkan tubuhnya. Berharap dia tiba-tiba terbangun dan mengatakan aku ulang tahun hari ini.

“Ben…Ben ini nggak lucu…beeen…” ucapku melemah….

Kugenggam tangannya. Makin dingin. Tuhan kenapa kau ambil dia???

“Ben…”

Gea mendekapku dari belakang. “Dir…”

“ya?”

“biarkan Ben tenang….”

“Ben…”

Aku ingat waktu itu Gea dan Ibel membantuku berdiri menjauhi tubuh kaku Ben.

“Ben mau dibawa kemana?” tanyaku pada mereka sambil terus menangis

“Tuhan menbawa Ben ketempat dimana yang terbaik untuknya Dir…” ucap Ibel

“tapi kenapa harus seperti ini? Kenapa disaat seperti ini? Kenapa bel?”

Aku melihatt mereka diam. Polisi mengangkat tubuhnya ke dalam mobil ambulans. Apa yang kau inginkan Tuhan? Apa ini caramu menjaga malaikatku? Apa ini yang harus terjadi?

“Diraaa…” peluk Gea padaku yang masih berlumuran darah.

Pagi itu menjadi ospek paling berdarah di kampus. Semakin orang mengatakan aku harus tabah dan sabar. Semakin mereka mengatakannya, semakin aku merasa kehilangan Ben. Semakin aku menangis tak ingin berpisah.

“Ben…Ben…”kukejar mobil yang membawanya. Semakin jauh, semakin aku jatuh.

****************************************************************

Sampai saat ini, belum pernah kuucapkan di depannya secara langsung keinginan terakhirku. Aku ingin menjadi pengantinya, melahirkan anak-anaknya. Kenyataannya sekarang itu hanya sebatas mimpi. Bagiku Benito bukan hanya sahabat, tapi juga cinta pertama yang selalu ada di hatiku. Belum pernah aku mencintai orang lain selain Benito. Aku dan dia belum pernah sekalipun berpacaran. Aku menunggu dia. Dan entah dia menuggu siapa. Dia tidak pernah memacari gadis manapun.

Kenanganku tentang dia tidak akan pernah aku kubur.

Mengingat dia melambaikan tangannya sebelum aku tampil menyanyi bersama Wetties…

Mengingat wajah sombongnya ketika mendapat bunga…

Mengingat dirinya yang selalu membangunkanku dengan berteriak-teriak di balkon kamarnya yang berhadapan dengan balkon kamarku….

Mengingatnya membawakan setumpuk buku mata pelajaran…

Mengingatnya yang selalu membelai rambutku dengan lembut….

Tuhan….

Bolehkah aku meminta?

Katakan padanya untuk menungguku disana….

Aku ingin mengatakan padanya…aku mencintainya…

Mungkin ini sebuah kisah klasik menurut kalian. Tapi bagiku, ini sebuah goresan dalam sejarah hidupku.

Sekarang didepanku aku bisa melihat balkon kamarnya. Ya…aku menulis ini di balkon kamarku… Orang tua Ben pindah seminggu setelah Ben meninggal… Rumah itu ditinggal begitu saja… Dari sini aku terus menatap Ben. Mengatakan pada diriku sendiri bahwa Ben ada dikamarnya.

Menerima kenyataan ini aku tidak bisa. Terlalu lama aku terbiasa bersamanya. serpihan wajahnya yang membeku masih selalu hinggap dalam benakku.

Aku masih nmenyimpan sms motivasi darinya ketika aku jatuh

-qta tdk akan pernah tersandng gung tp bs jd tergelincir oleh kerikil. Mka jgn meremehkan hal kecil jrena sesuatu yg kecil berawal dr hal kecil-

Hari ini, ada acara FK award. Fakultas mengundang kami untuk tampil. Bryan, Gea dan Ibel memberikan penampilan ini untukku. Ini pertama kali aku menginjakkan kaki di kampus setelah sebulan aku terpuruk dirumah. Kalian pasti tahu bagaimana rasanya kehilangan.

Sebuah lagu untuk Benito Airlangga…Lagu yang sesuai dengan perasaanku saat ini…

Aku….

Ingin engkau ada disini….

Menemaniku saat sepi…

Menemaniku saat gundah…

Berat…

Hidup ini tanpa Dirimu……

Kuhanya mencintai kamu…..

Ku hanya memiliki kamu……

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu….

Aku rindu setengah mati…

Meski….

Tak lama kita tak bertemu…….

Ku selalu memimpikan kamu……

Ku tak bisa hidup tanpamu……

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu……

Aku rindu setengah mati…

Aku rindu………..

Setengah mati….

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu

Kutak bisa hidup tanpamu

Aku rindu…

Tuhan…jaga dia untukku…

Kuatkan diriku untuk memenuhi pintanya…

Aku menulis ini untuk mengingatnya….

Mengingat kepergian cinta pertamaku…..

Ulang tahun ke 18 ini yang akan menjelang seminggu lagi terasa sepi tanpanya… permohonanku hanya satu…Tuhan…Sampaikan tulisan ini untuk Benito.

I’m yours ♥

Brigitta Nadira Aqualine

SOUL IN SEOUL [BAGIKU, BAGIMU, DAN BAGINYA]

{Donghae pov}

Saat Donghan sadar, aku bergegas mencari Sinetha di ruangan lain. Dia sempat pingsan tadi. Aku ingin mengatakan padanya bahwa kini aku percaya padanya. Aku percaya kalau Donghan adalah anak kandungku. Aku ingin mengatakan kalau aku menyesal atas semua perlakuanku padanya. Tapi… dia tidak ada disana. Perawat mengatakan kalau Sinetha ke ruang dimana Donghan berada sejak setengah jam yang lalu.

Kutanyakan hal itu ke semua orang yang ada di depan ruang tempat Donghan berada. Tapi tak ada seorangpun yang melihat Sinetha. Aku panik. Tidak! Tidak mungkin dia pergi begitu saja seperti yang ia katakan tadi. Semua orang menjadi panik. Donghan sadar dan terus memanggil nama Sinetha. Tapi dia tidak ada disini. Aku tidak sanggup mendengar rengekannya. Aku melangkah menemuinya…

“Donghan sayang… Appa ada disini.”

Hanya itu kata-kata yang bisa aku keluarkan.

Yang bisa aku katakan sekaranga adalah menyesal. Disaat aku bisa menerima Donghan, Sinetha justru yang pergi meninggalkan kami. Heechul Oppa, Kangin Oppa, Hangeng, bahkan Appaku mencari Sinetha ke penjuru rumah sakit tapi mereka tidak menemukan Sinetha dimanapun. Hp nya tidak bisa dihubungi.

Aku benar-benar menjadi orang yang tidak berguna… menjadi laki-laki yang tidak bisa melakukan tugasku sebagai seorang suami dan Appa. Aku menyakiti mereka selama hampir 6 tahun. Ku habiskan waktuku untuk membenci mereka. Membuang setiap waktu yang seharusnya aku gunakan untuk menghibur dan menghangatkan mereka. Tapi aku malah membuat neraka di rumah. Aku membuat dunia ini begitu dingin bagi mereka.

Seharusnya aku melindungi mereka, tapi yang aku lakukan justru melukai setiap sudut perasaan mereka. Mata ini begitu tertutup oleh ego. Aku sendiri bahkan tidak sanggup membayangkan bagaimana perasaan Sinetha selama ini. Mengingat sikapku sendiri saja sudah membuat aku tidak pantas disebut manusia.

“Pergilah ke MRT sekarang. Dia meninggalkan sebuah surat dirumah. Dia mungkin akan ke Incheon atau ke Mokpo. Sinetha tidak mungkin bepergian menggunakan bus atau pesawat. Dia tidak akan menggunakannya kecuali tidak ada angkutan lain selain dua hal itu.” Ucap Kangin Oppa yang datang tergopoh-gopoh.

“Tunggu apa lagi…. kau masih mencintai dia kan? Lakukan sekarang! Pergilah!” ucap Yoon Unnie.

“Donghan?”

“Kami akan menjaga dia. Kami akan selalu memberikan kabar. Yang penting sekarang bawa Sinetha pulang.”

“Sekarang atau tidak selamanya.” Ucap Appa padaku

Kularikan mobilku dengan kecepatan penuh. Aku tidak ingin kehilangan apapun sekarang. Aku ingin mengembalikan keadaan sebagaimana mestinya.

Tuhan, ijinkan aku memperbaiki kesalahanku….

Biarkan aku meninggalkan sesuatu yang berharga di hidupku…

Biarkan aku mengembalikan senyum istri dan anakku… meski luka yang aku torehkan mungkin tidak termaafkan…

Biarkan aku membawa Sinetha kembali ke sisi Donghan, meski nanti mereka tidak akan menerimaku kembali dalam kehidupan mereka…

Biarkan Sinetha dan Donghan bahagia meski mungkin aku tidak bisa menjadi bagian dari kebahagiaan mereka…

Ijinkan aku memberikan perpisahan yang manis jika yang terbaik untuk kami adalah berpisah….

Ijinkan aku memeluk mereka untuk pertama kalinya…

Bantu aku Tuhan… sekali ini saja ku mohon….

Aku berlari secepatnya menuju tempat keberangkatan kereta. Seperti orang gila berteriak memanggil nama Sinetha. Semua tempat pemberangkatan aku putari tapi aku tidak menemukan Sinetha. Semua gerbong menuju Incheon dan Mokpo sudah aku periksa. Tapi aku tidak menemukan sosoknya sama sekali. Bahkan aku memeriksa semua ruangan, sekali lagi aku tidak menemukan sosoknya. Dan tidak ada seorangpun yang melihat sosoknya.

Roda kereta berputar perlahan… semua akan berangkat sekarang. Tapi sampai sekarang aku tidak bisa menemukan Sinetha. Setiap mata memandangku penuh belas kasian. Heechul Oppa mengabariku bahwa mereka juga tidak menemukan Sinetha di terminal maupun bandara. Namanya tidak tercatat di keberangkatan manapun di kedua tempat itu.

Dimana kau sayang….

Mungkinkah dia disana?

Kupacu kembali jaguarku ketempat yang mungkin di datangi Sinetha. Rumah… mungkin dia ada disekitar sana… pasti sebelum pergi dia ingin mengenang semua tentang hidupnya di masa sebelumnya. Aku tahu dia psti akan melakukan itu. Sama seperti sebelum kami menikah. Dia mengajakku menapaki tempat-tempat yang menjadi kenangan masa-masa pacaran sebelum kami meninggalkan masa itu. Sinetha selalu begitu… dia pasti ada di sekitar rumah sekarang.

1 kotak masuk

‘tuan muda, nyonya ada disini…’

Pengirim : Park ajjushi sopir 085 678 566 xxx

Aku sudah dekat Sinetha. Sebentar lagi aku bisa menemuimu… aku mohon tetaplah disana. 1 tikungan lagi aku bisa melihatmu… beberapa menit lagi kehidupan kita akan berubah. Kupercepat laju jaguarku. Ya tuhan aku mohon….

Sesampaiku di rumah, aku langsung menghampiri Park ajjushi dengan tidak sabaran.

“Dimana Sinetha?”

