“Berikan anakku!”
“Tidak! Sampai kau beritahu aku kenapa kau sangat membenciku sekali”
“Berikan dia!”
“Sudah kukatakan tidak! Kau pasti tahu sesuatu…”
Aku berusaha merebut anak kecil yang masih berumur sekitar 14 bulan itu dari tangan kali-laki yang sangat kubenci. Namun dia malah membawa anakku lari ke dalam bangunan gedung tua itu. Tidak tahu apa yang akan terjadi, yang ada dipikiranku hanyalah berlari mengejar laki-laki itu. Bayi kecilku menangis meraung-raung dalam dekapannya. Memandangku ingin berlari kepelukanku, namun tidak bisa. Ku kukejar dia. Tetapi laki-laki itu Malah terus masuk dan naik ke lantai paling atas gedung tua.
“Berikan anakku! Aku mohon!” ucapku melihatnya meminumkan sesuatu pada Donghan, anakku satu-satunya.
“Tidak akan!” ucapnya masih memberi Donghan minum sesuatu yang aku tidak tahu apa. Sejurus dengan itu, pelan-pelan kulihat Donghan diam menangis dan sepertinya dia tertidur.
“KAU? APA YANG KAU BERIKAN PADANYA?”bentakku tidak tahan. Kuraih apapun yang bisa kujadikan senjata.
“Sedikit penenang agar dia tenang. Beritahu aku ini siapa, sehingga kau begitu membenciku” tanyanya sambil meletakkan Donghan dimeja disampingnya.
“KAU GILA!!! DIA MASIH BAYI! AKU TIDAK MENGENALMU…SUDAH KUKATAKAN AKU TIDAK MENGENALMU SAMA SEKALI! Berikan dia!”
Kuhantam lengannya dengan kayu yang ada ditanganku. Secepat mungkin ku ambil Donghan dari meja. Bayi kecilku pingsan.
“Sayang…Donghan bangun nak…Donghan bangun…” kugoyangkan tubuh Donghan, namun ia juga tidak tersadar. Badannya mulai dingin. Sebuncah perasaan takut melandaku. Bukan takut pada laki-laki itu, tapi takut terjadi sesuatu pada Donghan.
“Donghan bangun…Donghan” kubopong menuruni tangga sambil terus berusaha membangunkannya. Seharusnya dia tidak diberi obat penenang seperti itu. Tubuhnya tidak akan menerima itu. Dia masih dibawah umur.
“Tunggu!” teriak laki-laki itu ketika aku menuruni satu persatu anak tangga.
“Apa lagi yang kau inginkan? Belum puas kau membuat anakku seperti ini!” ucapku dalam tangis. Laki-laki itu tetap mengikuti berusaha membuatku berhenti.
“Pergi kau dari sini! Jangan ikuti aku! PERGI!” bentakku padanya didepa gedung.
Tubuh Donghan semakin dingin. Napasnya semakin lemah. Aku berlari menuju jalan besar. Tidak peduli kakiku kini yang tidak beralas. Bagiku yang penting adalah Donghan bangun dan sadar. Ku dengar suara langkah kaki dibelakangku. Aku tahu pasti dia masih mengikutiku.
Sebuah taxi melintas didepanku. Kukejar sampai sopirnya menyadari bahwa ada yang mengejarnya.
“Maaf nona, saya sudah mau pulang, nggak narik lagi”ucpnya setelah membuka kaca depan.
“Ajjushi saya mohon, Anak saya sedang kritis…Dia butuh pertolongan…”
“Tapi saya ada acara pernikahan saudara mbak”ucapnya
“Ajjushi …Tolong saya…Berapapun…Akan saya bayar…Asalkan bapak mengantarkan kami kerumah sakit…Aku mohon pak”
“Antarkan kami!” ucap laki-laki itu langsung masuk ke dalam taxi. Tanpa pikir panjang langsung saja aku ikut menaiki taxi tersebut.
