♥ TULISAN UNTUK BENITO ♥

Namaku Brigitta Nadira Aqualine. Panggil saja aku Dira. Entah apa yang kau fikirkan soal namaku yang jelas itu sama sekali tidak penting.  Bagian terindah dalam hidup ini adalah memiliki apa yang kita inginkan. Seperti aku, memiliki kehidupan ini. Bukan untuk menyombongkan diri, tapi aku bersyukur hidup ini berlalu dengan indah. Meski kerikil-kelrikil kecil selalu terlintas dalam perjalannanku ini. Tapi Tuhan pasti memberikan kerikil yanmg mampu kita lewati. Seperti hidupku setelah beberapa saat ini.

Kesempurnaan hanya milik Tuhan, begitu kan? Tenang saja, aku bukan orang yang cacat secara fisik dan menurut orang, aku juga bukan orang jahat. Everything is ok. Tapi kadang aku merasa ada yang cacat disini. Di hatiku. Sanguinis melankolis adalah aku. Periang tapi perasa. Selalu bersemangat tapi cengeng. Maybe…mereka tahu aku seorang yang selalu bahagia dengan kehidupan ini. Pepatah bilang “dont look the cover”. Satu kali aku akan menjadi orang terbahagia di dunia, berikutnya aku akan berubah menjadi kolam air mata.

Seperti beberapa saat yang lalu. Tuhan mengirimku ke salah satu universitas terbaik dinegaraku. Bangga. Itu pasti. Bersama keempat sahabat setiaku, lolos di fakultas kedokteran program studi pendidikan dokter. ya, kami semua. Kami disatukan oleh mimpi. Rasanya tidak adil jika aku hanya menceritakan hidupku saja.

Panggil saja dia Ben, Benito Airlangga. Persahabatanku dengannya tidak pernah bermula, hahahaha, ibuku yang memulai persahabatan dengan ibunya. Jadi harus bagaimana berawal? Tidak berawal murni dari kami kan? Dan Tuhan mengirimkan malaikat penjaganya melalui kehadiran Ben untukku. He’s my perfect friend.

Yang kedua Bryan Kusuma Negara. Entah kenapa aku selalu nyaman bersamanya. Sejatinya Bryan adalah sahabat Ben. Tapi whatever. I like him. Bukankah teman bisa berasal dari teman kita? Nyatanya kami ini.

Hey tenang saja, aku juga punya teman wanita kok…. namanya Gabriella Erlika Avioline. Ini dia sie bule blesteran. Gea, meski dia kadang terlalu jujur, tapi dia sangat pengertian. Tidak pernah sombong dengan apa yang dia punya. Itu yang aku sukai dari dia.

Ibel, soal dia….emmmmmm….perfect voice. Suaranya malaikat. Vokalis terbaik. Siapa yang tidak tahu Steven Ronald. Sebenarnya kau juga tidak tahu dari mana panggilan Ibel itu. Yang jelas dia orang asli indonesia dengan senyum paling menawan yang pernah aku lihat. (bel, bayar ya….^^)

Sudah tahu gambaran tentang mereka kan? Entah apa anggapan kalian tentang kami yang jelas kami bahagia menyebut diri WETTIES. Nama tissu basah ya? Whatever, hahaha….hobi kami sama. Sing a song. Kecuali Ben yang selalu menjadi manager kami, hohohoho, entah kenapa, dia sebenarnya juga bisa menyanyi tapi anak itu sombong sekali, selalu berkata “ aku takut nanti kalian kalah pamor”. Astaga….

Satu orang paling spesial dalam hidupku sampai detik ini. Benito. Dan sekarang diriku cacat tanpanya.

Kali ini aku ingin menceritakan tentang dia. Sudah sebulan aku terpisah darinya. Baru kali ini aku berani menulis, terutama tentang dia. Lain kali aku juga akan menceritakan tentang sahabatku yang lain.

Saat aku berjalan dalam malam yang temaram
Saat itu pula hatiku kembali tergetarkan
Bergetar dan terasa diusik oleh pengusik
Seperti hantu yang siap membunuhku

Seperti gempa bumi yang dahsyat menggetarkan hatiku
Meretakkan, menghancurkan dan meluluhlantakkan keutuhan pikiran
Melemahkan otot-otot dan semua persendianku
Dan seperti tulang yang menghilang dari tubuhku

Pemandangan itu sangat mengerikan
Berjuta-juta wanita putih bersayap memanggil namaku
Seperti malaikat yang siap mencabut nyawa dari ragaku
Dan pergi meninggalkan tubuh menjadi gentayangan

Kini matahari telah muncul di peraduannya
Dan ajal menantiku datang ke tempatnya
Memberikan nuansa yang seolah-olah berkata
tentukan sebuah pilihan
Dan menentukan jalan kehidupan
Yang baru untuk melupakan masa lalu.

-Karya: Anggi Helvinorica-

Ini puisi yang terakhir kali dia tuliskan ketika dosen bahasa indonesiaku meminta kami menulis sebuah puisi.

Matahari masih bersinar cerah seperti biasanya. Hey aku masih mahasiswa baru lho…. jadi kami masih diharuskan mengikuti rangkaian ospek meski perkuliahan sudah aktif. Sabtu itu, tanggal 9 oktober 2010, tumben sekali Ben tidak menjemputku. Malah Bryan yang datang bersama Toyota Yarisnya yang norak berwarna pink. Entah dimana otaknya.

1 message reveiced

-Dironk, gw g bs jmpt, bru bgun ni. Bryan yg bkl jmpt. Ok?-

-eh tetangga rumah ini jam brp?bru bgun!!!!! Dasar tokek!-

-eh tokek2 gini elu jg nempl aj!!!!hahahaha-

-ich…amit2, k.e.p.e.p.e.t tauk!!!-

-yg pntg nempl2 gw jdlny!!!-

-MANDI SONO!!!! BAU LU AMPEK KMR GW!!!-

-mndiin donk!!!!hahahha-

-:p, amit2!!!!-

Tiiinnn…………..tinnnnnnnnnnnnnn……………..

“SWEETIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE” teriak Bryan dari bawah. Demi Tuhan kalo dia teriak-teriak seperti itu, aku tidak mau bertemu dengan monyet itu. Nyaman sie ama dia. Tapi entah kenapa sekarang dia menyukai warna pink!!!! Badan abs, hati pink, hahahahha

“Iya, cereweeeeeeeeeeeeeeeeeet!!!!!” teriakku dari balkon.

Jam masih menunjukkan pukul 04.56 pagi. Beginilah kehidupan maba kalo ospek. Dingin terus diterjang!

“Dironk, tumben banget kakanda Benito telat bangun. Dia pan paling rajin tu bangun pagi?”

“lhah, emang gue pembantunya? baby sitternya? Tadi malem gue tidur duluan. Jadi kagak tau dech dia tidur jam berapa.”

“elu ga tidur ama dia????”

“EH GILE LOE!!!ntar dech kalo dia udah sah jadi suami gue…hhahahaha” amien…….

Setelah itu Bryan tidak meneruskan pembicaraan basi itu. Jam 06.15 Ben belum juga muncul. Aku mondar mandir di depan gerbang masuk menunggu dia. Ben bukan tipe orang yang menyukai keterlambatan. Dia selalu berusaha tepat waktu.

“Ben mana Dir? Tumben belum datang?” tanya ketua kelompokku.

Aku menggeleng pelan, menutup mata dan berdoa…..

Tuhan, jaga malaikatku…

Tuhan, dimana dia?

Tuhan, apa yang terjadi?

Tuhan, selamatkan dia di jalan…

Tuhan… Ben adalah bagian dariku….lengkapi aku Tuhan….

Tuhan, berkati dia….

Tuhan…….

Begitu aku membuka mata setelah berdoa, Ben muncul melambaikan tangannya sambil mengendarai motornya. Secercah rasa bahagia melihatnya mendadak hilang melihatnya terseret mobil kontainer yang melaju dari arah samping menghantam dirinya dan motornya.

Waktu itu..yang aku rasakan adalah sebuah kesakitan tiada henti. Bukan sakit fisik memang. Tapi sakit jiwaku. Bahkan sampai sekarang. Melihatnya bersimbah darah disamping motornya membuatku berlari menujunya. Tidak peduli ada kendaraan yang melintas. Tidak peduli teriakan histeris maba di depan gerbang masuk. Tidak peduli heboh masyarakat, yang aku inginkan ada disampingnya. Juga tidak peduli dengan baju putihku, aku memeluknya yang bersimbah darah.

Tuhan, ijinkan dia bersamaku selamanya

Tuhan, buka matanya….

Tuhan, detakkan jantungnya…

Seseorang mendekatiku yang masih memeluk Ben. Dia mencari nadi Ben, memeriksa nadinya. Kutatap mata orang itu, dan dia menggeleng…

“BEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEENNNNNNNNNNNNN!!!!!!!!!!!!” pekikku.

Ku dekap tubuhnya yang tinggal raga. Darahnya membasahi diriku. Dia bahkan tidak mengucapkan kata perpisahan untukku. Dia terlelap di pagi dingin ini. Polisi mulai berdatangan. Bryan menarikku untuk melepaskan diri dari Ben ku tersayang.

“Dira….biarkan polisi yang menangani” bisiknya lembut padaku.

“kau…” plakkkk!!! Aku menamparnya! “kau mau membiarkan dia senDirian dia aspal keras itu?sahabat macam apa kau ini!!!”