“Nyonya baru saja pergi tuan, Mianhaekan saya tidak bisa menahan beliau lebih lama.”

Dia pasti keluar dari daerah sini menuju MRT, hanya ada satu jalan. Aku berlari mencari Sinetha di sepanjang jalan. Tuhan, aku mohon…

Kulihat sesosok wanita yang sangat aku kenal sedang bercakap dengan seorang gadis kecil yang jatuh dari sepedanya. Terima kasih tuhan… dialah wanita yang benar-benar lembut hatinya. Wanita yang kalian tahu telah menerima dengan ikhlas semua luka yang telah aku berikan.

“Sinetha…”panggilku lirih. Aku tidak punya daya dihadapannya kini. Semua ego keras yang ada dalam diriku kini telah hilang. Dan dia pun menoleh dengan wajah penuh keterkejutan. Itu bukan pandangan yang sebenarnya ingin aku lihat.

“Donghae… Mianhae aku sudah masuk ke rumahmu tanpa ijin… aku…”

“Hentikan Sinetha.”ucapku lagi-lagi lirih

“Aku akan menepati janjiku. Mianhae aku harus pergi…” ucapnya mulai beranjak dari tempat kami berdiri.

Demi tuhan aku tahu dia pasti menahan air matanya. Kali ini aku tidak akan membiarkan pergi. dan aku tidak akan menahan air mataku mengalir. Kutahan Sinetha dengan memeluknya.

“Aku tahu aku bersalah padamu selama hampir 6 tahun ini. Aku mohon, jangan pergi. jangan tinggalkan aku.”

“Kau yang meninggalkan aku, bukan aku yang meninggalkanmu. Aku hanya mengikuti semua keinginanmu selama ini” jawabnya dengan suara bergetar.

“Aku tahu aku yang bersalah. Selama ini aku yang tidak pernah mendengarkan penjelasanmu. Aku bahkan tidak pernah peduli dengan semua sakit yang kau rasakan.”

“Lepaskan” ucapnya sembari melepaskan pelukanku. “Sekarang apa artinya jika aku pergi sekarang. Kau sudah menceraikan aku dan  aku sudah berjanji bahwa aku akan pergi meninggalkanmu dan Donghan jika kau mau memberikan darahmu untuknya. Dan sepertinya semua sudah terlambat saat ini. Aku datang ke rumahmu bukan berarti untuk mengemis kembali padamu, aku hanya ingin melihat semua masa laluku untuk terakhir kalinya.”

“Karena aku sadar aku mencintaimu selama ini. Aku melakukan semua kejahatan padamu karena aku mencintaimu. Tapi cara yang aku tunjukkan ternyata salah. Aku percaya sekarang Donghan adalah anakku. Anak kandungku. Buah cinta kita berdua. aku akui dibalik semua keegoisanku selama ini, aku begitu menginginkan Donghan…”

“TAPI KAU SELALU MELAKUKAN HAL YANG SAMA. SEMUA UCAPANMU SEKARANG TIDAK BISA DIBUKTIKAN DENGAN APAPUN DI MASA LALU KITA”bentaknya padaku dalam tangisnya… aku pun menangis mengingat betapa bodohnya aku selama ini

“Aku tahu Sinetha, aku tahu…aku bukan Appa yang baik untuknya. Aku ingin melihatnya sebagai anak kandungku dan membuang semua ego yang ada. aku senang setiap dia memanggilku dengan sebutan Appa meski hanya sebuah celetukan yang tidak dia sengaja. Aku ingin kita menjadi keluarga yang banyak orang impikan. Mianhae Sinetha… aku mohon…”

“Maaf tidak akan mengembalikan keadaan seperti semua. Yang telah terjadi tidak akan menjadi indah dengan kata Mianhae yang kau katakan sekarang. Semuanya terlambat. Kau menghancurkan hidupku, kau menghancurkan hidup Donghan, dan kau emnghancurkan kehidupan rumah tangga kita. Pengorbanan yang aku lakukan tidak pernah berarti dimatamu. Semua cinta dan semua luka yang telah aku berikan dan terima tidak pernah menggelitik sikapmu untuk berubah.”

“Kau benar. Kau selalu benar. Aku memang tidak pantas untuk dimaafkan. Aku tidak pantas disebut manusia. Aku berterima kasih kepada tuhan bahwa aku masih diberi kesempatan untuk menjelaskan perasaanku padamu saat ini. Itu cukup bagiku. Karna memang mustahil meminta kesempatan kedua. Jika kau tidak bisa meMianhaekan aku dan tidak pernah ada kesempatan kedua untukku, bawalah Donghan bersamamu. Aku tidak ingin membuatmu terluka dengan memisahkan kalian. Katakan padanya aku mencintainya. Dan aku juga sangat mencintaimu. Aku akan menunggu sampai saat kau mau memberiku kesempatan kedua. Bahkan jika tidak sampai aku harus mati, aku akan tetap menunggumu. Tapi aku hanya ingin minta satu hal padamu, ijinkan aku tetap melihat kalian meski harus dari jauh.”

Dia pergi meninggalkan aku yang menangis sambil berlutut. Aku tahu ini hukuman yang harus aku terima. Tuhan terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Ini lebih dari cukup yang bisa aku harapkan. Aku berjanji Sinetha, aku akan terus menunggu sampai kesempatan itu datang sampai ajal menjemputku.

{Donghae pov end}

Apa yang harus aku lakukan sekarang, Tuhan? Pilihan mana yang harus aku pilih? Jalan mana yang harus aku tempuh?

Bisakah dia berubah menjadi orang yang hangat dan sangat mencintaiku dan Donghan nanti?

Bisakah dia kembali menjadi orang seperti di masa pacaran kami?

Bisakah aku melupakan dan membuang semua rasa sakit yang aku telan?

Kuputuskan untuk kembali ke rumah sakit, menunggu sampai kondisi Donghan membaik dan membawanya pergi jauh dari kehidupan bogor yang menyesakkan bagiku. Sudah cukup 6 tahun luka yang aku derita. Mungkin aku akan menyesali keputusanku kali ini. Tapi hidup harus terus memilih dan aku memilih ini…

Meninggalkan dia, tidak mengharapkan dia dan tidak memberinya kesempatan bukan berarti aku tidak lagi mencintainya. aku percaya di setiap pilihan entah baik atau buruk selalu ada jalan untuk menghadapinya. Jika nanti hidupku menjadi lebih buruk, aku percaya aku bisa melaluinya. Pasti ada celah untuk bahagia berdua dengan Donghan.

Aku mencintai Donghae apa adanya. Tapi aku terluka melihatnya melakukan hal yang diharamkan agama di depan mata ku dan di depan mata anakku.

Aku mencintai Donghae bukan karena semua kekayaannya. Tapi aku benar-benar menderita mengandung dan melahirkan anak di bawah cercaan kata selingkuh yang tidak pernah aku lakukan.

##########################################################

(Rumah sakit)

Senang rasanya aku masih bisa melihat Donghan kembali. Tidak ada di dunia ini yang lebih berharga selain melihatnya tersenyum. Meski semua keluarga marah dengan kepergian yang hampir saja aku lakukan.

“Oemma…”

“Iya sayang?”

“Waktu aku bangun, aku melihat Appa ada disini. Aku senang sekali melihat Appa disini. Appa berbicara padaku. Appa bilang Appa sangat menyayangi aku. ternyata dia tidak marah padaku. Selama ini Appa tidak marahkan?”

“…” aku hanya bisa menggeleng dan merasa hatiku tergores luka lagi.

“Kalau begitu bolehkan kalau kita bersama Appa pergi ke kebun binatang bersama dan kita tidur bertiga?”

“Kenapa kau sangat menginginkan hal itu? Hmmm… beritahu Oemma…”

“Karena aku punya Oemma yang sangat cantik dan Appa yang sangat tampan”

“Itu saja?”

“Aniyo. karena aku punya Oemma yang sangat baik dan Appa yang juga sangat baik.”

“Bukankah selama ini kau berfikir bahwa Appa itu marah padamu?”

“Aniyo! Appa tidak seperti itu. Appa pernah membantuku menyelesaikan tugasku, membantuku membuat puzzle, dan Appa juga membantu membuat kue untuk ulang tahun Oemma. Aku tidak akan pernah melupakannya.”

“Kapan itu terjadi? Kenapa kau tidak pernah bercerita pada Oemma?”

“Saat Oemma di kantor. Appa memintaku tidak mengatakan apapun tentangnya. Tapi aku tahu Appa sangat menyayangiku sekarang.”

“Hanya itu?”

“Aku ingin sekali melihat Appa dan Oemma tersenyum bersama seperti foto yang ada di ruang tamu.”

“Sekarang Oemma sudah tersenyum kan?” ucapku sembati memaksakan senyuman masa itu kembali sekarang.

“Itu tidak sama! Aku iri melihat temanku di sekolah selalu di antar jemput Appa Oemmanya. Aku iri ketika hari opening house hanya Oemma yang melihatku di sekolah, aku ingin tahun depan Appa dan Oemma ada.”

“Nak… dengarkan Oemma…  itu tidak mungkin terjadi pada kita. Setelah kau sembuh kita akan tinggal di Incheon. Kau bisa pergi ke kebun binatang sewaktu-waktu bersama Oemma, kau mau kan?”

“Tidak! aku tidak mau!”

“Kenapa?”

“ Aku ingin Appa ikut. Aku sayang sekali pada Appa. Aku sayang sekali pada Oemma.”

“Tapi itu tidak mungkin sayang… Appa punya pekerjaan sendiri disini.”

“Oemma juga punya kan disini? Lalu kenapa Oemma bisa ke Incheon tapi Appa tidak?”

“…” anak ini… benar-benar mirip Donghae.

Dia menangis lagi dan sama sekali tidak mau aku bujuk. Dia mau Appa dan Oemmanya bersama. Dia mau keluarga seperti teman-temannya. Dia menginginkan kedua orang tuanya ada disisinya. Dari mana anak itu mendapatkan hati semurni dan setulus itu. padahal tidak hanya sekali dua kali Donghae membentak, memarahi bahkan memukulnya. Kenapa dia tidak pernah bisa berhenti berharap Oemma dan Appanya bersama. Apa itu naluri alami dari seorang anak yang membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya?

“Sinetha, sampai kapan kamu akan seperti ini? Donghae sudah mau berubah dan mengerti semua keadaanmu, Donghan sudah sadar dan sangat menginginkan keluarga bahagia yang lengkap? Apa lagi yang kamu tunggu? Bukankah kamu sangat menginginkan saat-saat seperti ini? Kenapa kamu malah menjauh dari kebahagiaan?” ucap Hangeng Oppa padaku.