“Tapi nak!”
“Ayo! Atau aku akan meremukkan tulangmu!” ucapnya keras. Sopir itu langsung memacu mobilnya kearah rumah sakit..
Sesampainya dirumah sakit kubawa dia ke UGD. Kuserahkan beberapa lembar 50roemmaan kesopir itu. Tapi sopir itu menolak.
“Sudah nona…Buat biaya rumah sakit saja”ucapnya berlalu.
Dokter langsung menangani kondisi Donghan. Beberapa perawat masuk dengan seorang dokter lagi. Pikiranku sudah melayang kemana-mana. Donghan…
“Bagaimana kondisinya?”tanyanya mendekatiku.
“Untuk apa kau disini? Pergi kau dari sini!”ucapku tanpa memandang wajahnya
“Aku…”
“Aku apa? Belum puas kau menculiknya, dan sekarang kau membuatnya hampir sekarat? PERGI KAU DARI SINI!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu disini! PERGI!” kudorong ia menjauhi UGD.
Beberapa pasang mata memperhatikan kami. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin dia pergi selamanya dan tidak mengganggu hidupku. Menjauh dalam arti yang sebenarnya.
“Aku tahu aku salah… Tapi aku rasa kau menyembunyikan sesuatu. Kau pasti tahu sesuatu mengenai aku…Aku hanya ingin tahu”ucapnya mencoba meyakinkanku.
“PERGI! Sudah kukatakan aku tidak tahu apa-apa tentang kau! Aku tidak mengenalmu!”ucapku memalingkan muka.
“Bohong! Aku merasakan sesuatu yang berbeda!”
“Sudah kubilang! Pergi kau dari sini!”
Tepat ketika aku selesai mengatakannya seorang perawat keluar dari UGD dengan ekspresi yang tidak terlukiskan dengan kata-kata.
“Anda keluarga si bayi?”
“Saya oemmanya Ners, Bagaimana kondisi anak saya?”
Perawat itu menghela napas panjang, seperti ada sesuatu yang berat. Melihatnya seperti itu membuatku tambah kalut,”Obat penenang meracuni dirinya. Seberapa banyak anak anda menelannya?”
Kutarik kerah baju laki-laki yang masih berdiri disisi lain pintu UGD, “Berapa banyak yang kau berikan pada anakku jahanam! Katakan!”
“15 tetes”ucapnya lirih. Ada nada penyesalan dalam ucapannya.
“15 tetes obat penenang? Dengan dosis tinggi?” ucap perawat itu.
“Ya…” ucap laki-laki itu sambil menunduk.
“Nyonya, Anak anda membutuhkan tranfusi darah. Dia harus ditranfusi untuk menghilangkan racun dalam darahnya. Waktu kita tidak banyak, kurang dari 30 menit”
Pikiranku sangat kalut mendengar penjelasan perawat itu, antara ingin segera mencari darah untuk Donghan dan mencekik laki-laki itu.
“Nyonya…”pAnggil perawat itu.
“Ambil darah saya ners…Ambil sebanyak-banyaknya sebanyak yang doemmatuhkan Donghan”
Kuikuti kemana perawat itu pergi. Dan masih…laki-laki itu mengikutiku. Tak kupedulikan dia kali ini, yang kau inginkan adalah Donghan sadar. Dia bangun, dia sehat.
“Maaf nyonya…Darah anda tidak cocok dengan putra anda” seketika itu runtuh juga semua harapanku “Mungkin suami anda itu cocok dengan golongan darah putra kalian” katanya sambil menunjuk pada laki-laki brengsek itu.
“Dia bukan suamiku, dan Donghan bukan anaknya! Bagaimana dengan darah dari PMI?”
“Persediaan darah mereka koJoon untuk golongan darah putra anda.”
“Rumah sakit lain?”