Kalo kalian mengatakan aku sakit jiwa?ya

Kalo kalian mengatakan aku gila? Ya

Bahkan kalo kalian memvonisku harus mati detik itu, ya…aku rela

Aku memeluk Ben ku lagi, kuseka darah yang masih mengalir di pelipisnya. Mungkin aku gila. Ya aku gila tanpa Ben. Aku sakit tanpa dia.

Tuhan, berikan aku malaikatku, jangan kau ambil dia seperti ini…

Tuhan, biarkan aku menjadi pengantinnya….

Tuhan, biarkan nyawanya kembali…..

Tuhan…banyak hal yang masih ingin aku katakan…

“Ben…aku lagi nggak ulang tahun…Ben bangun…ini sama sekali bukan lelucon Ben!!!! Ben aku ulang tahun masih bulan depan! Ben….” kuguncangkan tubuhnya. Berharap dia tiba-tiba terbangun dan mengatakan aku ulang tahun hari ini.

“Ben…Ben ini nggak lucu…beeen…” ucapku melemah….

Kugenggam tangannya. Makin dingin. Tuhan kenapa kau ambil dia???

“Ben…”

Gea mendekapku dari belakang. “Dir…”

“ya?”

“biarkan Ben tenang….”

“Ben…”

Aku ingat waktu itu Gea dan Ibel membantuku berdiri menjauhi tubuh kaku Ben.

“Ben mau dibawa kemana?” tanyaku pada mereka sambil terus menangis

“Tuhan menbawa Ben ketempat dimana yang terbaik untuknya Dir…” ucap Ibel

“tapi kenapa harus seperti ini? Kenapa disaat seperti ini? Kenapa bel?”

Aku melihatt mereka diam. Polisi mengangkat tubuhnya ke dalam mobil ambulans. Apa yang kau inginkan Tuhan? Apa ini caramu menjaga malaikatku? Apa ini yang harus terjadi?

“Diraaa…” peluk Gea padaku yang masih berlumuran darah.

Pagi itu menjadi ospek paling berdarah di kampus. Semakin orang mengatakan aku harus tabah dan sabar. Semakin mereka mengatakannya, semakin aku merasa kehilangan Ben. Semakin aku menangis tak ingin berpisah.

“Ben…Ben…”kukejar mobil yang membawanya. Semakin jauh, semakin aku jatuh.

****************************************************************

Sampai saat ini, belum pernah kuucapkan di depannya secara langsung keinginan terakhirku. Aku ingin menjadi pengantinya, melahirkan anak-anaknya. Kenyataannya sekarang itu hanya sebatas mimpi. Bagiku Benito bukan hanya sahabat, tapi juga cinta pertama yang selalu ada di hatiku. Belum pernah aku mencintai orang lain selain Benito. Aku dan dia belum pernah sekalipun berpacaran. Aku menunggu dia. Dan entah dia menuggu siapa. Dia tidak pernah memacari gadis manapun.

Kenanganku tentang dia tidak akan pernah aku kubur.

Mengingat dia melambaikan tangannya sebelum aku tampil menyanyi bersama Wetties…

Mengingat wajah sombongnya ketika mendapat bunga…

Mengingat dirinya yang selalu membangunkanku dengan berteriak-teriak di balkon kamarnya yang berhadapan dengan balkon kamarku….

Mengingatnya membawakan setumpuk buku mata pelajaran…

Mengingatnya yang selalu membelai rambutku dengan lembut….

Tuhan….

Bolehkah aku meminta?

Katakan padanya untuk menungguku disana….

Aku ingin mengatakan padanya…aku mencintainya…

Mungkin ini sebuah kisah klasik menurut kalian. Tapi bagiku, ini sebuah goresan dalam sejarah hidupku.

Sekarang didepanku aku bisa melihat balkon kamarnya. Ya…aku menulis ini di balkon kamarku… Orang tua Ben pindah seminggu setelah Ben meninggal… Rumah itu ditinggal begitu saja… Dari sini aku terus menatap Ben. Mengatakan pada diriku sendiri bahwa Ben ada dikamarnya.

Menerima kenyataan ini aku tidak bisa. Terlalu lama aku terbiasa bersamanya. serpihan wajahnya yang membeku masih selalu hinggap dalam benakku.

Aku masih nmenyimpan sms motivasi darinya ketika aku jatuh

-qta tdk akan pernah tersandng gung tp bs jd tergelincir oleh kerikil. Mka jgn meremehkan hal kecil jrena sesuatu yg kecil berawal dr hal kecil-

Hari ini, ada acara FK award. Fakultas mengundang kami untuk tampil. Bryan, Gea dan Ibel memberikan penampilan ini untukku. Ini pertama kali aku menginjakkan kaki di kampus setelah sebulan aku terpuruk dirumah. Kalian pasti tahu bagaimana rasanya kehilangan.

Sebuah lagu untuk Benito Airlangga…Lagu yang sesuai dengan perasaanku saat ini…

Aku….

Ingin engkau ada disini….

Menemaniku saat sepi…

Menemaniku saat gundah…

Berat…

Hidup ini tanpa Dirimu……

Kuhanya mencintai kamu…..

Ku hanya memiliki kamu……

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu….

Aku rindu setengah mati…

Meski….

Tak lama kita tak bertemu…….

Ku selalu memimpikan kamu……

Ku tak bisa hidup tanpamu……

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu……

Aku rindu setengah mati…

Aku rindu………..

Setengah mati….

Aku rindu setengah mati kepadamu…

Sungguh ku ingin kau tahu

Kutak bisa hidup tanpamu

Aku rindu…

Tuhan…jaga dia untukku…

Kuatkan diriku untuk memenuhi pintanya…

Aku menulis ini untuk mengingatnya….

Mengingat kepergian cinta pertamaku…..

Ulang tahun ke 18 ini yang akan menjelang seminggu lagi terasa sepi tanpanya… permohonanku hanya satu…Tuhan…Sampaikan tulisan ini untuk Benito.

I’m yours ♥

Brigitta Nadira Aqualine

SOUL IN SEOUL [BAGIKU, BAGIMU, DAN BAGINYA]

{Donghae pov}

Saat Donghan sadar, aku bergegas mencari Sinetha di ruangan lain. Dia sempat pingsan tadi. Aku ingin mengatakan padanya bahwa kini aku percaya padanya. Aku percaya kalau Donghan adalah anak kandungku. Aku ingin mengatakan kalau aku menyesal atas semua perlakuanku padanya. Tapi… dia tidak ada disana. Perawat mengatakan kalau Sinetha ke ruang dimana Donghan berada sejak setengah jam yang lalu.

Kutanyakan hal itu ke semua orang yang ada di depan ruang tempat Donghan berada. Tapi tak ada seorangpun yang melihat Sinetha. Aku panik. Tidak! Tidak mungkin dia pergi begitu saja seperti yang ia katakan tadi. Semua orang menjadi panik. Donghan sadar dan terus memanggil nama Sinetha. Tapi dia tidak ada disini. Aku tidak sanggup mendengar rengekannya. Aku melangkah menemuinya…

“Donghan sayang… Appa ada disini.”

Hanya itu kata-kata yang bisa aku keluarkan.

Yang bisa aku katakan sekaranga adalah menyesal. Disaat aku bisa menerima Donghan, Sinetha justru yang pergi meninggalkan kami. Heechul Oppa, Kangin Oppa, Hangeng, bahkan Appaku mencari Sinetha ke penjuru rumah sakit tapi mereka tidak menemukan Sinetha dimanapun. Hp nya tidak bisa dihubungi.

Aku benar-benar menjadi orang yang tidak berguna… menjadi laki-laki yang tidak bisa melakukan tugasku sebagai seorang suami dan Appa. Aku menyakiti mereka selama hampir 6 tahun. Ku habiskan waktuku untuk membenci mereka. Membuang setiap waktu yang seharusnya aku gunakan untuk menghibur dan menghangatkan mereka. Tapi aku malah membuat neraka di rumah. Aku membuat dunia ini begitu dingin bagi mereka.

Seharusnya aku melindungi mereka, tapi yang aku lakukan justru melukai setiap sudut perasaan mereka. Mata ini begitu tertutup oleh ego. Aku sendiri bahkan tidak sanggup membayangkan bagaimana perasaan Sinetha selama ini. Mengingat sikapku sendiri saja sudah membuat aku tidak pantas disebut manusia.

“Pergilah ke MRT sekarang. Dia meninggalkan sebuah surat dirumah. Dia mungkin akan ke Incheon atau ke Mokpo. Sinetha tidak mungkin bepergian menggunakan bus atau pesawat. Dia tidak akan menggunakannya kecuali tidak ada angkutan lain selain dua hal itu.” Ucap Kangin Oppa yang datang tergopoh-gopoh.

“Tunggu apa lagi…. kau masih mencintai dia kan? Lakukan sekarang! Pergilah!” ucap Yoon Unnie.

“Donghan?”

“Kami akan menjaga dia. Kami akan selalu memberikan kabar. Yang penting sekarang bawa Sinetha pulang.”

“Sekarang atau tidak selamanya.” Ucap Appa padaku

Kularikan mobilku dengan kecepatan penuh. Aku tidak ingin kehilangan apapun sekarang. Aku ingin mengembalikan keadaan sebagaimana mestinya.

Tuhan, ijinkan aku memperbaiki kesalahanku….

Biarkan aku meninggalkan sesuatu yang berharga di hidupku…

Biarkan aku mengembalikan senyum istri dan anakku… meski luka yang aku torehkan mungkin tidak termaafkan…

Biarkan aku membawa Sinetha kembali ke sisi Donghan, meski nanti mereka tidak akan menerimaku kembali dalam kehidupan mereka…

Biarkan Sinetha dan Donghan bahagia meski mungkin aku tidak bisa menjadi bagian dari kebahagiaan mereka…

Ijinkan aku memberikan perpisahan yang manis jika yang terbaik untuk kami adalah berpisah….