“Tapi…”

“Buang egomu sekarang Sinetha… Donghae sudah membuang semua egonya. Kau yang selalu bilang kau ingin keluarga yang lengkap tidak seperti kehidupan kita di masa lalu. Impian itu sudah di depan mata. kenapa kau tidak mengambilnya? Mas tahu hatimu terluka hampir selama 6 tahun ini.” Ucap Heechul Oppa

“Kau yang selalu bilang padaku, sebanyak apapun kau jatuh kau pasti bangkit, itu kan yang selalu kau jadikan prinsip. Tunjukkan itu pada kami. buang rasa sakitmu. Perjalananmu masih panjang. Kenapa kau tidak mencoba hal yang mungkin akan menjadi kebahagiaanmu, menyesal itu di belakang nduk…” ucap Kangin Oppa

“Pikirkan Donghan. Kita pernah menjadi Donghan di masa lalu. Kau tahu bagaimana rasanya. Apa kau mau dia menjadi anak yang begitu mendambakan keluarga yang hangat, padahal kau bisa mewujudkannya sekarang?” ucap Heechul Oppa lagi

“Sinetha…mungkin kau tidak pernah memikirkan Donghan sebelumnya. Aku mohon, beri aku kesempatan untuk mewujudkan semua keinginan Donghan. Biarkan aku mejalankan tugasku sebagai seorang Appa baginya dan suami bagimu. Jika kau tidak mencintaiku lagi, setidaknya demi Donghan…” ucap Donghae yang kini sudah berada di depanku dan lagi-lagi berlutut.

Aku hanya bisa diam. Hatiku sakit mengingat semuanya. Hatiku sakit melihat Donghan begitu menginginkan keluarga yang hangat. Kulangkahkan kakiku menuju Donghan kembali.

“Kau mau berjanji satu hal pada Oemma?”

“Janji apa?”

“Berjanjilah kau akan selalu menjadi sumber kebahagian dan senyum Oemma dan Appa, maka kau, Oemma dan Appa akan selalu bersama-sama selamanya”

“Aku janji!” ucapnya sambil menunjukkan kelingkingnya

“Donghae, berjanjilah padaku satu hal”

“Aku berjanji untuk semua hal yang kau inginkan demi kebahagiaan kita”

“Kau harus menikah denganku di tanggal dimana kita menikah dulu. Kau setuju?”

“Tentu sayang…”

###############################################################

Percayalah, bahwa selalu ada harapan. Bahwa mimpi dan harapanlah yang akan membawa kita ke jalan dimana seharusnya kita bahagia. Bangkitlah seperti anak kecil yang belajar berjalan. Sebanyak apapun dia jatuh sebnayak itu pula dia akan bangkit dan terus mencoba.

Menyerah itu pilihan. Aku juga pernah menyerah. Tapi tentukan jalan setelah kau menyerah. Menyerah bukan berarti membiarkan kita berhenti. Tapi menyerah harus menjadi tempat dimana kita bangkit untuk mencari jalan lain. jalan lain yang bisa kita gunakan untuk menuju harapan yang baru dan meninggalkan harapan yang tidak bisa kita gapai.

Selesai….

kamsahamida semuanya… yang sudah mengikutin cerita galau macam ini….hohoho…

SOUL IN SEOUL [AKU INGIN PERGI SAJA…]

Langit runtuh dibawah bayang-bayang matahari yang mulai sedikit demi sedikit bergeser ke barat. Sungguh menyesakkan mendengar kata-kata malaikat kecilku mengatakan bahwa aku jahat. Jahatkah nak ummamu ini padamu? Semua ini untuk kita nak… Semua keegoisan ini demi kebaikanmu nak. Umma tak ingin kau menderita sayang… Umma tak ingin mendengar kata-kata pedas appamu yang selalu mengatakan kau anak hasil perselingkuhan. Anak haramku. Anak Hangeng. Tak ada niat umma untuk berbuat jahat padamu, Donghae kecilku…

Teganya kau berkata seperti itu nak…Umma sudah cukup menderita sejak kehadiranmu dirahimku… Bukan umma menyesali kehadiranmu, tapi umma menyesali kenapa semua ini selalu disangkutpautkan denganmu… Umma tidak akan marah, Umma sadar bahwa umma juga jahat dan egois padamu. Tapi donghan sayang…mengertikah kau rasa sakit yang umma telan selama ini…

Bukannya aku meneruskan mencarinya…aku malah terduduk di taman ditemani sinar matahari yang mulai condong… semua rasa putus asaku semakin menumpuk. Semua tekanan begitu menghimpit ruang gerak jiwaku… bahkan untuk sekedar berjalan pun aku seperti tak punya kaki. Aku menyerah untuk bertahan. Aku menyerah pada takdir. Aku menyerah mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku bisa, aku harus bisa. Dan aku kuat. Aku tidak akan mengatakannya lagi.

Hatiku sudah perih mendengar buah hati yang aku jaga mengatakan aku jahat. Aku tahu dia masih kecil, tapi… sepertinya apa yang aku lakukan demi dia akhirnya juga percuma. Donghae tetap tidak percaya padaku. Dia tetap curiga padaku. Dan sekarang, ketika semua hampir berakhir bahagia, donghae ingin mengambilnya. Donghan, balitaku, mengatakan aku jahat. Egois aku ini memang… aku masih manusia normal yang bisa merasakan rasa sakit…sekian lama aku bertahan. Aku juga punya jenuh. Aku bukan baja. Bahkan baja ketika dia dipanaskan juga akan meleleh, juga akan berkarat bila disentuh air… apakah aku tidak boleh seperti ini? Lalu harus seperti apa?

Aku tahu rasanya tidak punya orang tua yang lengkap. Appaku meninggal ketika aku masih dikandungan. Beranjak dewasa umma menyusul. Kedua oppaku berusaha bekerja keras. Aku terbiasa menyimpan semua yang ada sendirian. Termasuk ketika dalam pernikahanku. Puncaknya saat aku ditalak. Baru aku bercerita. Berusaha untuk bercerita. Aku selalu menyusahkan mereka. Entah kapan bisa membanggakan mereka. Bahkan aku tidak bisa membuat suami dan anakku bangga akan kehadiranku. Berguguran semua mimpi indahku satu persatu sebelum sempat berkembang. Mereka layu sebelum waktunya. Haruskah aku juga layu sebelum berkembang?

[Donghae POV]

Kecewa…kecewa…kecewa…hanya kata itu yang dilontarkan orang-orang tercintaku. Apa salah aku berkomitmen aku tidak mau terinjak harga diriku? Aku mungkin kehilangan istriku. Tapi aku tidak ingin kehilangan kedua orang tuaku. Mungkinkah benar aku ini belum benar-benar matang?

Pelan aku beranjak dari restoran ini. Donghan, sinetha, appa, umma… aku tidak ingin kehilangan apapun. Aku ingin tetap bersama mereka. Mulai membenahi diri dan tidak membuat kekacauan lagi dalam rumah tangga selanjutnya.

Tuhan, sedikit saja beri aku kesempatan. Meski aku belum bisa meyakini ucapan sinetha, tapi biarkan aku perlahan mulai memahami apa yang dia katakan. Aku ingin mencoba menerima semua ini. Aku ingin punya kenyataan bahwa donghan anak kandungku. Aku juga ingin seperti keluarga yang lain.

Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku memang tidak percaya pada sinetha. Tapi aku ingin donghan adalah anak kandungku. Harga diri bagi orang seperti aku memang paling penting. Kedekatan Sinetha dan Hangeng dulu memang sangat menyakitkan bagiku. Kenangan singkat mereka justru menjadi hal yang paling mereka ingat. Aku mencintai Sinetha. Aku mencintai istriku.

Sore yang kelabu ini aku habiskan dengan memutari jalanan menuju rumah. Meski aku sering berkata kasar pada mereka, tapi aku selalu menikmati masa ketika aku pulang ke rumah, melihat wajah sinetha menyambutku. Dan sedikit mengintip ke kamar donghan. Kalian tahu kan perasaanku pada mereka sebenarnya? Aku sendiri tidak tahu kenapa aku berlaku seperti itu pada mereka.

Jika memang donghan adalah putra kandungku. Aku bersumpah akan melakukan apapun untuk membawa sinetha dan donghan kembali kerumah, meski aku harus membiarkan jiwaku pergi. Aku akan melakukan apapun, bahkan jika harus mencium kaki semua orang didunia ini. aku tidak ingin kehilangan mereka untuk kedua kalinya.

[End Donghae POV]

Kangin oppa, yoon unnie, heechul oppa dan hangeng menjemputku di taman. Yoon unnie langsung memelukku. Mereka menatapku nanar seolah mengatakan betapa kasiannya dirimu, betapa diriku ini sungguh sangat memelas.

“mana donghan?” tanya heechul oppa

Aku tidak mampu menjawab, lidahku kelu…aku hanya menggeleng dan menangis…           “apa dia bersama lee ajjushi?” tanya kangin oppa

Aku menggeleng…

“dibawa donghae?” hangeng pun menanyakan juga hal itu

Aku menggeleng lagi… kutatap wajah mereka. Wajah bingung membayang jelas diwajah mereka. Seolah bertanya apa yang terjadi setelah pertemuan tadi.

“dia marah padaku…”ucapku lirih.

##########################################################

Aku tidak ingat sesudah mengatakannya. Hati yang sudah hancur, makin hancur… hari ini aku memutuskan untuk berhenti saja. Membiarkan semua ini mengalir. Aku punya batas. Dan aku juga terbatas. Apa tuhan ingin menghukumku dengan semua kejadian ini? Apa salahku di masa lalu sehingga dunia berlaku kejam kepadaku. Aku seorang anak yatim piatu yang sudah ditinggalkan kedua orang tuaku sejak berumur 1 tahun. Tinggal bersama kedua oppaku. Bertiga menyambung hidup. Membanting tulang sejak kecil. Bekerja sepulang sekolah. Kami tidak punya siapa-siapa di seoul. Hanya makam kedua orang tua yang kami miliki.

Dulu aku pikir dengan menikah, hidupku akan berubah menjadi lebih baik. Membangun keluarga yang bahagia selamanya. Tidak ingin mengulang masa-masa itu lagi. Tapi bukannya lebih baik, tapi kehidupan ini berputar lebih kejam. Apa kelahiranku ini hanya sebuah malapetaka bagi orang-orang disekitarku? Apa aku tidak berhak mengenyam keluarga bahagia?

Aku bertahan dalam ketidakpastian. Aku jenuh dengan keadaan ini. Aku rapuh. Aku bersungguh-sungguh berpura-pura kuat, dengan harapan kuat sesungguhnya. Tapi aku tidak kuat. Aku tidak bisa selamanya berpura-pura. Aku butuh penyangga seperti yang lain. Aku butuh seseorang yang mengerti hidupku. Perasaan cintaku pada donghae justru yang menyiksaku. Aku mencintainya dengan tulus. Mencintainya apa adanya. Memaklumi setiap kecemburuannya. Mencoba bertahan dan setia. Berulang kali memberinya kesempatan.

Salah satu alasanku bertahan adalah donghan. Dimana melihat dia, aku merasa melihat sebuah sinar terang penuntun jalan hidupku. Dia sekarang pergi. Aku memang seharusnya mencarinya. Tapi aku tidak bisa untuk sekedar mengangkat tubuh ini berlari mencarinya. Aku terlalu sedih tidak bisa menjadi orang tua yang baik baginya. Aku terlalu sakit hanya untuk sekedar mengabulkan keinginan kecilnya. Hidup seperti ini bagaikan hidup dalam masa berkabung seumur hidup…

##########################################################

[Hangeng POV]

Dia sudah seperti manusia tanpa harapan. Diam dalam tangisnya sendiri. Dia hanya duduk bersandar diranjangnya memandang foto suami dan anaknya. Bahkan dia tidak punya foto bertiga dengan keluarga kecilnya. Aku merasa bersalah padanya. Seandainya aku tidak muncul, dia pasti tidak akan mengalami kehidupan seperti ini.