Ijinkan aku memeluk mereka untuk pertama kalinya…

Bantu aku Tuhan… sekali ini saja ku mohon….

Aku berlari secepatnya menuju tempat keberangkatan kereta. Seperti orang gila berteriak memanggil nama Sinetha. Semua tempat pemberangkatan aku putari tapi aku tidak menemukan Sinetha. Semua gerbong menuju Incheon dan Mokpo sudah aku periksa. Tapi aku tidak menemukan sosoknya sama sekali. Bahkan aku memeriksa semua ruangan, sekali lagi aku tidak menemukan sosoknya. Dan tidak ada seorangpun yang melihat sosoknya.

Roda kereta berputar perlahan… semua akan berangkat sekarang. Tapi sampai sekarang aku tidak bisa menemukan Sinetha. Setiap mata memandangku penuh belas kasian. Heechul Oppa mengabariku bahwa mereka juga tidak menemukan Sinetha di terminal maupun bandara. Namanya tidak tercatat di keberangkatan manapun di kedua tempat itu.

Dimana kau sayang….

Mungkinkah dia disana?

Kupacu kembali jaguarku ketempat yang mungkin di datangi Sinetha. Rumah… mungkin dia ada disekitar sana… pasti sebelum pergi dia ingin mengenang semua tentang hidupnya di masa sebelumnya. Aku tahu dia psti akan melakukan itu. Sama seperti sebelum kami menikah. Dia mengajakku menapaki tempat-tempat yang menjadi kenangan masa-masa pacaran sebelum kami meninggalkan masa itu. Sinetha selalu begitu… dia pasti ada di sekitar rumah sekarang.

1 kotak masuk

‘tuan muda, nyonya ada disini…’

Pengirim : Park ajjushi sopir 085 678 566 xxx

Aku sudah dekat Sinetha. Sebentar lagi aku bisa menemuimu… aku mohon tetaplah disana. 1 tikungan lagi aku bisa melihatmu… beberapa menit lagi kehidupan kita akan berubah. Kupercepat laju jaguarku. Ya tuhan aku mohon….

Sesampaiku di rumah, aku langsung menghampiri Park ajjushi dengan tidak sabaran.

“Dimana Sinetha?”

“Nyonya baru saja pergi tuan, Mianhaekan saya tidak bisa menahan beliau lebih lama.”

Dia pasti keluar dari daerah sini menuju MRT, hanya ada satu jalan. Aku berlari mencari Sinetha di sepanjang jalan. Tuhan, aku mohon…

Kulihat sesosok wanita yang sangat aku kenal sedang bercakap dengan seorang gadis kecil yang jatuh dari sepedanya. Terima kasih tuhan… dialah wanita yang benar-benar lembut hatinya. Wanita yang kalian tahu telah menerima dengan ikhlas semua luka yang telah aku berikan.

“Sinetha…”panggilku lirih. Aku tidak punya daya dihadapannya kini. Semua ego keras yang ada dalam diriku kini telah hilang. Dan dia pun menoleh dengan wajah penuh keterkejutan. Itu bukan pandangan yang sebenarnya ingin aku lihat.

“Donghae… Mianhae aku sudah masuk ke rumahmu tanpa ijin… aku…”

“Hentikan Sinetha.”ucapku lagi-lagi lirih

“Aku akan menepati janjiku. Mianhae aku harus pergi…” ucapnya mulai beranjak dari tempat kami berdiri.

Demi tuhan aku tahu dia pasti menahan air matanya. Kali ini aku tidak akan membiarkan pergi. dan aku tidak akan menahan air mataku mengalir. Kutahan Sinetha dengan memeluknya.

“Aku tahu aku bersalah padamu selama hampir 6 tahun ini. Aku mohon, jangan pergi. jangan tinggalkan aku.”

“Kau yang meninggalkan aku, bukan aku yang meninggalkanmu. Aku hanya mengikuti semua keinginanmu selama ini” jawabnya dengan suara bergetar.

“Aku tahu aku yang bersalah. Selama ini aku yang tidak pernah mendengarkan penjelasanmu. Aku bahkan tidak pernah peduli dengan semua sakit yang kau rasakan.”

“Lepaskan” ucapnya sembari melepaskan pelukanku. “Sekarang apa artinya jika aku pergi sekarang. Kau sudah menceraikan aku dan  aku sudah berjanji bahwa aku akan pergi meninggalkanmu dan Donghan jika kau mau memberikan darahmu untuknya. Dan sepertinya semua sudah terlambat saat ini. Aku datang ke rumahmu bukan berarti untuk mengemis kembali padamu, aku hanya ingin melihat semua masa laluku untuk terakhir kalinya.”

“Karena aku sadar aku mencintaimu selama ini. Aku melakukan semua kejahatan padamu karena aku mencintaimu. Tapi cara yang aku tunjukkan ternyata salah. Aku percaya sekarang Donghan adalah anakku. Anak kandungku. Buah cinta kita berdua. aku akui dibalik semua keegoisanku selama ini, aku begitu menginginkan Donghan…”

“TAPI KAU SELALU MELAKUKAN HAL YANG SAMA. SEMUA UCAPANMU SEKARANG TIDAK BISA DIBUKTIKAN DENGAN APAPUN DI MASA LALU KITA”bentaknya padaku dalam tangisnya… aku pun menangis mengingat betapa bodohnya aku selama ini

“Aku tahu Sinetha, aku tahu…aku bukan Appa yang baik untuknya. Aku ingin melihatnya sebagai anak kandungku dan membuang semua ego yang ada. aku senang setiap dia memanggilku dengan sebutan Appa meski hanya sebuah celetukan yang tidak dia sengaja. Aku ingin kita menjadi keluarga yang banyak orang impikan. Mianhae Sinetha… aku mohon…”

“Maaf tidak akan mengembalikan keadaan seperti semua. Yang telah terjadi tidak akan menjadi indah dengan kata Mianhae yang kau katakan sekarang. Semuanya terlambat. Kau menghancurkan hidupku, kau menghancurkan hidup Donghan, dan kau emnghancurkan kehidupan rumah tangga kita. Pengorbanan yang aku lakukan tidak pernah berarti dimatamu. Semua cinta dan semua luka yang telah aku berikan dan terima tidak pernah menggelitik sikapmu untuk berubah.”

“Kau benar. Kau selalu benar. Aku memang tidak pantas untuk dimaafkan. Aku tidak pantas disebut manusia. Aku berterima kasih kepada tuhan bahwa aku masih diberi kesempatan untuk menjelaskan perasaanku padamu saat ini. Itu cukup bagiku. Karna memang mustahil meminta kesempatan kedua. Jika kau tidak bisa meMianhaekan aku dan tidak pernah ada kesempatan kedua untukku, bawalah Donghan bersamamu. Aku tidak ingin membuatmu terluka dengan memisahkan kalian. Katakan padanya aku mencintainya. Dan aku juga sangat mencintaimu. Aku akan menunggu sampai saat kau mau memberiku kesempatan kedua. Bahkan jika tidak sampai aku harus mati, aku akan tetap menunggumu. Tapi aku hanya ingin minta satu hal padamu, ijinkan aku tetap melihat kalian meski harus dari jauh.”

Dia pergi meninggalkan aku yang menangis sambil berlutut. Aku tahu ini hukuman yang harus aku terima. Tuhan terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Ini lebih dari cukup yang bisa aku harapkan. Aku berjanji Sinetha, aku akan terus menunggu sampai kesempatan itu datang sampai ajal menjemputku.

{Donghae pov end}

Apa yang harus aku lakukan sekarang, Tuhan? Pilihan mana yang harus aku pilih? Jalan mana yang harus aku tempuh?

Bisakah dia berubah menjadi orang yang hangat dan sangat mencintaiku dan Donghan nanti?

Bisakah dia kembali menjadi orang seperti di masa pacaran kami?

Bisakah aku melupakan dan membuang semua rasa sakit yang aku telan?

Kuputuskan untuk kembali ke rumah sakit, menunggu sampai kondisi Donghan membaik dan membawanya pergi jauh dari kehidupan bogor yang menyesakkan bagiku. Sudah cukup 6 tahun luka yang aku derita. Mungkin aku akan menyesali keputusanku kali ini. Tapi hidup harus terus memilih dan aku memilih ini…

Meninggalkan dia, tidak mengharapkan dia dan tidak memberinya kesempatan bukan berarti aku tidak lagi mencintainya. aku percaya di setiap pilihan entah baik atau buruk selalu ada jalan untuk menghadapinya. Jika nanti hidupku menjadi lebih buruk, aku percaya aku bisa melaluinya. Pasti ada celah untuk bahagia berdua dengan Donghan.

Aku mencintai Donghae apa adanya. Tapi aku terluka melihatnya melakukan hal yang diharamkan agama di depan mata ku dan di depan mata anakku.

Aku mencintai Donghae bukan karena semua kekayaannya. Tapi aku benar-benar menderita mengandung dan melahirkan anak di bawah cercaan kata selingkuh yang tidak pernah aku lakukan.

##########################################################

(Rumah sakit)

Senang rasanya aku masih bisa melihat Donghan kembali. Tidak ada di dunia ini yang lebih berharga selain melihatnya tersenyum. Meski semua keluarga marah dengan kepergian yang hampir saja aku lakukan.

“Oemma…”

“Iya sayang?”

“Waktu aku bangun, aku melihat Appa ada disini. Aku senang sekali melihat Appa disini. Appa berbicara padaku. Appa bilang Appa sangat menyayangi aku. ternyata dia tidak marah padaku. Selama ini Appa tidak marahkan?”

“…” aku hanya bisa menggeleng dan merasa hatiku tergores luka lagi.

“Kalau begitu bolehkan kalau kita bersama Appa pergi ke kebun binatang bersama dan kita tidur bertiga?”

“Kenapa kau sangat menginginkan hal itu? Hmmm… beritahu Oemma…”

“Karena aku punya Oemma yang sangat cantik dan Appa yang sangat tampan”

“Itu saja?”

“Aniyo. karena aku punya Oemma yang sangat baik dan Appa yang juga sangat baik.”

“Bukankah selama ini kau berfikir bahwa Appa itu marah padamu?”

“Aniyo! Appa tidak seperti itu. Appa pernah membantuku menyelesaikan tugasku, membantuku membuat puzzle, dan Appa juga membantu membuat kue untuk ulang tahun Oemma. Aku tidak akan pernah melupakannya.”

“Kapan itu terjadi? Kenapa kau tidak pernah bercerita pada Oemma?”

“Saat Oemma di kantor. Appa memintaku tidak mengatakan apapun tentangnya. Tapi aku tahu Appa sangat menyayangiku sekarang.”

“Hanya itu?”

“Aku ingin sekali melihat Appa dan Oemma tersenyum bersama seperti foto yang ada di ruang tamu.”

“Sekarang Oemma sudah tersenyum kan?” ucapku sembati memaksakan senyuman masa itu kembali sekarang.

“Itu tidak sama! Aku iri melihat temanku di sekolah selalu di antar jemput Appa Oemmanya. Aku iri ketika hari opening house hanya Oemma yang melihatku di sekolah, aku ingin tahun depan Appa dan Oemma ada.”

“Nak… dengarkan Oemma…  itu tidak mungkin terjadi pada kita. Setelah kau sembuh kita akan tinggal di Incheon. Kau bisa pergi ke kebun binatang sewaktu-waktu bersama Oemma, kau mau kan?”

“Tidak! aku tidak mau!”

“Kenapa?”

“ Aku ingin Appa ikut. Aku sayang sekali pada Appa. Aku sayang sekali pada Oemma.”

“Tapi itu tidak mungkin sayang… Appa punya pekerjaan sendiri disini.”

“Oemma juga punya kan disini? Lalu kenapa Oemma bisa ke Incheon tapi Appa tidak?”

“…” anak ini… benar-benar mirip Donghae.

Dia menangis lagi dan sama sekali tidak mau aku bujuk. Dia mau Appa dan Oemmanya bersama. Dia mau keluarga seperti teman-temannya. Dia menginginkan kedua orang tuanya ada disisinya. Dari mana anak itu mendapatkan hati semurni dan setulus itu. padahal tidak hanya sekali dua kali Donghae membentak, memarahi bahkan memukulnya. Kenapa dia tidak pernah bisa berhenti berharap Oemma dan Appanya bersama. Apa itu naluri alami dari seorang anak yang membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya?

“Sinetha, sampai kapan kamu akan seperti ini? Donghae sudah mau berubah dan mengerti semua keadaanmu, Donghan sudah sadar dan sangat menginginkan keluarga bahagia yang lengkap? Apa lagi yang kamu tunggu? Bukankah kamu sangat menginginkan saat-saat seperti ini? Kenapa kamu malah menjauh dari kebahagiaan?” ucap Hangeng Oppa padaku.

“Tapi…”

“Buang egomu sekarang Sinetha… Donghae sudah membuang semua egonya. Kau yang selalu bilang kau ingin keluarga yang lengkap tidak seperti kehidupan kita di masa lalu. Impian itu sudah di depan mata. kenapa kau tidak mengambilnya? Mas tahu hatimu terluka hampir selama 6 tahun ini.” Ucap Heechul Oppa

“Kau yang selalu bilang padaku, sebanyak apapun kau jatuh kau pasti bangkit, itu kan yang selalu kau jadikan prinsip. Tunjukkan itu pada kami. buang rasa sakitmu. Perjalananmu masih panjang. Kenapa kau tidak mencoba hal yang mungkin akan menjadi kebahagiaanmu, menyesal itu di belakang nduk…” ucap Kangin Oppa

“Pikirkan Donghan. Kita pernah menjadi Donghan di masa lalu. Kau tahu bagaimana rasanya. Apa kau mau dia menjadi anak yang begitu mendambakan keluarga yang hangat, padahal kau bisa mewujudkannya sekarang?” ucap Heechul Oppa lagi

“Sinetha…mungkin kau tidak pernah memikirkan Donghan sebelumnya. Aku mohon, beri aku kesempatan untuk mewujudkan semua keinginan Donghan. Biarkan aku mejalankan tugasku sebagai seorang Appa baginya dan suami bagimu. Jika kau tidak mencintaiku lagi, setidaknya demi Donghan…” ucap Donghae yang kini sudah berada di depanku dan lagi-lagi berlutut.

Aku hanya bisa diam. Hatiku sakit mengingat semuanya. Hatiku sakit melihat Donghan begitu menginginkan keluarga yang hangat. Kulangkahkan kakiku menuju Donghan kembali.

“Kau mau berjanji satu hal pada Oemma?”

“Janji apa?”

“Berjanjilah kau akan selalu menjadi sumber kebahagian dan senyum Oemma dan Appa, maka kau, Oemma dan Appa akan selalu bersama-sama selamanya”

“Aku janji!” ucapnya sambil menunjukkan kelingkingnya

“Donghae, berjanjilah padaku satu hal”

“Aku berjanji untuk semua hal yang kau inginkan demi kebahagiaan kita”

“Kau harus menikah denganku di tanggal dimana kita menikah dulu. Kau setuju?”

“Tentu sayang…”

###############################################################

Percayalah, bahwa selalu ada harapan. Bahwa mimpi dan harapanlah yang akan membawa kita ke jalan dimana seharusnya kita bahagia. Bangkitlah seperti anak kecil yang belajar berjalan. Sebanyak apapun dia jatuh sebnayak itu pula dia akan bangkit dan terus mencoba.

Menyerah itu pilihan. Aku juga pernah menyerah. Tapi tentukan jalan setelah kau menyerah. Menyerah bukan berarti membiarkan kita berhenti. Tapi menyerah harus menjadi tempat dimana kita bangkit untuk mencari jalan lain. jalan lain yang bisa kita gunakan untuk menuju harapan yang baru dan meninggalkan harapan yang tidak bisa kita gapai.

Selesai….

kamsahamida semuanya… yang sudah mengikutin cerita galau macam ini….hohoho…

SOUL IN SEOUL [AKU INGIN PERGI SAJA…]

Langit runtuh dibawah bayang-bayang matahari yang mulai sedikit demi sedikit bergeser ke barat. Sungguh menyesakkan mendengar kata-kata malaikat kecilku mengatakan bahwa aku jahat. Jahatkah nak ummamu ini padamu? Semua ini untuk kita nak… Semua keegoisan ini demi kebaikanmu nak. Umma tak ingin kau menderita sayang… Umma tak ingin mendengar kata-kata pedas appamu yang selalu mengatakan kau anak hasil perselingkuhan. Anak haramku. Anak Hangeng. Tak ada niat umma untuk berbuat jahat padamu, Donghae kecilku…

Teganya kau berkata seperti itu nak…Umma sudah cukup menderita sejak kehadiranmu dirahimku… Bukan umma menyesali kehadiranmu, tapi umma menyesali kenapa semua ini selalu disangkutpautkan denganmu… Umma tidak akan marah, Umma sadar bahwa umma juga jahat dan egois padamu. Tapi donghan sayang…mengertikah kau rasa sakit yang umma telan selama ini…

Bukannya aku meneruskan mencarinya…aku malah terduduk di taman ditemani sinar matahari yang mulai condong… semua rasa putus asaku semakin menumpuk. Semua tekanan begitu menghimpit ruang gerak jiwaku… bahkan untuk sekedar berjalan pun aku seperti tak punya kaki. Aku menyerah untuk bertahan. Aku menyerah pada takdir. Aku menyerah mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku bisa, aku harus bisa. Dan aku kuat. Aku tidak akan mengatakannya lagi.

Hatiku sudah perih mendengar buah hati yang aku jaga mengatakan aku jahat. Aku tahu dia masih kecil, tapi… sepertinya apa yang aku lakukan demi dia akhirnya juga percuma. Donghae tetap tidak percaya padaku. Dia tetap curiga padaku. Dan sekarang, ketika semua hampir berakhir bahagia, donghae ingin mengambilnya. Donghan, balitaku, mengatakan aku jahat. Egois aku ini memang… aku masih manusia normal yang bisa merasakan rasa sakit…sekian lama aku bertahan. Aku juga punya jenuh. Aku bukan baja. Bahkan baja ketika dia dipanaskan juga akan meleleh, juga akan berkarat bila disentuh air… apakah aku tidak boleh seperti ini? Lalu harus seperti apa?

Aku tahu rasanya tidak punya orang tua yang lengkap. Appaku meninggal ketika aku masih dikandungan. Beranjak dewasa umma menyusul. Kedua oppaku berusaha bekerja keras. Aku terbiasa menyimpan semua yang ada sendirian. Termasuk ketika dalam pernikahanku. Puncaknya saat aku ditalak. Baru aku bercerita. Berusaha untuk bercerita. Aku selalu menyusahkan mereka. Entah kapan bisa membanggakan mereka. Bahkan aku tidak bisa membuat suami dan anakku bangga akan kehadiranku. Berguguran semua mimpi indahku satu persatu sebelum sempat berkembang. Mereka layu sebelum waktunya. Haruskah aku juga layu sebelum berkembang?