Dia hanya menangis. Tidak mau makan. Tidak mau bicara. Tidak mau berhenti menangis. Dia sama sekali tidak bersuara. Tidak bergerak. Hanya air matanya yang terus mengalir, menandakan bahwa dia sedang merasakan sakit yang luar biasa. Tatapannya kosong.

Hatiku hancur melihat orang yang aku cintai sejak dulu hancur. Aku mencintainya…ya…aku mencintainya sejak aku mengenalnya. Seandainya aku mau egois, aku akan membiarkan dia berpisah dengan keluarga kecilnya dan memaksanya menikahiku. Membuatnya membenci suaminya. Seandainya aku mau, aku bisa menghancurkan rumah tangganya dari dulu.

Tapi, aku tidak bisa. Melihatnya bahagia dengan kehidupannya adalah mimpiku sejak aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Aku tidak mau dia kesepian karena jarak kami. Aku tidak mau menyiksanya dengan kesendiriannya bertahun-tahun menunggu aku. Aku bukan orang yang bisa seperti itu.

Heechul hyung dan kangin hyung pergi mencari donghan. Yoon nonna terus menangis melihat adik iparnya seperti itu. Memeluk sinetha yang tetap tidak bereaksi apapun. Seandainya ada yang bisa aku perbuat untuk mengembalikannya kedunia nyata…

“sinetha…”sapaku mendekatinya. Reaksinya sama sejak kemarin.

“aku ingin kau mendengar sebuah cerita nyata. Sebuah cerita yang mengatakan kebahagian itu ada. Dan nyata. Ada seorang sepasang kekasih yang berpisah karena jarak. Si pria memutuskan untuk mengakhiri cerita cintanya karena tidak ingi menyakiti hati gadisnya. Tidak ingin gadisnya kesepian. Tapi dia ingin kembali nanti. Kembali untuk melihat gadisnya bahagia. Benar. Dia kembali. Dia melihat gadisnya berada dalam pelaminan dengan wajah bahagia. Dia juga bahagia. Karena itu impiannya. Sekarang gadis itu terdiam, menangis, tidak berbicara dengan siapaun karena suaminya menyakitinya. Si pria sakit melihatnya. Dia ingin mengembalikan wajah bahagianya. Dia masih mencintai gadisnya. Masih…”

“kenapa kau menceritakan itu?”ucapnya lirih

“karena pria itu aku…”jawabku.

Dia kembali diam. Kembali menatap foto donghae dan donghan. Kembali menangis. Seperti tidak pernah mendengar perkataanku.

 

Uriga mannage doen narul chugboghanun I bamun
Hanuren dari pyoigo byoldurun misojijyo

“yobsoeseo…mwoya? ne hyung…kami akan segera kesana!”

Tuhan..cobaan apa lagi yang kau berikan pada sinetha….

Kenapa lagi…

Aku berlari mencari yoon nonna. Kangin hyung menelpon. Berkata bahwa ia menemukan donghan. Di rumah sakit. Kecelakaan, dan kondisinya kritis.

“kita harus membawa sinetha..”ucapku

“kau tidak lihat dia sekarang? aku tidak sanggup jika harus mengatakannya. Aku tidak bisa. Hatinya sudah terluka. Dia tidak akan mampu mendengar kabar ini.”

“tapi nonna..dia berhak tau. Dia harus tahu. Donghan anak kandungnya. Dia harus kembali ke dunia nyata.”

“….” yoon nonna malah menangis.

“Biar aku yang mengatakan ini padanya… Tadi dia sempat bertanya padaku. Aku yakin dia masih mau mendengarku.”

Akupun beranjak menuju kanar sinetha.

“sine-ya… Kau harus kembali… Ada seseorang yang membutuhkanmu. Kau harus menemuinya. Kau harus membuatnya sadar. Donghan ada dirumah sakit sekarang. Kondisinya kritis. Dia membutuhkanmu…”

Tidak ada tanggapan…

Tidak ada respon…

Dia masih sama seperti sebelumnya… Dia tidak bergeming.

Ya Tuhan…

Ku putuskan untuk membawanya, meski dia sama sekali tidak merespon dan cenderung mengikuti apa yang aku lakukan. Mungkin dengan melihat donghan, dia bisa kembali merespon lingkungannya.

Di jalan pun dia masih tetap seperti sebelumnya. Tidak ada perubahan. Masih membawa foto donghae dan donghan.

“kau tahu…aku selalu bermimpi mempunyai keluarga yang utuh… sejak kecil kami sendirian. Apakah sekarang anakku juga harus merasakan hal yang sama?”

Dia merespon meski hanya mengucapkan kata-kata itu. Entah dia mendengarku tadi atau tidak setidaknya dia berbicara sekarang.

“sine-ya… kau mau mimpimu menjadi nyata?”

“nee…”jawabnya lemah

“kau harus berjuang sedikit lagi untuk itu… kau tidak boleh menyerah sekarang. Malaikat kecilmu menginginkan mimpi yang sama denganmu… lihat wajahnya sekarang…”

##########################################################

Bertahan? Apa itu yang dia maksud sekarang? Aku bertahan sebanyak yang aku bisa. Aku bangkit sebanyak aku jatuh.

Mereka membawaku ke sebuah rumah sakit. Oppa bilang donghan kritis sekarang. Apalagi yang kau berikan ini tuhan? Tidak cukupkah dengan semua derita yang aku alami sekarang?

Kulihat ada seorang dokter keluar dari UGD dan berbicara pada kedua oppaku. Kuterobos orang yang menghalangi jalanku untuk mengetahui kondisi putra kecilku.

“dia membutuhkan tranfusi darah lagi tuan, persediaan rumah sakit sedang kosong untuk hari ini.”

“dok, ambil darahku…ambil sebanyak yang dia butuhkan…” ucapku menyodorkan tanganku.

“putra anda membutuhkan transfusi darah B+. Apa nyonya mempunyai darah yang sama?”

“B+?” aku menggeleng sambil menangis (lagi). Golongan darahku A+. Satu-satunya orang yang aku tahu bergolongan darah B+ adalah…ayah kandungnya, donghae. Tapi…mungkinkah dia mau?

Kulihat donghae berjalan mendekati ruang UGD, menuju ke arah kami…

“donghae-ya…” ucapku langsung menghampirinya.

“ada apa?” wajahnya sedikit terlihat khawatir.

“aku mohon…sekali ini saja.” Kutarik dia mendekati pintu UGD. “anak kecil itu…anakku…dia butuh transfusi. Golongan darahnya sama dengan golongan darahmu. Aku mohon… berikan dia sedikit darahmu….”

“donghan…”

“aku mohon…”ucapku berlutut padanya. “ akan aku berikan hak asuh dia kepadamu jika kau mau, aku tidak akan menuntut apa-apa darimu. Aku akan menjauh darimu dan darinya jika kau bersedia. Aku mohon… aku akan segera menyelesaikan perceraian kita. Asal kau mau menolongnya. Dia membutuhkan kau…” ucapku menangis berlutut padanya.

“tuan, golongan darah anda B+? Donghan sangat membutuhkannya” ucap dokter itu yang mulai terdengar samar olehku.

Aku terbangun disebuah ruang rawat. Tidak ada orang disini. Mungkin mereka semua ada bersama donghan. Seorang perawat menghampiriku setelah melihatku bangun.

“nyonya, sebaiknya anda jangan bangun dulu, kondisi anda masih lemah.”

“bagaimana kondisi putraku?”

“suami anda telah mendonorkan darahnya untuk putra kalian. Kondisinya mulai melewati masa kritis.”

Dia benar-benar menolong putranya sendiri. Dan aku harus menepati janjiku sekarang. Kulangkahkan kakiku turun dari ranjang perawatan. Dengan alasan aku ingin melihat donghan, perawat itu mengijinkan aku pergi. Aku memang melihat donghan meski dari jauh. Semua keluargaku termasuk donghae ada disana, mereka terlihat sedikit lega.

Aku memutuskan ini saatnya aku menepati janjiku. Kutelpon choi siwon, pengacara yang mengurusi perceraianku untuk segera menyelesaikan semua ini dan memberikan hak asuh donghan kepada donghae. Setelah itu, yang bisa aku pikirkan adalah membuang telponku dan segera pergi meninggalkan kota ini.

Aku melangkah keluar meninggalkan seoul hospital. Pulang kerumah mengambil barang-barangku dan tabungan yang aku punya. Membawa barang kesayangan donghan dan foto mereka bersamaku. Mungkin dengan begini, donghan bisa mempunyai kehidupan seperti yang dia inginkan selama ini. Bersamaku akan membuatnya kecewa. Menjalani hidup denganku tidak akan membuatnya maju dan merasakan indahnya keluarga yang utuh. Donghae pasti akan memberikan ibu yang baik untuknya. Sedangkan jika dia bersamaku, dia tidak akan mendapatkan ayah. Bahkan kehidupan kami mendatang akan lebih buruk dari sekarang. Dia tidak pantas untuk itu.

Meski aku sakit melakukan ini.

Meski aku terluka dengan ini.

Tapi demi seorang anak, seorang ibu akan menelan rasa sakit dari luka batinnya.

Seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Walaupun itu berarti perpisahan bagi mereka.

Kuputuskan pergi ke osaka. Tempat ibuku dilahirkan…

Donghan sayang…

Mianhaeyo… kalau kau sudah bisa membaca nanti… maafkan oemma sayang…

Baik-baik ya bersama appa. Kalau kau merindukan oemma nanti…

Pergilah ke taman bunga krisan di Incheon. Lihat krisan putih yang ada disana.

Saat angin bertiup, oemma akan hadir dan menciupmu bersama bunga krisan yang kau pegang…

Jika kau marah pada oemma…cabut semua bunga krisan putih yang ada dipekarangan rumah yang appa buatkan untuk kita…

 

 

Donghae-ya…

Aku menepati janjiku untuk menyelesaikan perceraian kita. Kau bisa menghubungi siwon. Aku sudah mengatakan semunya…

Terima kasih untuk perjalanan kita selama ini.

Kisah cinta yang tak akan aku lupakan selamanya.

Katakan pada donghan aku sangat mencintainya…

Jaga dia ya…

Dia anak kandungmu….dia buah cinta kita

Dia bukan anak hangeng. Kau satu-satunya yang pernah menyentuhku…

Suatu hari nanti aku harap kau bisa mengerti semua ini…

Satu-satunya yang aku cintai adalah kau…

Hangeng adalah masa lalu…

Selamat tinggal…

Kutinggalkan selembar surat di kamarku… kucium foto pernikahanku dnegan donghae yang terpasang di kamar itu. Foto dimana kami benar-benar merasa bahagia….

tbc…to be continue

by:

SINE’s@mo~ng_Lye’Sinetha Mongli’

PS: tunggu part terakhir ya….