[Donghae POV]

Kecewa…kecewa…kecewa…hanya kata itu yang dilontarkan orang-orang tercintaku. Apa salah aku berkomitmen aku tidak mau terinjak harga diriku? Aku mungkin kehilangan istriku. Tapi aku tidak ingin kehilangan kedua orang tuaku. Mungkinkah benar aku ini belum benar-benar matang?

Pelan aku beranjak dari restoran ini. Donghan, sinetha, appa, umma… aku tidak ingin kehilangan apapun. Aku ingin tetap bersama mereka. Mulai membenahi diri dan tidak membuat kekacauan lagi dalam rumah tangga selanjutnya.

Tuhan, sedikit saja beri aku kesempatan. Meski aku belum bisa meyakini ucapan sinetha, tapi biarkan aku perlahan mulai memahami apa yang dia katakan. Aku ingin mencoba menerima semua ini. Aku ingin punya kenyataan bahwa donghan anak kandungku. Aku juga ingin seperti keluarga yang lain.

Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku memang tidak percaya pada sinetha. Tapi aku ingin donghan adalah anak kandungku. Harga diri bagi orang seperti aku memang paling penting. Kedekatan Sinetha dan Hangeng dulu memang sangat menyakitkan bagiku. Kenangan singkat mereka justru menjadi hal yang paling mereka ingat. Aku mencintai Sinetha. Aku mencintai istriku.

Sore yang kelabu ini aku habiskan dengan memutari jalanan menuju rumah. Meski aku sering berkata kasar pada mereka, tapi aku selalu menikmati masa ketika aku pulang ke rumah, melihat wajah sinetha menyambutku. Dan sedikit mengintip ke kamar donghan. Kalian tahu kan perasaanku pada mereka sebenarnya? Aku sendiri tidak tahu kenapa aku berlaku seperti itu pada mereka.

Jika memang donghan adalah putra kandungku. Aku bersumpah akan melakukan apapun untuk membawa sinetha dan donghan kembali kerumah, meski aku harus membiarkan jiwaku pergi. Aku akan melakukan apapun, bahkan jika harus mencium kaki semua orang didunia ini. aku tidak ingin kehilangan mereka untuk kedua kalinya.

[End Donghae POV]

Kangin oppa, yoon unnie, heechul oppa dan hangeng menjemputku di taman. Yoon unnie langsung memelukku. Mereka menatapku nanar seolah mengatakan betapa kasiannya dirimu, betapa diriku ini sungguh sangat memelas.

“mana donghan?” tanya heechul oppa

Aku tidak mampu menjawab, lidahku kelu…aku hanya menggeleng dan menangis…           “apa dia bersama lee ajjushi?” tanya kangin oppa

Aku menggeleng…

“dibawa donghae?” hangeng pun menanyakan juga hal itu

Aku menggeleng lagi… kutatap wajah mereka. Wajah bingung membayang jelas diwajah mereka. Seolah bertanya apa yang terjadi setelah pertemuan tadi.

“dia marah padaku…”ucapku lirih.

##########################################################

Aku tidak ingat sesudah mengatakannya. Hati yang sudah hancur, makin hancur… hari ini aku memutuskan untuk berhenti saja. Membiarkan semua ini mengalir. Aku punya batas. Dan aku juga terbatas. Apa tuhan ingin menghukumku dengan semua kejadian ini? Apa salahku di masa lalu sehingga dunia berlaku kejam kepadaku. Aku seorang anak yatim piatu yang sudah ditinggalkan kedua orang tuaku sejak berumur 1 tahun. Tinggal bersama kedua oppaku. Bertiga menyambung hidup. Membanting tulang sejak kecil. Bekerja sepulang sekolah. Kami tidak punya siapa-siapa di seoul. Hanya makam kedua orang tua yang kami miliki.

Dulu aku pikir dengan menikah, hidupku akan berubah menjadi lebih baik. Membangun keluarga yang bahagia selamanya. Tidak ingin mengulang masa-masa itu lagi. Tapi bukannya lebih baik, tapi kehidupan ini berputar lebih kejam. Apa kelahiranku ini hanya sebuah malapetaka bagi orang-orang disekitarku? Apa aku tidak berhak mengenyam keluarga bahagia?

Aku bertahan dalam ketidakpastian. Aku jenuh dengan keadaan ini. Aku rapuh. Aku bersungguh-sungguh berpura-pura kuat, dengan harapan kuat sesungguhnya. Tapi aku tidak kuat. Aku tidak bisa selamanya berpura-pura. Aku butuh penyangga seperti yang lain. Aku butuh seseorang yang mengerti hidupku. Perasaan cintaku pada donghae justru yang menyiksaku. Aku mencintainya dengan tulus. Mencintainya apa adanya. Memaklumi setiap kecemburuannya. Mencoba bertahan dan setia. Berulang kali memberinya kesempatan.

Salah satu alasanku bertahan adalah donghan. Dimana melihat dia, aku merasa melihat sebuah sinar terang penuntun jalan hidupku. Dia sekarang pergi. Aku memang seharusnya mencarinya. Tapi aku tidak bisa untuk sekedar mengangkat tubuh ini berlari mencarinya. Aku terlalu sedih tidak bisa menjadi orang tua yang baik baginya. Aku terlalu sakit hanya untuk sekedar mengabulkan keinginan kecilnya. Hidup seperti ini bagaikan hidup dalam masa berkabung seumur hidup…

##########################################################

[Hangeng POV]

Dia sudah seperti manusia tanpa harapan. Diam dalam tangisnya sendiri. Dia hanya duduk bersandar diranjangnya memandang foto suami dan anaknya. Bahkan dia tidak punya foto bertiga dengan keluarga kecilnya. Aku merasa bersalah padanya. Seandainya aku tidak muncul, dia pasti tidak akan mengalami kehidupan seperti ini.

Dia hanya menangis. Tidak mau makan. Tidak mau bicara. Tidak mau berhenti menangis. Dia sama sekali tidak bersuara. Tidak bergerak. Hanya air matanya yang terus mengalir, menandakan bahwa dia sedang merasakan sakit yang luar biasa. Tatapannya kosong.

Hatiku hancur melihat orang yang aku cintai sejak dulu hancur. Aku mencintainya…ya…aku mencintainya sejak aku mengenalnya. Seandainya aku mau egois, aku akan membiarkan dia berpisah dengan keluarga kecilnya dan memaksanya menikahiku. Membuatnya membenci suaminya. Seandainya aku mau, aku bisa menghancurkan rumah tangganya dari dulu.

Tapi, aku tidak bisa. Melihatnya bahagia dengan kehidupannya adalah mimpiku sejak aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Aku tidak mau dia kesepian karena jarak kami. Aku tidak mau menyiksanya dengan kesendiriannya bertahun-tahun menunggu aku. Aku bukan orang yang bisa seperti itu.

Heechul hyung dan kangin hyung pergi mencari donghan. Yoon nonna terus menangis melihat adik iparnya seperti itu. Memeluk sinetha yang tetap tidak bereaksi apapun. Seandainya ada yang bisa aku perbuat untuk mengembalikannya kedunia nyata…

“sinetha…”sapaku mendekatinya. Reaksinya sama sejak kemarin.

“aku ingin kau mendengar sebuah cerita nyata. Sebuah cerita yang mengatakan kebahagian itu ada. Dan nyata. Ada seorang sepasang kekasih yang berpisah karena jarak. Si pria memutuskan untuk mengakhiri cerita cintanya karena tidak ingi menyakiti hati gadisnya. Tidak ingin gadisnya kesepian. Tapi dia ingin kembali nanti. Kembali untuk melihat gadisnya bahagia. Benar. Dia kembali. Dia melihat gadisnya berada dalam pelaminan dengan wajah bahagia. Dia juga bahagia. Karena itu impiannya. Sekarang gadis itu terdiam, menangis, tidak berbicara dengan siapaun karena suaminya menyakitinya. Si pria sakit melihatnya. Dia ingin mengembalikan wajah bahagianya. Dia masih mencintai gadisnya. Masih…”

“kenapa kau menceritakan itu?”ucapnya lirih

“karena pria itu aku…”jawabku.

Dia kembali diam. Kembali menatap foto donghae dan donghan. Kembali menangis. Seperti tidak pernah mendengar perkataanku.

 

Uriga mannage doen narul chugboghanun I bamun
Hanuren dari pyoigo byoldurun misojijyo

“yobsoeseo…mwoya? ne hyung…kami akan segera kesana!”

Tuhan..cobaan apa lagi yang kau berikan pada sinetha….

Kenapa lagi…

Aku berlari mencari yoon nonna. Kangin hyung menelpon. Berkata bahwa ia menemukan donghan. Di rumah sakit. Kecelakaan, dan kondisinya kritis.

“kita harus membawa sinetha..”ucapku

“kau tidak lihat dia sekarang? aku tidak sanggup jika harus mengatakannya. Aku tidak bisa. Hatinya sudah terluka. Dia tidak akan mampu mendengar kabar ini.”

“tapi nonna..dia berhak tau. Dia harus tahu. Donghan anak kandungnya. Dia harus kembali ke dunia nyata.”

“….” yoon nonna malah menangis.

“Biar aku yang mengatakan ini padanya… Tadi dia sempat bertanya padaku. Aku yakin dia masih mau mendengarku.”

Akupun beranjak menuju kanar sinetha.

“sine-ya… Kau harus kembali… Ada seseorang yang membutuhkanmu. Kau harus menemuinya. Kau harus membuatnya sadar. Donghan ada dirumah sakit sekarang. Kondisinya kritis. Dia membutuhkanmu…”

Tidak ada tanggapan…

Tidak ada respon…

Dia masih sama seperti sebelumnya… Dia tidak bergeming.

Ya Tuhan…

Ku putuskan untuk membawanya, meski dia sama sekali tidak merespon dan cenderung mengikuti apa yang aku lakukan. Mungkin dengan melihat donghan, dia bisa kembali merespon lingkungannya.

Di jalan pun dia masih tetap seperti sebelumnya. Tidak ada perubahan. Masih membawa foto donghae dan donghan.

“kau tahu…aku selalu bermimpi mempunyai keluarga yang utuh… sejak kecil kami sendirian. Apakah sekarang anakku juga harus merasakan hal yang sama?”

Dia merespon meski hanya mengucapkan kata-kata itu. Entah dia mendengarku tadi atau tidak setidaknya dia berbicara sekarang.

“sine-ya… kau mau mimpimu menjadi nyata?”

“nee…”jawabnya lemah

“kau harus berjuang sedikit lagi untuk itu… kau tidak boleh menyerah sekarang. Malaikat kecilmu menginginkan mimpi yang sama denganmu… lihat wajahnya sekarang…”

##########################################################

Bertahan? Apa itu yang dia maksud sekarang? Aku bertahan sebanyak yang aku bisa. Aku bangkit sebanyak aku jatuh.

Mereka membawaku ke sebuah rumah sakit. Oppa bilang donghan kritis sekarang. Apalagi yang kau berikan ini tuhan? Tidak cukupkah dengan semua derita yang aku alami sekarang?

Kulihat ada seorang dokter keluar dari UGD dan berbicara pada kedua oppaku. Kuterobos orang yang menghalangi jalanku untuk mengetahui kondisi putra kecilku.

“dia membutuhkan tranfusi darah lagi tuan, persediaan rumah sakit sedang kosong untuk hari ini.”

“dok, ambil darahku…ambil sebanyak yang dia butuhkan…” ucapku menyodorkan tanganku.

“putra anda membutuhkan transfusi darah B+. Apa nyonya mempunyai darah yang sama?”

“B+?” aku menggeleng sambil menangis (lagi). Golongan darahku A+. Satu-satunya orang yang aku tahu bergolongan darah B+ adalah…ayah kandungnya, donghae. Tapi…mungkinkah dia mau?

Kulihat donghae berjalan mendekati ruang UGD, menuju ke arah kami…

“donghae-ya…” ucapku langsung menghampirinya.

“ada apa?” wajahnya sedikit terlihat khawatir.

“aku mohon…sekali ini saja.” Kutarik dia mendekati pintu UGD. “anak kecil itu…anakku…dia butuh transfusi. Golongan darahnya sama dengan golongan darahmu. Aku mohon… berikan dia sedikit darahmu….”

“donghan…”

“aku mohon…”ucapku berlutut padanya. “ akan aku berikan hak asuh dia kepadamu jika kau mau, aku tidak akan menuntut apa-apa darimu. Aku akan menjauh darimu dan darinya jika kau bersedia. Aku mohon… aku akan segera menyelesaikan perceraian kita. Asal kau mau menolongnya. Dia membutuhkan kau…” ucapku menangis berlutut padanya.

“tuan, golongan darah anda B+? Donghan sangat membutuhkannya” ucap dokter itu yang mulai terdengar samar olehku.

Aku terbangun disebuah ruang rawat. Tidak ada orang disini. Mungkin mereka semua ada bersama donghan. Seorang perawat menghampiriku setelah melihatku bangun.

“nyonya, sebaiknya anda jangan bangun dulu, kondisi anda masih lemah.”

“bagaimana kondisi putraku?”

“suami anda telah mendonorkan darahnya untuk putra kalian. Kondisinya mulai melewati masa kritis.”

Dia benar-benar menolong putranya sendiri. Dan aku harus menepati janjiku sekarang. Kulangkahkan kakiku turun dari ranjang perawatan. Dengan alasan aku ingin melihat donghan, perawat itu mengijinkan aku pergi. Aku memang melihat donghan meski dari jauh. Semua keluargaku termasuk donghae ada disana, mereka terlihat sedikit lega.

Aku memutuskan ini saatnya aku menepati janjiku. Kutelpon choi siwon, pengacara yang mengurusi perceraianku untuk segera menyelesaikan semua ini dan memberikan hak asuh donghan kepada donghae. Setelah itu, yang bisa aku pikirkan adalah membuang telponku dan segera pergi meninggalkan kota ini.

Aku melangkah keluar meninggalkan seoul hospital. Pulang kerumah mengambil barang-barangku dan tabungan yang aku punya. Membawa barang kesayangan donghan dan foto mereka bersamaku. Mungkin dengan begini, donghan bisa mempunyai kehidupan seperti yang dia inginkan selama ini. Bersamaku akan membuatnya kecewa. Menjalani hidup denganku tidak akan membuatnya maju dan merasakan indahnya keluarga yang utuh. Donghae pasti akan memberikan ibu yang baik untuknya. Sedangkan jika dia bersamaku, dia tidak akan mendapatkan ayah. Bahkan kehidupan kami mendatang akan lebih buruk dari sekarang. Dia tidak pantas untuk itu.

Meski aku sakit melakukan ini.

Meski aku terluka dengan ini.

Tapi demi seorang anak, seorang ibu akan menelan rasa sakit dari luka batinnya.

Seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Walaupun itu berarti perpisahan bagi mereka.

Kuputuskan pergi ke osaka. Tempat ibuku dilahirkan…

Donghan sayang…

Mianhaeyo… kalau kau sudah bisa membaca nanti… maafkan oemma sayang…

Baik-baik ya bersama appa. Kalau kau merindukan oemma nanti…

Pergilah ke taman bunga krisan di Incheon. Lihat krisan putih yang ada disana.

Saat angin bertiup, oemma akan hadir dan menciupmu bersama bunga krisan yang kau pegang…

Jika kau marah pada oemma…cabut semua bunga krisan putih yang ada dipekarangan rumah yang appa buatkan untuk kita…

 

 

Donghae-ya…

Aku menepati janjiku untuk menyelesaikan perceraian kita. Kau bisa menghubungi siwon. Aku sudah mengatakan semunya…

Terima kasih untuk perjalanan kita selama ini.

Kisah cinta yang tak akan aku lupakan selamanya.

Katakan pada donghan aku sangat mencintainya…

Jaga dia ya…

Dia anak kandungmu….dia buah cinta kita

Dia bukan anak hangeng. Kau satu-satunya yang pernah menyentuhku…

Suatu hari nanti aku harap kau bisa mengerti semua ini…

Satu-satunya yang aku cintai adalah kau…

Hangeng adalah masa lalu…

Selamat tinggal…

Kutinggalkan selembar surat di kamarku… kucium foto pernikahanku dnegan donghae yang terpasang di kamar itu. Foto dimana kami benar-benar merasa bahagia….

tbc…to be continue

by:

SINE’s@mo~ng_Lye’Sinetha Mongli’

PS: tunggu part terakhir ya….

SOUL IN SEOUL [DITENGAH BALADA INI…]

Hari ini Sooyoung menikah…aku mendapat undangan darinya…tapi kurasa aku akan datang…aku ingin berterimakasih padanya karena telah membuka jalan keluar untuk semua penderitaanku. Membebaskan anakku dari rasa sakit hati….

Dan hari ini juga sidang pertama kami. Bagaimanapun tak ada wanita yang ingin menjadi janda. Dan tidak ada wanita yang tidak sedih akan menjadi janda. Begitu juga aku…

Mungkin aku bersalah…Mungkin aku juga yang membuat keadaan ini menjadi seperti ini. Mungkin akulah yang menciptakan neraka bagi anakku sendiri…

Yoon unnie yang menemaniku ke sidang pertamaku. Tentu saja dengan tim pengacaraku. Aku tidak ingin Hangeng oppa datang. Walaupun aku sudah tidak peduli dengan tuduhan Donghae, tapi aku tidak ingin memperkeruh suasana. Aku juga tidak ingin Kangin oppa datang. Aku tidak mau ada keributan. Aku ingin semua segera berakhir. Aku tidak mau Han terluka, meski nanti suatu saat dia juga akan merasa terluka. Aku ingin semua yang berawal baik juga berakhir dengan baik. Tentu saja Han tidak aku bawa…

Rasanya sakit sekali…

Pukul 10.00 tepat sidang kami dimulai…Aku sendiri tidak begitu mengikuti sidang ini. Yang jelas aku ingin segera mengakhirinya. Tapi jika dia ingin rujuk dan memulai kembali menata pernikahan yang hancur ini, dalam hatiku aku ingin sekali menerimanya. Tapi aku juga bukan malaikat…

Kujawab pertanyaan jaksa sebisa yang aku ucapkan dan setahu yang aku lihat. Hampir saja pertahananku runtuh menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Aku berusaha menahan perih yang makin menganga ini. Aku berusaha tidak memandangnya. Hanya akan membuatku semakin sakit saja….

“Yang Mulia Hakim…mengenai permasalahan hak asuh anak. Klien kami meminta hak penuh atas putra mereka, Lee Donghan.” Ucap pengacara donghae.