Guardian Angel

“Berikan anakku!”

“Tidak! Sampai kau beritahu aku kenapa kau sangat membenciku sekali”

“Berikan dia!”

“Sudah kukatakan tidak! Kau pasti tahu sesuatu…”

Aku berusaha merebut anak kecil yang masih berumur sekitar 14 bulan itu dari tangan kali-laki yang sangat kubenci. Namun dia malah membawa anakku lari ke dalam bangunan gedung tua itu. Tidak tahu apa yang akan terjadi, yang ada dipikiranku hanyalah berlari mengejar laki-laki itu. Bayi kecilku menangis meraung-raung dalam dekapannya. Memandangku ingin berlari kepelukanku, namun tidak bisa. Ku kukejar dia. Tetapi laki-laki itu Malah terus masuk dan naik ke lantai paling atas gedung tua.

“Berikan anakku! Aku mohon!” ucapku melihatnya meminumkan sesuatu pada Donghan,  anakku satu-satunya.

“Tidak akan!” ucapnya masih memberi Donghan minum sesuatu yang aku tidak tahu apa. Sejurus dengan itu, pelan-pelan kulihat Donghan diam menangis dan sepertinya dia tertidur.

“KAU? APA YANG KAU BERIKAN PADANYA?”bentakku tidak tahan. Kuraih apapun yang bisa kujadikan senjata.

“Sedikit penenang agar dia tenang. Beritahu aku ini siapa, sehingga kau begitu membenciku” tanyanya sambil meletakkan Donghan dimeja disampingnya.

“KAU GILA!!! DIA MASIH BAYI! AKU TIDAK MENGENALMU…SUDAH KUKATAKAN AKU TIDAK MENGENALMU SAMA SEKALI! Berikan dia!”

Kuhantam lengannya dengan kayu yang ada ditanganku. Secepat mungkin ku ambil Donghan dari meja. Bayi kecilku pingsan.

“Sayang…Donghan bangun nak…Donghan bangun…” kugoyangkan tubuh Donghan, namun ia juga tidak tersadar. Badannya mulai dingin. Sebuncah perasaan takut melandaku. Bukan takut pada laki-laki itu, tapi takut terjadi sesuatu pada Donghan.

“Donghan bangun…Donghan” kubopong menuruni tangga sambil  terus berusaha membangunkannya. Seharusnya dia tidak diberi obat penenang seperti itu. Tubuhnya tidak akan menerima itu. Dia masih dibawah umur.

“Tunggu!” teriak laki-laki itu ketika aku menuruni satu persatu anak tangga.

“Apa lagi yang kau inginkan? Belum puas kau membuat anakku seperti ini!” ucapku dalam tangis. Laki-laki itu tetap mengikuti berusaha membuatku berhenti.

“Pergi kau dari sini! Jangan ikuti aku! PERGI!” bentakku padanya didepa gedung.

Tubuh Donghan semakin dingin. Napasnya semakin lemah. Aku berlari menuju jalan besar. Tidak peduli kakiku kini yang tidak beralas. Bagiku yang penting adalah Donghan bangun dan sadar. Ku dengar suara langkah kaki dibelakangku. Aku tahu pasti dia masih mengikutiku.

Sebuah taxi melintas didepanku. Kukejar sampai sopirnya menyadari bahwa ada yang mengejarnya.

“Maaf nona, saya sudah mau pulang, nggak narik lagi”ucpnya setelah membuka kaca depan.

“Ajjushi saya mohon, Anak saya sedang kritis…Dia butuh pertolongan…”

“Tapi saya ada acara pernikahan saudara mbak”ucapnya

“Ajjushi …Tolong saya…Berapapun…Akan saya bayar…Asalkan bapak mengantarkan kami kerumah sakit…Aku mohon pak”

“Antarkan kami!” ucap laki-laki itu langsung masuk ke dalam taxi. Tanpa pikir panjang langsung saja aku ikut menaiki taxi tersebut.

“Tapi nak!”

“Ayo! Atau aku akan meremukkan tulangmu!” ucapnya keras. Sopir itu langsung memacu mobilnya kearah rumah sakit..

Sesampainya dirumah sakit kubawa dia ke UGD. Kuserahkan beberapa lembar 50roemmaan kesopir itu. Tapi sopir itu menolak.

“Sudah nona…Buat biaya rumah sakit saja”ucapnya berlalu.

Dokter langsung menangani kondisi Donghan. Beberapa perawat masuk dengan seorang dokter lagi. Pikiranku sudah melayang kemana-mana. Donghan…

“Bagaimana kondisinya?”tanyanya mendekatiku.

“Untuk apa kau disini? Pergi kau dari sini!”ucapku tanpa memandang wajahnya

“Aku…”

“Aku apa? Belum puas kau menculiknya, dan sekarang kau membuatnya hampir sekarat? PERGI KAU DARI SINI!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu disini! PERGI!” kudorong ia menjauhi UGD.

Beberapa pasang mata memperhatikan kami. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin dia pergi selamanya dan tidak mengganggu hidupku. Menjauh dalam arti yang sebenarnya.

“Aku tahu aku salah… Tapi aku rasa kau menyembunyikan sesuatu. Kau pasti tahu sesuatu mengenai aku…Aku hanya ingin tahu”ucapnya mencoba meyakinkanku.

“PERGI! Sudah kukatakan aku tidak tahu apa-apa tentang kau! Aku tidak mengenalmu!”ucapku memalingkan muka.

“Bohong! Aku merasakan sesuatu yang berbeda!”

“Sudah kubilang! Pergi kau dari sini!”

Tepat ketika aku selesai mengatakannya seorang perawat keluar dari UGD dengan ekspresi yang tidak terlukiskan dengan kata-kata.

“Anda keluarga si bayi?”

“Saya oemmanya Ners, Bagaimana kondisi anak saya?”

Perawat itu menghela napas panjang, seperti ada sesuatu yang berat. Melihatnya seperti itu membuatku tambah kalut,”Obat penenang meracuni dirinya. Seberapa banyak anak anda menelannya?”

Kutarik kerah baju laki-laki yang masih berdiri disisi lain pintu UGD, “Berapa banyak yang kau berikan pada anakku jahanam! Katakan!”

“15 tetes”ucapnya lirih. Ada nada penyesalan dalam ucapannya.

“15 tetes obat penenang? Dengan dosis tinggi?” ucap perawat itu.

“Ya…” ucap laki-laki itu sambil menunduk.

“Nyonya, Anak anda membutuhkan tranfusi darah. Dia harus ditranfusi untuk menghilangkan racun dalam darahnya. Waktu kita tidak banyak, kurang dari 30 menit”

Pikiranku sangat kalut mendengar penjelasan perawat itu, antara ingin segera mencari darah untuk Donghan dan mencekik laki-laki itu.

“Nyonya…”pAnggil perawat itu.

“Ambil darah saya ners…Ambil sebanyak-banyaknya sebanyak yang doemmatuhkan Donghan”

Kuikuti kemana perawat itu pergi. Dan masih…laki-laki itu mengikutiku. Tak kupedulikan dia kali ini, yang kau inginkan adalah Donghan sadar. Dia bangun, dia sehat.

“Maaf nyonya…Darah anda tidak cocok dengan putra anda” seketika itu runtuh juga semua harapanku “Mungkin suami anda itu cocok dengan golongan darah putra kalian” katanya sambil menunjuk pada laki-laki brengsek itu.

“Dia bukan suamiku, dan Donghan bukan anaknya! Bagaimana dengan darah dari PMI?”

“Persediaan darah mereka koJoon untuk golongan darah putra anda.”

“Rumah sakit lain?”

“Kami sedang menunggu jawaban. Tapi waktu kita sangat terbatas”

“Mungkin kalian boleh mencoba dengan darahku?” ucap laki-laki itu. Perawat yang baru kuketahui bernama Ners Min Ji itu langsung mendekati laki-laki itu.

“TIDAK! Aku tidak mau darah kotormu mengalir ditubuh anakku! TIDAK AKAN PERNAH!!!! Kau tunggu disini Ners…Aku akan membawakan darah yang cocok untuknya. Dan jangan sekali-kali menggunakan darahnya!”

“Tapi nyonya…Waktunya sangat sempit . Apa salahnya dicoba?”

“TIDAK!”bentakku.

Aku keluar ruangan itu.menemui semua orang yang ada disana. Meminta mereka untuk melakukan tes darah. Beberapa orang hanya memandangiku saja. Tapi tak seorangpun bergolongan darah O-. Waktu terus berputar. Sudah hampir 30 menit. Aku berjalan lunglai. Berdoa pada Tuhan untuk memberikan keajaiban. Kulangkahkan kakiku menuju UGD. Bersiap menerima kenyataan yang akan terjadi.

Tuhan…Aku mohon…Jangan ambil Donghan dariku. Setelah semua yang aku lalui bersamanya. Setelah semua duka yang hinggap.

Kulihat Ners Min Ji bergegas menuju UGD dengan sebuah kantong darah ditangannya.

“Darah Siapa?”tanyaku waspada

“Golongan darah tuan ini cocok dengan putra anda”

“Tidak Ners…TIDAK…TIDAK…AKU TIDAK RELA…JANGAN!”kuhalangi langkahnya. Rasa sakitku menghilangkan rasionalku untuk menerima dia.

“Tapi putra anda sangat membutuhkannya”

“Aku nggak mau…Pasti ada orang lain yang memiliki golongan darah sama”

“Nyonya…Waktu kita terbatas…”

“Aku akan mencari…Aku akan mencari…”ucapku frustasi dengan kenyataan ini.

“Apa kau benar-benar ingin membunuh dia?”ucap laki-laki itu.

“Aku? Kau yang ingin membunuhnya! KAU INGIN MEMBUNUH ANAKMU SENDIRI!” ucapku berlinang air mata. Ucapanku sudah tak terkontrol lagi.

Tanpa memperdulikan kami, perawat itu masuk membawa kantong darah untuk Donghan. Darah appa kandungnya.

“Ners….Jangan…Aku tidak mau darahnya mengalir dalam tubuh anakku!” ucapku dalam tangis.

“Kau tadi bilang apa? Anakku? Dia anakku?”ucapnya berlutut di depanku.

“PERGI KAU!AKU TIDAK INGIN MELIHAT MUKAMU LAGI”kudorong dia sekuat tenagaku lagi.

********************************************

“Yoora…Jangan ngambek begitu donk…Aku kan ke china untuk seminar…Hanya seminggu…”

“Oppa…Aku kan lagi hamil…Masa kau tega meninggalkan aku…Bagaimana kalau aku butuh sesuatu?”

“Aku selalu ada…Di hatimu…Sudahlah…Kan ada simbok juga kan? Aku pasti cepat pulang”

“Janji?”

“Janji…aku pasti akan pulang. Aku akan menelponmu dan memastikan jagoan kecil kita sehat. Kau harus banyak makan…”

“Pasti dokter Donghae…” dikecupnya kening Yoora sambil membelai lembut perut Yoora yang kini tengah mengandung 6 bulan.

Sang pria yang dipAnggil dokter Donghae itupun pergi membawa koper kecil. Memasuki mobil yang akan mengantarkannya ke bandara.