“APA KATAMU? HAK ASUH? KAU MAU MENGAMBILNYA DONGHAE-SSHI? BELUM PUAS KAU MENYAKITI HATIKU SELAMA LIMA TAHUN INI? BELUM PUAS KAU MENYIKSA ANAKKU? KAU INGIN MENGAMBILNYA BEGITU SAJA? INGIN MENYAKITINYA LAGI?”

Aku benar-benar tidak lagi bisa menahan emosiku di sidang ini.

“Nona Sinetha, tahan emosi anda” seru Hakim padaku.

“Menahan emosi? Untuk seorang seperti dia? Tidak! Bagaimana dia mau mengambil anakku? Selama ini kau tidak pernah mau melihatnya! Selama ini kau bahkan tidak menyentuhnya! Selama ini kau tidak peduli padanya! Selama ini kau tidak pernah menganggap dia anakmu! Selama ini kau selalu berkata dia anak hangeng! selama ini kau yang membuatknya menangis!!!!! Bagaimana kau mau mengambilnya dariku? Apa belum cukup perceraian ini dan semua perlakuanmu pada kami? APA SEMUA ITU BELUM CUKUP TUAN LEE DONGHAE??????”

“Nona! Ini sidang! Sebaiknya anda menahan emosi!” bentak Hakim padaku.

“Yang Mulia Hakim yang terhormat, apa anda tahu yang aku rasakan selama ini? Aku mengandung tanpa ada peduli darinya! Aku melahirkan sendirian tanpa dia! Aku mencari makanan yang aku idamkan sendirian! Aku mencari semua yang kubutuhkan selama kehamilanku sendirian! Aku mengurusnya sendirian! Aku yang membesarkan dia sendirian! Aku yang menenangkannya sendirian! Aku yang menyusuinya! Aku yang selalu berbohong padanya tentang kenapa ayahnya tidak mau menyentuhnya! Apa anda merasakan semua yang aku rasakan?”

“Nona! Bawa dia keluar! Sidang kita lanjutkan 3 hari lagi!”

pengacaraku membawaku keluar ruangan sidang. Ku hampiri Donghae yang baru keluar dari ruang sidang.

PLAAAAAAAAAAAK!!!!

“tamparan ini sangat kurang pantas untuk seorang sepertimu!!!!seharusnya kau mendapatkan lebih dari tamparan ini! Masih tega kau berusaha menyiksaku dengan memperebutkan hak asuh Donghan! Apa kau sudah mengakui dia darah dagingmu? Hah? Jawab aku pecundang!”

Aku cabut kata-kataku…AKU BENAR-BENAR TIDAK INGIN  KEMBALI KEPADANYA!!!!

“Aku…”

“Tuan Lee punya hak untuk meminta hak asuh atas putranta nyonya…” sela pengacara Donghae

“KAU TIDAK BERHAK BICARA PADAKU!!! Kau tahu Hae…sekarang sepertinya aku sangat menyesal menikah denganmu…aku sakit…kau ego….”

“HENTIKAN!!” bentak seseorang pada kami.

“Aboji…”desah Donghae…

“Kalian berdua ikut aku!”perintah aboji.

Aboji membawa kaMi ke sebuah rumah makan yang sepertinya sudah dipesan sebelumnya. Tempat ini kosong. Hanya Aku, Donghae dan Aboji,ayah mertuaku.

“Katakan padaku kenapa kalian bercerai?” Tanya Aboji pada kami berdua. Aku hanya diam.

“Karena pernikahan kami memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi aboji…”jawab Donghae. Aboji tampak tidak puas dengan jawabannya.

“Seharusnya kalian membicarakan ini dengan keluarga. Kalian anggap apa aku ini? Sampai hal sepenting ini kalian diam saja tidak memberitahukan keluarga. Apa kalian pikir perceraian ini hanya untuk kalian berdua saja? Apa kalian tidak memikirkan perasaan keluarga kita? Kalau kalian tidak memikirkan keluarga kita…setidaknya pikirkan perasaan Donghan”

“Aboji…kami bercerai justru demi kebaikan donghan. Aku tidak mau Donghan menderita selamanya. Aku ingin dia bahagia. Aku tidak mau…Aku tidak mau….ayahnya sendiri mengatakan bahwa Donghan itu bukan anaknya, tapi anak hasil perselingkuhanku. Aku mohon Aboji mengerti kami…”ucapku akhirnya

“Apa maksudmu?”

“Putra Aboji selalu mengatakan Donghan itu anakku dengan Hangeng. Bersumpah demi nyawaku dan nyawa anakku, donghan adalah cucu kandung Aboji, darah daging putra Aboji sendiri…”

“Kau? Bagaimana?”Aboji memandang tajam Donghae.

“Appa…akan aku ceritakan semuanya…” dia mulai bercerita tentang kehidupan kami setelah menikah…sungguh sakit hatiku mendengarnya. Semuanya hanya berdasarkan  rasa cemburunya yang sangat tidak beralasan (baca: SOUL IN SEOUL [SEGALAKU…-DONGHAE POV-])

“Jadi kau mengira malam itu aku lembur malah melakukan hal yang bukan-bukan dengan Hangeng? Kau tahu…kalaupun aku mengejarmu saat itu, Apa kau mau mendengar semua penjelasanku? Tidakkan!” emosiku mulai naik lagi…demi tuhan…pikiran macam apa yang dia milikki.

“Setidaknya kau mengejarku!” teriaknya tak kalah keras

“Aku mengejarmu sebisa mungkin! Tapi kau sudah pergi…”

“Kita disini untuk membicarakannya baik-baik…Jangan bertengkar! Lihat dia!” bentak aboji sambil menunjuk seseorang.

“Donghan?” ucap kami spontan

“Jangan kalian bertengkar dihadapannya! Ceritakan semuanya sekarang! Didepan Donghan!”

Donghanpun beranjak duduk dipangkuan eomonim yang datang dengannya.

“Donghan…” desahku sambil menitikkan air mata…Tuhan…

“Umma…Jangan menangis…”ucapnya memandangku memelas…

“Oemonim akan menutup telinganya, kalian ceritakan semuanya. Demi dia…demi masa depannya…”seru oemonim kepada kami

“Kau tahu Donghae-sshi…Hatiku terluka sekali ketika pertama kali aku mengabarkan kehamilanku padamu. Kau malah menuduhku yang bukan-bukan. Aku bertekad aku harus melahirkan dia…Agar kau tahu bahwa dia adalah anak kandungmu. Walaupun kau tidak peduli pada kandunganku. Aku menekan perasaanku. Aku tidak ingin kehilangan bayiku. Berkali-kali aku hampir keguguran karena stress dan terlalu lelah…Sebisa diriku kujaga dia…Aku berharap sikapmu berubah dengan lahirnya dia. Pertama kali aku ngidam, aku ingin kau mencarikannya untukku seperti pasangan-pasangan lain…tapi hanya tuduhan yang aku dapatkan. Aku menyadari usahaku merengek minta dicarikan apa yang membuatku ngidam tidak akan pernah berhasil. Meski aku lelah, aku berusaha mencarinya sendiri. Beruntung Bibi Jung dan Paman Park mau membantuku mencarinya. Tanpa mereka aku pasti sudah kehilanagn Donghan. Di satu hari…aku ingat waktu aku pendarahan hebat? Mungkin kau sudah lupa… waktu itu aku sangat ingin makan bakso ikan di Kangnam. Paman Park dan Bibi Jung sedang ada keperluan hari itu. Tidak ada teman kantor yang longgar. Aku datang ke kantormu, Berharap kau mau mengantarku. Tapi seperti biasa, kau menolak keinginanku untuk kesekian kalinya. Aku tidak bisa menahan diriku untuk pergi ke Kangnam sendirian mengendarai mobil. Ngidam itu membuatku sangat mual jika tidak dituruti. Huh…aku sampai disana dengan ribuan rasa sedih….Kutekan perasaanku sebisa mungkin. Justru disitulah letak kesalahanku. Emosiku tertahan…Ajjuma yang menjaga tempat itu berteriak padaku melihat kaiku mengeluarkan darah. Aku pendarahan. Aku sendiri tidak menyadarinya, karena aku konsentrasi menekan emosiku.”

“Sine-ya…”desah Oemonim sambil terisak….

Donghan pun beringsut turun dan meminta duduk dipangkuanku

“Setelah itu aku tidak tahu lagi…Aku berdoa bayiku selamat…Kangin oppa yang pertama kali kulihat saat aku sadar….Aku ingin melihatmu…aku….” Akupun terisak lagi mengenang saat-saat itu…rasanya sungguh sakit…

“Sine-ya…Lanjutkan nak…”ucap Aboji lembut

“Aku ingin kau ada disampingku…Begitu juga saat aku melahirkan donghan. Anak kecil kita yang manis ini…”ucapku sambil membelai rambut Donghan.

Dia hanya diam menundukkan kepalanya.

“Saat itu, aku rapat dikantor…Sebenarnya semua orang memaksaku pulang…Tapi aku memaksa ikut rapat…Aku jenuh dirumah melihat sikap dinginmu…mendengar kata-kata pedasmu…Waktu itu aku berjalan menuju ruang rapat dengan Direktur Hangeng. Tiba-tiba perutku mulas…Dia melarikanku kerumah sakit, karena ketubanku sudah pecah…Sampai disana aku langsung masuk ruang bersalin. Aku memaksa suster untuk memanggilkan Hangeng. Aku ingin memintanya untuk menjemputmu, Aku ingin kau ada disampingku saat aku melahirkan…Aku ingin didampingi olehmu…Tapi kau tak ada…Kau tak datang….Aku menangis sambil melahirkan…bukan karena kau meraskan kesakitan melahirkan bayi kita, tapi karena hatiku sangat sakit menyadari kenyataan suamiku sendiri tidak ada untukku. Aku sempat berharap, aku dan bayi kita tidak usah selamat saja….Aku benar-benar sedih saat itu…Sampai Donghan dibawa pulang…Kau tetap tidak hadir…Aku berpura-pura kau selalu menelponku setiap saat. Walau ternyata semua itu percuma….”