********************************************

Setelah kudorong, laki-laki itu bukannya pergi Malah diam terpaku. Tiba-tiba dia mendesah kesakitan sambil memegang kepalanya…

“Yoora…”sebutnya pelan sambil menatapku.

Ku tatap matanya Terkejut karena dia menyebut namaku. Mendengarnya menyebut namaku bagaikan disayat sembilu.

“Yoora? Itu namamu kan?”ucapnya masih sambil memegang kepalanya. Aku sendiri masih diam membisu, berusaha memalingkan muka. Aku tidak menyangka. Perkataanku tadi membuatnya sedikit mengingat.

“Katakan padaku bahwa namamu Yoora?” desaknya. ”Wajahmu mirip perempuan itu…Aku mengingat sesuatu…Katakan itu benar…kau Yoora yang mengantarkan aku pergi…Kau menyebutku dokter Donghae?”

“Sudah kukatakan aku tidak kenal kau!”ucapku menjauh.

“Yoora?” pAnggil seseorang. Yang aku tahu pasti bukan suara laki-laki itu. Tapi orang lain. Kenapa malah namaku disebut? Dihadapannya?

“Siwon Oppa?” ucapku terkejut mengetahui kakak tingkatku di universitas dulu.

“Donghae?” serunya pelan. Sembari menatapku. Seakan meminta kepastian yang berdiri disana mas Donghae. Suamiku yang hilang.

“Kau pAnggil aku Donghae? Dan dia Yoora kan?” seru laki-laki itu menunjuk kepadaku.

“Ya…” jawabnya. “Dia sudah mengingatmu?” aku pun menggeleng.

“Hanya sedikit”ucapku pada akhirnya melihat tatapan keheranan dari mas Siwon.

“Bingo! Siapa namamu?”Tanya Siwon Oppa pada Donghae Oppa, laki-laki itu.

“Joon ho! Tapi kenapa kalian menyebutku Donghae? Aku ingat kau memAnggilku dokter Donghae” ucapnya kebingungan bergantian menatapku dan Siwon Oppa.

“Namamu Lee Donghae , Joon ho nama kecilmu, kau seorang dokter. Dulu!”

Kemudian Donghae Oppa menceritakan apa yang baru diingatnya. Sungguh aku tidak tertarik mendengarnya. Aku tidak tertarik. Aku tidak ingin tahu. Karena yang dia ingat tidak akan mengubah kenyataan. Semuanya akan tetap seperti ini.

“Yoora…kau harus menceritakannya…”desak  Siwon Oppa

“Aku sudah membuang semuanya.” Ucapku datar.

“Yoora…kau memang berhak marah, tapi anak tidak bisa dipisahkan dari appanya, Yoora” desak mas Siwon lagi.

“Ku mohon ceritakan kepadaku…Aku ingin mengingat…Aku ingin semuanya jelas. Aku menangkap banyak kebohongan disekitarku selama ini.”

“Yoora adalah istrimu…Sebelum kau hilang ingatan…”

“Dia? Istriku? Tapi kenapa dia begitu membenciku?”

Aku tidak tahan. Aku tidak tahan lagi.

“KAU MAU TAHU? KAU MEMBUANGKU! Kau tidak mengingatku. Kau tidak mengenaliku, dan kau Malah MENIKAH dengan wanita lain.”ucapku tak mampu menahan tangis lagi. Anakku bertarung didalam. Dan aku harus mengingat kembali kenyataan pahit yang pernah terjadi dalam pernikahanku.

“Tunggu! Berarti kau wanita yang mengaku istriku waktu aku menikah?”

“Ya…Itu aku…Itu aku dengan anakmu dikandunganku. Kau malah tidak mengenaliku. Kau pergi ke China, tapi kau tidak menghubungi aku sama sekali sejak kau berangkat. Biasanya saat pesawat hampir berangkat kau selalu menyempatkan waktu untuk mennghubungiku. Kau pergi hampir 2 bulan. Sampai aku hampir melahirkan. Dua bulan berlalu tanpa kepastian darimu. Dari keluargamu. Mereka mengacuhkanku. Suatu hari, aku malah mendengar bahwa kau akan menikah di Mokpo dari seorang sahabat lamamu di Mokpo. Tanpa pikir panjang, Aku memutuskan datang ke Mokpo. Berdoa supaya yang aku dengar akan menikah itu bukan kau. Berdoa semoga aku tidak melahirkan dijalan. Berdoa. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Beruntung mas Siwon mau menemaniku ke Mokpo dalam keadaan hamil tua. Usia kandunganku saat itu sudah 9 bulan lebih beberapa hari. Tapi apa iya aku akan diam saja, berharap dan berdoa? Hatiku sungguh hancur tahu kau tidak menghubungiku. Aku berusaha menghubungi semua rekanmu. Mereka mengatakan kau tidak ikut ke china. Kau tidak hadir disana. Kau tidak ada. Hatiku merana menunggumu dalam keadaan hamil. Kalau bukan karena janin yang ada dikandunganku mungkin aku akan bunuh diri tahu kau tidak ada disana.”

“Aku…”

“Hankyung memberiku alamat sebuah gedung megah. Pertama kali aku datang yang aku lihat nama Joon ho yang akan menikah. Awalnya aku ragu. Bahagia bahwa itu bukan namamu. Tapi aku melihat wajahmu di foto yang terpajang. Saat itu juga aku berharap dan berdoa kau mendadak kembar dan itu bukan kau. Tapi kenyataannya itu kau. Semua keluargamu yang ada disana. Semuanya. Aku semakin yakin kau yang akan menikah. Aku melihatmu hampir mengucapkan akad nikah. Aku berusaha menghentikannya…kau pasti ingat itu. Tapi kau Malah membentakku, mendorongku sampai jatuh. Beruntung ada Siwon Oppa disana. Ketubanku pecah seketika. Siwon Oppa membawaku kerumah sakit. Aku melahirkan tanpa di temani suamiku. Padahal dulu kita berkitmen bahwa kelahiran Donghan akan kau dampingi. Kenyataannya kau malah mengucapkan akad nikah dengan wanita lain.”

“Kami baru tahu setelah kembali ke Seoul. Beberapa hari setelah Yoora melahirkan Donghan. Bahwa kau mengalami kecelakaan. Taxi yang kau tumpangi mengalami kecelakaan. Waktu itu kau memang dijemput mobil rumah sakit. Tapi ternyata mogok dijalan. Kau berganti naik taxi. Berniat mengejar pesawat. Keluargamu tidak ada yang menghubungi Yoora. Mereka membawamu diam-diam ke Mokpo tanpa sepengetahuan kami. Kau hilang ingatan. Sejak awal memang keluargamu tidak menyetujui pernikahanmu dengan Yoora. Bahkan sejak kalian pacaran. Maka dari itu mereka mengubah identitasmu. Merubah semuanya. Mengatakan kau seorang direktur. Kau bernama Joon ho. Dan kau lama berpacaran dengan istrimu yang sekarang.”lanjut Siwon Oppa.

“Aku bahkan tidak akan percaya jika tidak mendengarnya sendiri dari kakak perempuanmu. Sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa…kau punya keluarga sendiri…dan aku juga punya keluargaku sendiri. Sekarang kau lebih baik pergi. Aku sudah memberitahu apa yang ingin kau ketahui. PERGI!” bentakku.

Donghae Oppa meninggalkan kami dengan wajah berduka. Aku menangis lagi.  Siwon Oppa memelukku, memberikan pundaknya untuk tumpahan air mataku. seperti dulu.

“Seharusnya kau tidak bersikap seperti itu. Semua yang terjadi bukan kehendak Donghae.”

“Aku tahu…Aku memang hanya seorang perawat Oppa …Dia dokter. Dan yang diinginkan keluarganya adalah menantu seorang dokter pula. Mereka tidak menolerir sama sekali. Sebegitu hinanya profesi perawat dimata keluarganya. Seharusnya aku mendengarkan keluarganya.”

“Yoora…”

Siwon Oppa adalah kakak tingkatku di fakultas. Dialah yang memperkenalkan aku dengan Donghae Oppa. Dia yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah. Dia menikah dengan sepupuku. Dia bagaikan kakak kandungku sendiri. Juga istrinya. Dia juga seorang dokter. Kesakitan yang selama ini aku alami kubagi dengan keluarganya. Bahkan orang tua Siwon Oppa sudah menganggapku seperti orang tua sendiri.

“Nyonya…” panggil seorang dokter yang kulihat keluar dari UGD.

“Bagaimana keadaan anak saya?”

“Dia sudah melewati masa kritisnya…Tapi belum sadarkan diri…Kami akan memindahkannya ke ruang perawatan.

********************************************

Aku marah….Aku kecewa…Aku sakit…

Kenapa mereka berusaha menjauhkanku dari anak dan istriku sendiri? Sampai aku hampir membunuh anakku sendiri dua kali. Manusia macam apa yang menyebut dirinya keluargaku.

Meski aku belum bisa mengingat semuanya. Tapi aku percaya pada Yoora. Kalau tidak…Yoora tidak akan sebenci itu padaku. Dia tidak akan bersikap seperti itu seandainya dia berbohong. Dan Donghan…anak kecilku, anak Yoora bergolongan darah sama denganku. kenangan yang aku ingat itu sudah cukup membuktikan kecurigaanku pada kebohongan keluargaku. beberapa kali mereka memAnggilku Donghae. dan kenyataan bahwa aku tidak merasakan apapun pada Anggi,istriku. perasaan berbeda aku rasakan ketika melihat Yoora. mengenang wajahnya rasanya seperti memabukkan.

Kulangkahkan kakiku kerumah. entah mengapa beberapa bulan yang lalu aku ngotot tinggal di Seoul. Dirumah. bukan di Mokpo. Mokpo hanya rumah singgah keluargaku. aku seperti menemukan sesuatu yang hilang ketika tinggal di Seoul.

“Hyena!!!” teriakku ketika memasuki rumah.

“Ada apa sih oppa? Pulang-pulang kog teriak-teriak?”

“PAnggil semua orang dirumah ini. Aku ingin bicara”

Anggi pun berlalu dengan wajah keheranan. Aku bosan dibohongi. Sekarang atau tidak selamanya.

Kutatap wajah Appa, Oemma, Hyena, kedua kakakku dan kakak iparku, halmoni dan ajjuma ajjushiku.

“Ceritakan padaku siapa aku sebenarnya.”

Wajah terkejut menghias disetiap wajah mereka. Terjawab sudah bahwa mereka membohongiku selama ini.

“Kau itu bertanya apa? Tentu saja kau ini Joon ho. Direktur.” Ucap oemmaku sambil bersikap acuh tak acuh.

“Sampai kapan kalian akan membohongiku? Kalian pasti tahu bahwa suatu saat nanti aku akan ingat semuanya.”

“Joon ho sayang…Kamu ini ngong apa sih?” ucap Hyena mencoba membelai dadaku.

“Hentikan Hyena…Aku tidak mencintaimu. Aku tidak pernah pacaran denganmu. Dan aku mau menikahimu karena aku amnesia. Seandainya waktu itu aku ingat… aku tidak akan sudi menikah dengan wanita sepertimu.”

“Joon ho!” bentak oemmaku. Ada kemarahan diwajahnya.

“Namaku Donghae…panggil aku Donghae. Aku ingin kalian jujur padaku, Kenapa kalian tega memisahkan aku dari Yoora dan Donghan, anak kandungku sendiri. Appa…”kutatap wajah appa.

Selama ini hanya Appa yang berdiam diri…yang lainnya aku lihat mendukung pernikahanku dengan Anggi. Ada yang beliau pendam selama ini dalam kediamannya.

“Namamu memang Joon ho…dan juga Donghae. Lee Donghae , nama kecilmu Joon ho. Kau bukan seorang direktur. Kau seorang dokter”

“yoebo!” bentak oemma.

“Cepat atau lambat dia akan mengingat Yoora. Aku tahu itu. Dan kalian juga tahu itu. Kengototannya untuk tinggal di Seoul sudah cukup membuktikan ikatan antara dia dengan istri dan anaknya kuat. Karena Yooralah yang dia cintai. Maafkan Appa nak… Seharusnya appa tidak membiarkan kau diperlakukan seperti ini. Istri dan anakmu lah yang berhak memilikimu. Yoora dan cucuku Donghan.”

“Istrimu Hyena bukan Yoora dan Donghan bukan anakmu..bukan cucuku”sanggah Oemma.

“Oemma…Aku mohon… Berhentilah menyakiti hatiku…Aku tidak ingin menyakitimu, Tidak ingin menjadi durhaka. Tidak akan!”

“Kalau begitu kau harus melupakan Yoora dan anaknya. Dia bukan siapa-siapamu. Anggi istrimu”

“Hyena bukan istriku. Mulai sekarang Kim Hyena Ah bukan lagi istriku. Aku talak tiga”

“Oppa!”bentak Hyena

“Aku ingin bebas, hanya Yoora yang boleh memiliki aku. Jika bukan dia, maka tidak akan ada.”

Sesudah mengucapkan talak pada Hyena, dunia seperti berputar. Kepalaku sakit tiada tara. Lagi… Yoora…Donghan…yang kulihat hanya mereka…

Aku melihat bayangan-bayangan yang aku yakin itu masa laluku. Berputar dalam kegelapan…

[ketika aku mengajak Yoora bertemu keluargaku]

“Yoora…aku…ehmmm punya kejutan untukmu”ucapku ragu.

“Apa? Ucapnya antusias

Melihatnya antusias, aku memutuskan untuk bicara “Aku akan memperkenalkan kau dengan keluargaku. Biar mereka tahu bahwa kau, Shin Yoora, satu-satunya gadis yang aku cintai… Yang akan menjadi istriku dan oemma dari anak-anakku.”

“Tapi…”wajahnya pias mendengarku barusan

“Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”ada sedikit rasa khawatir dia menolak. Kalau dia menolak, berarti dia tidak ingin menikah denganku. Aku tidak ingin kehilangan my sunshine.

“Bukan begitu. Mereka ingin punya menantu dokter, Sedangkan aku…”

“Ssst” kuletakkan jari telunjukku ke bibirnya, menghentikan apa yang akan dikatakannya, ”Mereka akan mengubahnya. Kau perawat hatiku. Mereka akan berubah pikiran setelah melihatmu. Mereka akan berubah jika mereka tahu bagaimana kau merawat diriku selama ini. Bagaimana kau menjaga hatiku. Jangan katakan apa-apa lagi…” kupandangi wajahnya.

“…”tapi dia malah diam…hufh…

“Kenapa malah diam sie?”kuangkat dagunya, agar aku bisa menatap matanya

“Katanya aku tidak boleh mengatakan apa-apa lagi… Ya aku diam”ucapnya dengan tatapan jailnya

“Yaelah Yoora…Sana ganti baju. Masak ketemu calon mertua pakai baju babu gini”

“Oh jadi…Aku pembantu nie” cibirnya

“Pembantu hatiku…”gombalku. Sekilas dia mengecum pipiku…

[Hari pertemuan Yoora dengan kedua orang tuaku]

Sebenarnya aku ragu membawanya kesini. Bukan ragu untuk menikahi Yoora, tapi ragu keluargaku akan menerima dia dengan senang hati. Mereka terbiasa terpenuhi keinginannya.

“Oemma…appa…ini Yoora…pacarku”ucapku menatap mata kedua orang tuaku. Mata berbinar appa dan mata tak suka oemma.

“Kau perawat itu?”judes oemma pada Yoora.

“Iya …”jawabnya menyunggingkan senyum manisnya yang selalu bisa menenangkan hatiku

“Kau sudah tahukan aku hanya mau punya menantu dokter, sejajar dengan Donghae”tegas oemma. Masih seperti itu heh?

“oemma…” seru Appa.

“Sudahlah yoebo…Lebih baik dari awal daripada nanti. Biar dia itu tahu diri.”lirik oemma. Ada semacam amukan amarah dalam mata appa.

“Oemma…Aku mencintai Yoora, Menerima dia apa adanya…”ucapku tak tahan mendengarnya.

“Siapa orang tuamu? Apa pekerjaan mereka?”tatap oemma tajam pada Yoora

“Appa dan oemma saya seorang guru”ucap Yoora sambil menunduk. Aku tahu dia menahan tangis.

“GURU? Dengar ya Yoora… Kau ini Cuma seorang perawat, tidak kau lihat Donghae itu siapa, seorang dokter. Heh…Orang tuamu saja hanya seorang guru. Kau tidak lihat siapa kami, appanya Pengusaha kaya raya. Aku seorang pengusaha butik sukses! Apa kau tidak punya kaca dirumah?” bentak oemma. Yoora sudah ingin menangis mendengarnya. Aku sendiri sakit mendengar orang yang aku cintai dihina seperti itu.

“Hentikan! Aku datang kesini membawa Yoora, hanya ingin menyakinkan kalian. Bahwa apapun yang terjadi, Yooralah yang akan aku nikahi. Dia yang akan menjadi istriku. Oemma dari anak-anakku. Terserah apa kata oemma. Meski dia hanya perawat, meski dia anak seorang guru. Oemma harus ingat. Siapa yang membuat oemma menjadi pengusaha. Dari sekolah. Dari guru. Apa dokter yang menjaga oemma 24jam ketika sakit? Bukan! Perawat!”

“Sudahlah Oppa…Aku ngerti kok… Maaf ajjuma..ajjushi.. Saya memang hanya seorang perawat, anak guru. Tapi saya masih punya pikiran yang lebih logis dibandingkan harta yang kalian punya. Kalau saya mau…Saya bisa menerima orang lain yang lebih kaya. Siwon Oppa misalnya. Siapa yang tidak tahu dia? Asal anda tahu, saya berdiri disini bukan untuk menerima hinaan seperti ini. Saya disini karena orang yang saya cintai.”

[Hari pernikahanku dengan Yoora]

Sebenarnya jika Yoora memilih meninggalkan aku karena sikap orang tuaku maka aku sudah memutuskan tidak menikah dengan siapapun. Dan dia berhak. Cinta memang membutakan. Meski kedua orang tua Yoora mengatakan lebih baik aku dan Yoora berpisah, tapi mereka menyerahkan keputusan semuanya pada Yoora. Aku juga. Aku tidak mau egois. Karena itu akan menyakiti Yoora. Tapi Yoora mengatakan bahwa hidup itu cobaan. Tuhan pasti memberi cobaan sesuai kemampuan tuhannya. Maka ia memutuskan menikah denganku. Kedua orang tuanya merestui pernikahan kami, meski mereka juga menerima perlakuan tidak enak dari oemma dan saudaraku. Demi Yoora, mereka menelan semua rasa pahit itu.

Meski tidak setuju, oemma tidak bisa berbuat apa-apa. Appa merestui pernikahan kami.

Inilah yang aku impikan sejak dulu. Meski ada ganjalan, akhirnya aku dan Yoora menikah. Soal Siwon hyung, dia dulu memang pernah menyatakan cintanya pada Yoora, saat Yoora sudah bersamaku. Tapi aku percaya pada Siwon hyung. Dia mengatakannya bukan untuk merusak hubungan kami. Hanya ingin mengungkapkan sesuatu yang pernah dipendamnya. Toh dia Malah mendahului kami menikah.

“Saya terima nikah dan kawinnya, Shin Yoora putri dari Shin Tae Kyung dengan mas kawin uang tunai 7777 won”

“Sah?”

“Sah…”koar semua orang diruangan ini… Lee Yoora, nyonya Donghae…

Sebuah lagu untuk istri tercintaku…

Ku tahu kamu bosan

Ku tahu kamu jenuh

Ku tahu kamu…

Tak tahan lagi….

Ini semua salahku

Ini semua sebabku

Ku tahu kamu…

Tak tahan lagi….

Jangan sedih jangan sedih aku pasti setia…

Aku takut

Kamu pergi…

Kamu hilang….

Kamu sakit…

Aku ingin kau disini….

Disampingku selamanya…

Jangan takut jangan sedih

Aku pasti setia…

********************************************

Aku meminta Siwon Oppa menjadi dokter untuk Donghan. Aku percaya padanya. Aku bebas bercerita padanya. Dia yang tahu bagaimana kehidupanku bersama Donghan. Keponakannya.

“Yoora..kau makan sana…Aku akan menunggui Donghan.”

“Nanti saja kau kan harus masuk kerja”

“Eun Mi sebentar lagi datang kog…Lebih baik kau makan…”

“Tapi…”

“Akan kau kabari kalau Donghan sadar…”

Dengan terpaksa kulangkahkan kakiki ke kantin. Entah kapan terakhir aku makan. Aku galau tahu Donghan tidak ada disekolah. Memang sejak usia 6 bulan aku masukkan dia kesekolah dini. Tidak ada yang menjaganya, simbok terlalu tua dan aku ingin perkembangannya berjalan dengan baik.

Songsaenimnya bilang ada seorang laki-laki yang menjemputnya. Aku panik. Kutelepon Siwon Oppa. Bukan dia. Tidak ada yang dekat denganku selain Siwon Oppa. Aku meyakinkan diriku bahwa itu bukan Donghae Oppa. Akhir-akhir ini dia memang sering datang kesekolah Donghan. Beberapa kali kedapatan bermain dengannya. Waktu itu sangat resah…Aku tidak mau mengingat kenangan tentangnya. Aku sudah mulai membangun  hidupku yang berantakan tanpa dia.

Melihatku mungkin membuatnya mengingat sesuatu. Mengenali sesuatu didalam diriku dan diri Donghan. Aku tidak tahu pasti, Tapi aku selalu menolak bicara dengan dia. Menutup aksesnya bertemu dengan Donghan. Tapi sayangnya tindakanku membuatnya semakin penasaran. Dia menculik Donghan. Walaupun menculik bukan kata yang tepat, tapi apapun… yang jelas dia mengambil anakku. Tanpa ijin. Hanya untuk memaksaku bicara tentang hal yang aku ketahui yang tidak dia ketahui.