“Aku kira kau meminta hangeng menemanimu melahirkan. Aku melihat dia masuk ruang bersalin” ucapnya pelan.

Oemonim makin menangis sesegukan dipelukan aboji. Begitu kasihannyakah nasibku?

“Hanya segitu usahamu ada disampingku? Andai saja Tuhan mengabulkan doaku untuk mengambil nyawa kami, mungkin semuanya akan baik-baik saja sekarang…tidak akan ada yang terluka selama beberapa tahun…semuanya akan bahagia…. aku dan Donghan juga bisa bahagia berdua selamanya….”

“Hentikan sine-ya!!!” bentak Donghae

“Kenapa aku harus berhenti? Kenapa aku harus menghentikan mimpi terindahku?”

“Karena…aku…tidak mampu kehilangan kalian!” desahnya

“Kau? Tidak mampu? Tapi kenapa kau mampu menyakiti kami? Apa menyakiti kami adalah sebuah kewajiban dan kebutuhan bagimu? Begitu??”

“Aku juga tidak tahu…Aku ingin kalian, tapi aku tidak bisa menerima ucapanmu tentang han yang anak kandungku!!! Bagiku dia anak kandung Hangeng! Aku mencintaimu, aku mencintai Anakmu..”

“Perkataanmu bertolak dengan sikapmu Donghae-sshi…semuanya serba tidak sinkron!!! Kalau kau memang mencintai kami, seharusnya kau mencoba mencari jalan pakah yang aku katankan benar atau tidak, berusaha instropeksi, berusaha mendengarkan. Tapi kau tak pernah melakukan itu semua. Bahkan ketika aku yang tak pernah bosan menyodorkan hasil DNAmu dengan Donghan,kau selalu membakarnya tanpa mau melihat hasilnya. Maaf Aboji…kami harus pergi…Donghan! Kaja….kita pulang…”

“Nee…Umma…Araboji, Halmoni…Donghan pulang dulu…App…anyeonghaseyo…” ucapnya seraya menatapku.

“Pamitlah pada Appamu kalau kau mau…Umma tidak marah…”desahku menyadari dia membatalkan kalimatnya tadi.

Donghan menghampiri Donghae perlahan, menyentuh tangannya…dan…

“Appa…DONGHAN pulang dulu ya…Donghan sayang appa…” ucap Donghan mengecup tangan donghae.

Aku sungguh tidak tahan melihat keadaan itu…ya Tuhan…Kenapa kau berikan aku cobaan seperti ini…Kenapa kau berikan aku anak yang begitu mencintai kami, orang tua yang tidak becus seperti ini…dan apakah seorang Lee Donghae tidak pernah tersentuh hatinya mengakui buah cintanya sendiri?

“Kaja…Kita pulang…”

[Donghae POV]

Sekarang aku mencoba mendengar…tapi sepertinya terlambat…rasa cemburu itu telah mengalahkan akalku. Aku yakin aku tidak ingin kehilangan mereka, tapi aku juga yakin aku masih tidak percaya Donghan anak kandungku. Mereka bagian dariku, meski aku tidak pernah menyentuh mereka…

Aku ingin memulai semuanya kembali. Aku tahu ini salahku. Donghan…meski kau bukan anakku, Appa meyayangimu nak…meski hanya melihat dari jauh…

“Nee…Umma…Araboji, Halmoni…Donghan pulang dulu…App…anyeonghaseyo…”ucap donghan dengan polosnya. Dia terlihat takut menyebutku appa…Tuhan, Kenapa sekarang rasanya sakit?

“Pamitlah pada Appamu kalau kau mau…Umma tidak marah…”

Sinetha…tak ada wanita yang bisa sepertimu…

Donghan menghampiriku perlahan, menyentuh tanganku…dan…

“Appa…Donghan pulang dulu ya…donghan sayang appa…” ucap donghan mengecup tangan ku.

Aku sungguh tidak tahan melihat keadaan itu…ya Tuhan…anak ini…meski aku tidak pernah berbuat baik padanya tapi dia menyayangiku, orang macam apa aku ini???

“Kaja…kita pulang…” seru Sinetha.

“Tunggu!!!”teriakku

“apa lagi yang kau inginkan?” ucap sinetha tanpa menoleh padaku

“Aku ingin tes DNA!!!”

“Terlambat…”ucapnya sambil berlalu…

Tidak adakah kesempatan untukku? Dulu memang aku selalu menolak ketika kami bertengkar soal Donghan, dan dia mengusulkan tes DNA. Meskipun diam-diam dia melakukannya dan menyodorkannya pdaku, tapi aku selalu membakarnya sebelum aku melihatnya. Waktu itu memang hatiku tak tergerak untuk percaya. Tapi kenapa disaat aku ingin memperbaiki semuanya aku ingin memulainya kembali dia malah seperti ini? Karmakah ini Tuhan? Hukumankah ini untukku?

Dia berlalu menghilang bersama Donghan. Aku…

“Donghae…Sekarang kau tahu semuanya kan? Appa kecewa padamu. Aku kira kau sudah cukup dewasa untuk berumah tangga. Andai saja Appa tahu akan seperti ini kehidupan kalian. Appa tidak akan pernah mengijinkanmu untuk menikah dengan siapapun. Appa merasa gagal. Sinetha gadis yang baik, Menantu idaman semua mertua. Tapi betapa ruginya dia mendapatkanmu. Banyak yang memintanya menjadi menantu, termasuk teman-teman appa. Ternyata…dia malah tersiksa menikah denganmu. Appa menyesal pernah membanggakanmu…Sekarang terserah padamu…Appa tidak peduli lagi…”appa pun berlalu dari hadapanku. Raut mukanya sangat suram. Aku tidak pernah melihat beliau seperti ini sebelumnya. Umma hanya menangis ditempatnya.

“umma…” desahku berusaha menyentuh tangannya.

“jangan…jangan sentuh umma…kau…membuatku kecewa nak…”ucap umma sambil terisak mengekor dibelakang Appa.

Tidak ada yang bisa aku katakan…Aku ingin kembali Tuhan….

[End Donghae POV]

Dia? Baru menginginkan tes DNA sekarang? Donghan yang sedari tadi diam, tiba-tiba berhenti.

“Umma…Donghan sayang Umma…Donghan sayang Appa…Donghan ingin ke kebun binatang bertiga…donghan ingin tidur bertiga…Umma…boleh ya? Umma…” ucapnya menatpku memelas

Ya tuhan…Anakku menyimpan mimpinya selama ini…disaat semua sudah seperti ini, dia menginginkan kehangatan orang tua yang tidak pernah dia dapatkan. Sungguh tak berguna bagiku hidup mendengar mimpinya yang tak akan pernah bisa aku turuti.

“Donghan-ya…dengarkan Umma…Umma juga sayang Donghan…TAPI Tuhan hanya mengijinkan kita berdua saja nak…”

“Umma…Umma sayang donghan kan? Umma…boleh ya…sekali saja…aku…tidak pernah bisa bercerita tentang Appa kepada teman-temanku…aku mohon Umma…”

Aku menangis lagi mendengar kata-katanya.ya Tuhan…anak sekecil ini, kenapa dia pandai sekali merangkai kata-kata menghancurkan hati ibunya. Padahal sebelum ini dia tidak pernah merengek hal seperti ini…

Kubelai rambutnya…

“Donghan-ya…Bagaimana kalau kita kekebun binatang bertiga dengan Han ajjushi? Kau mau kan?” akhirnya hanya ini yang bisa kutawarkan padanya. Setidak aku masih bisa meminta Hangeng untuk menemani kami.

Dia pun menggeleng dalam isak tangisnya. “Donghan ingin Appa…Bukan Han ajjushi, Han Ajjushi bukan Appa Donghan…Minggu depan aku harus bercerita tentang appa…aku akan diejek..Kalau tidak bercerita…Mereka akan bilang aku tidak punya Appa…Umma…”

“Nak..Umma mohon…Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya, kau anak umma yang paling mengerti perasaan umma. Umma dan appa tidak bisa bersama sayang…donghan mau umma sedih?”

Dia pun menggeleng sambil terus menunduk dan menangis…anakku yang hampir berumur 5 tahun ini harus menjadi korban keegoisanku. Umurnya baru 4 tahun lebih, tapi kenapa sekarang dia seolah sudah berumur 8 tahun???

“Donghan…mianhaeyo…umma tidak bisa mengabulkan permintaanmu…” kukecup keningnya, kucoba menghapus air matanya. Tapi dia menepisnya.

“UMMA JAHAT!!!” donghan berlari kencang meninggalkanku di taman tempat kami singgah. Aku berusaha mengejarnya. Tapi dia menghilang dia sela-sela padatnya oarng yang berjalan kaki.

Ya Tuhan…dia tidak tahu daerah ini…

“DONGHAN…DONGHAN…”

Aku terus menyusuri jalan mencari keberadaannya…

“DONGHAN….kamu dimana nak…umma mohon…umma akan turuti permintaanmu…DONGHAAAAAAAAAAAAAN…DONGHAAAAAAAAAAAAAAN…”

Aku sudah serperti orang gila mencarinya. Anakku…balitaku…

tbc…to be continue