Memaksaku untuk datang kesuatu tempat untuk bicara… dan inilah akhirnya. Dia mengetahui apa yang aku ketahui. Tapi tetap saja dia pergi meninggalkan aku ketika aku menyuruhnya pergi. Aku berharap ketika aku mengusirnya tadi dia tidak benar-benar pergi. Tapi kenyataannya, dia pergi…lagi.

Kuhabiskan makanku secepat yang aku bias. Aku tidak ingin terlalu lama meninggalkan Donghan. Kulewati lagi UGD.

“Yoora…” pAnggil seorang pria setengah baya.  Hyu Shin ajjushi, appa Donghae oppa.

Kulanjutkan langkahku. Kalau ajjushi ada disini, pasti yang lain juga ada disini. Cukup sudah semua masa lalu berkecamuk hari ini.

“Yoora tunggu….”pAnggilnya.

“Maaf ajjushi…Saya sedang berburu-buru”

“Yoora tunggu…Aku tahu kamu berhak bersikap seperti itu. Biar aku jelaskan kondisi saat ini.”

“Semua sudah jelas bagiku…Sejak setahun yang lalu. Aku tidak butuh penjelasan.” Ucapku sambil berlalu. Tapi sebuah tangan menahanku.

“Kau berhak seperti ini kepaku dan keluargaku. Tapi kau tidak berhak melakukan ini pada Donghae, suamimu. Dia tidak tahu apa-apa”

“Anda benar. Tapi dia sudah 2 kali hampir membunuh anaknya sendiri. Aku tidak bisa memaafkan orang yang melukai anakku. Dan aku juga tidak akan pernah lagi menjadi Yoora yang pemaaf.”

“Kau harus melihat Donghae, kondisinya kritis. Dia terus menyebut namamu dan Donghan.”

“Ada Hyena yang seharusnya dia pAnggil. Aku bukan siapa-siapanya lagi”

“Donghae menceraikan Hyena. Talak tiga. Demi kau dan Donghan” Aku terkejut mendengar perkataan Hyu Shin ajjushi.

“Aku tidak mau berurusan lagi dengan keluarga kalian. Aku bosan dianggap benalu”

“Yoora…”seru seorang wanita.

“Aku pergi…”ucapku tanpa menoleh pada wanita yang aku sudah tahu siapa… Yoon Hae ajjuma…Oemma Donghae Oppa.

“Yoora tunggu…”

“Ada apa lagi? Belum puas menyakitiku?”

“Aku tahu aku salah, Aku minta maaf. Kau berhak tidak memaafkanku”

“Memang!”

“Aku mohon temui Donghae…Dia…Membutuhkanmu…”

“Untuk apa? Ketika aku membutuhkan dia, dia tidak pernah datang, Kenapa aku harus menemui dia?”

“Kau boleh menghukumku…Tapi kau mohon temui dia”

“…Kau yang mengatakan padaku, bahwa aku tidak boleh menemuinya seumur hidupku. Dan aku berjanji tidak akan menemuinya seperti keinginanmu. Dan kau meminta aku melanggarnya?”

“Aku mohon….Sebagai sesama oemma”

“Apa kau juga akan mengijinkan Donghan bertemu Donghae Oppa jika aku memohon sepertimu?”

“Kami memohon…Kondisi Donghae semakin menurun”semua keluarganya menatapku. Memohon. Apa ketika aku memohon pada mereka, mereka akan mengijinkannya?

“Apa gunanya aku sekarang?”

“Kami berlutut demi Donghae, Yoora…”ucap kakak iparnya mulai berlutut diikuti semua keluarganya.

Teringat semua apa yang pernah mereka perlakukan padaku. Berlutut tidak akan membuat yang mereka lakukan hilang dari ingatanku.

Aku ingat bagaimana oemmanya menghina pekerjaanku. Seandainya aku mampu, aku juga ingin menjadi seorang dokter. tapi gaji yang diperoleh kedua orang tuaku tidak mencukupinya. Berat bagi mereka dengan biaya kuliah ratusan juta.

Aku ingat wajah tak suka dari oemma dan kakaknya saat mereka datang kerumah untuk melamarku. Nada pedas mereka keluarkan dihadapan appan oemmaku. Oemma sempat menangis, melarangku menerima lamaran itu. Tidak tahan melihat buah hatinya disakiti. Tapi aku tidak ingin menyerah. Bagiku mereka datang kesini saja menunjukkan bahwa masih ada tempat dalam diri mereka untukku meski terpaksa. Aku juga tidak ingin berpisah dengan Donghae Oppa. Jalan menuju pernikahan hanya tinggal selangkah lagi. Aku tidak ingin berhenti.

Aku ingat wajah marah appa mendengar ucapan oemmanya. Tapi appa dan oemma tidak pernah tega melihatku menangis. Aku menangis memohon pada mereka. Aku meminta mereka merestuiku. Apapun dukanya, aku tahu, aku siap.

Restu mereka aku dapatkan. Dukungan appa oemma untuk bertahan dan membuktikan bahwa aku mencintai mas Donghae bukan karena hartanya. Mas kawin yang aku minta hanya seperangkat uang 7777won. Hanya pesta kecil dirumah. Sekedar untuk acara syukuran.

Aku ingat bagaimana mereka menyakiti hatiku setiap hari saat kami masih tinggal serumah. Bagaimana wajah mereka ketika tahu aku hamil. Berusaha menekanku agar aku keguguran. Kami harus pergi dari sana. Demi janin yang ada dikandunganku. Aku juga punya batas kesabaran. Meski itu tak akan menghentikan mereka. Tapi setidaknya aku mendapat sedikit ketenangan. Sampai pada kejadian itu. Aku pernah memutuskan untuk melupakan mereka. Hidup bersama bayiku. Buah cinta kami meski tanpa Donghae Oppa.

Sekarang mereka meminta hal yang paling mereka benci. Apa mereka pernah memikirkan rasanya jadi aku?

Aku menahan tangisku yang rasanya sudah ingin pecah. Kulangkahkan kakiku meninggalkan mereka. Aku menuju kamar Donghan. Eun Mi oenni yang ada disana bercanda dengan Donghan. Kuambil Donghan.

“Mau dibawa kemana Yoora?”

Tak kujawab pertanyaan oenni.

“Appa…Oemma…” pAnggilku pada mereka yang menangis di depan UGD.

“Yoora…” desah semua orang disana. Keluarga Donghae Oppa.

“Boleh aku mempertemukan anakku dengan appanya?” aku menangis mengucapkannya.

Antara luka dan kebahagiaan kulihat mereka mengangguk. Membukakan jalan untukku masuk kesana. Kuliahat tubuh Donghae Oppa, suamiku yang hilang, Appa dari anakku terbujur dengan beberapa alat ditubuhnya. Aku tidak sanggup menahan air mataku. Aku menangis memeluk Donghan. Di depan pintu.

“Sayang…Itu appa…”ucapku membelai kepala Donghan. Wajah polosnya. Melihatku…Tangannya bergerak menghapus air matanya. Anak kecilku.

Ku dekati ranjang Donghae Oppa.

“Oppa …Ini Donghan…Anakmu…Anak kita…Kuberi nama sesuai keinginanmu…”aku terdiam, lagi. dan menangis. Kududukkan Donghan di tepi ranjang appanya. Kudekap tangan mereka berdua.

“Donghan ini appa… Oppa …Bangun…Lihat dia…Usianya sudah 14 bulan. Kau melewatkan banyak ment perkembangannya. Dia sudah bisa jalan. Mulai bisa bicara.”

Kudengar isak tangis lain di dekat pintu.

“Lihat Oppa …Mereka mengijinkan aku dan Donghan menemuimu. Kau harus bangun, mengingat kenangan masa-masa sulit kita. Mereka sudah memberi jalan untuk kita.”

“Appa..”ucap Donghan

“Dengar Oppa …Dia memAnggilmu…Jangan pergi…Jangan pergi lagi Oppa …”ucapku mendengar elektrokardiografnya berderit terus. Memberikan garis lurus…

“Oppa …Bangun Oppa ….Bangun…Apa kau hanya ingin perjuangan kita sampai disini?” kuguncangkan badannya. Dia diam saja. Dia tidak bangun.

Kugendong Donghan menjauh. Aku tidak mau ada didalam. Aku keluar UGD. Terduduk didepannya, masih mendekap Donghan dan membawa infus Donghan.

Tuhan…ada apa dengan hari ini?

Kenapa seperti ini?

Begitu berdosakah aku?

********************************************

Masih kuingat selalu

Saat kau berjanji padaku

Tak kan pernah ada cinta yang lainnya

Terasa begitu indah

Tapi semua berbeda saat kau kenali dirinya

Sadarkah dirimu, diriku terluka saat kau sebut namanya

Aku memang manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah

Namun dihatiku hanya satu cinta untukmu luar biasa

Andaikan saja kau tau

Aku takkan mudah berubah

Aku kan bertahan

Selalu bertahan

Sampai waktu memAnggilku

Kemanakah dirimu

Yang dulu cinta aku

Dimanakah dirimu

Yang slalu merindukanku

 

********************************************

“Oemma…”teriak seseorang dari luar rumah

“Donghan…kenapa teriak-teriak?” ucapku sambil keluar.

“TARAAAAAAAAAAAAAA!!!” teriak Donghan dan suamiku, dr.Donghae.

“Kalian?”

“Selamat ulang tahun oemma….”

Kucium pipi mereka. Aku bahagia Tuhan…pada akhirnya.

Donghae Oppa berjuang untuk bangun…Dia benar-benar bangun meski detak jantungnya sempat berhenti. Tapi dia berjanji untuk kembali. Dan dia kembali…padaku dan anakku. Dia bilang dia melihat Donghan saat dia berhenti bernapas.

Dia menceritakan padaku pertama kali melihat Donghan. Mereka bertemu di sekolah Donghan. Saat itu perusahaannya sedang memberikan sumbangan untuk pembangunan sekolah dini itu. Dia melihat seorang batita kecil yang menarik hatinya. Donghan. Mulai saat itu dia terus mengunjungi Donghan. Sampai ketika suatu siang aku melihatnya bermain dengan Donghan. Antara suka dan duka. Suka melihat anakku bertemu ayahnya, duka bahwa kenyataannya dia memiliki wanita lain. Mengingat semuanya, aku berusaha menjauhkan Donghan darinya. Tidak ingin terluka lagi. Tidak ingin terbawa-bawa lagi. Tidak ingin menjadi masa lalu.

Keluarganya sekarang menerimaku…memperlakukanku sewajarnya. Mengganggapku anaknya…bukan lagi menantunya.

Sekarang umur Donghan sudah hampir 5 tahun. Bahagianya…

Di umur 29 ku ini…aku berdoa, semoga selalu seperti ini setiap hari…bersama kedua guardian angelku…

********************************************

Hidup bukan sesuatu yang sulit. Juga bukan yang mudah. Semua bergantung bagaimana kita menyikapi dan memandang. Suka dan duka memang berjalan seimbang saling mengikuti. Dengarkan kata hatimu…lakukan dengan ikhlas. Biarkan terbang seperti merpati yang bebas. Dan kebahagiaan meskipun kecil akan datang kepadamu.

********************************************

THE END

PS: mian kalo banyak yang salah…maklum versi aslinya Indonesia…hehehe