“Kami sedang menunggu jawaban. Tapi waktu kita sangat terbatas”
“Mungkin kalian boleh mencoba dengan darahku?” ucap laki-laki itu. Perawat yang baru kuketahui bernama Ners Min Ji itu langsung mendekati laki-laki itu.
“TIDAK! Aku tidak mau darah kotormu mengalir ditubuh anakku! TIDAK AKAN PERNAH!!!! Kau tunggu disini Ners…Aku akan membawakan darah yang cocok untuknya. Dan jangan sekali-kali menggunakan darahnya!”
“Tapi nyonya…Waktunya sangat sempit . Apa salahnya dicoba?”
“TIDAK!”bentakku.
Aku keluar ruangan itu.menemui semua orang yang ada disana. Meminta mereka untuk melakukan tes darah. Beberapa orang hanya memandangiku saja. Tapi tak seorangpun bergolongan darah O-. Waktu terus berputar. Sudah hampir 30 menit. Aku berjalan lunglai. Berdoa pada Tuhan untuk memberikan keajaiban. Kulangkahkan kakiku menuju UGD. Bersiap menerima kenyataan yang akan terjadi.
Tuhan…Aku mohon…Jangan ambil Donghan dariku. Setelah semua yang aku lalui bersamanya. Setelah semua duka yang hinggap.
Kulihat Ners Min Ji bergegas menuju UGD dengan sebuah kantong darah ditangannya.
“Darah Siapa?”tanyaku waspada
“Golongan darah tuan ini cocok dengan putra anda”
“Tidak Ners…TIDAK…TIDAK…AKU TIDAK RELA…JANGAN!”kuhalangi langkahnya. Rasa sakitku menghilangkan rasionalku untuk menerima dia.
“Tapi putra anda sangat membutuhkannya”
“Aku nggak mau…Pasti ada orang lain yang memiliki golongan darah sama”
“Nyonya…Waktu kita terbatas…”
“Aku akan mencari…Aku akan mencari…”ucapku frustasi dengan kenyataan ini.
“Apa kau benar-benar ingin membunuh dia?”ucap laki-laki itu.
“Aku? Kau yang ingin membunuhnya! KAU INGIN MEMBUNUH ANAKMU SENDIRI!” ucapku berlinang air mata. Ucapanku sudah tak terkontrol lagi.
Tanpa memperdulikan kami, perawat itu masuk membawa kantong darah untuk Donghan. Darah appa kandungnya.
“Ners….Jangan…Aku tidak mau darahnya mengalir dalam tubuh anakku!” ucapku dalam tangis.
“Kau tadi bilang apa? Anakku? Dia anakku?”ucapnya berlutut di depanku.
“PERGI KAU!AKU TIDAK INGIN MELIHAT MUKAMU LAGI”kudorong dia sekuat tenagaku lagi.
********************************************
“Yoora…Jangan ngambek begitu donk…Aku kan ke china untuk seminar…Hanya seminggu…”
“Oppa…Aku kan lagi hamil…Masa kau tega meninggalkan aku…Bagaimana kalau aku butuh sesuatu?”
“Aku selalu ada…Di hatimu…Sudahlah…Kan ada simbok juga kan? Aku pasti cepat pulang”
“Janji?”
“Janji…aku pasti akan pulang. Aku akan menelponmu dan memastikan jagoan kecil kita sehat. Kau harus banyak makan…”
“Pasti dokter Donghae…” dikecupnya kening Yoora sambil membelai lembut perut Yoora yang kini tengah mengandung 6 bulan.
Sang pria yang dipAnggil dokter Donghae itupun pergi membawa koper kecil. Memasuki mobil yang akan mengantarkannya ke bandara.
********************************************
Setelah kudorong, laki-laki itu bukannya pergi Malah diam terpaku. Tiba-tiba dia mendesah kesakitan sambil memegang kepalanya…
“Yoora…”sebutnya pelan sambil menatapku.
Ku tatap matanya Terkejut karena dia menyebut namaku. Mendengarnya menyebut namaku bagaikan disayat sembilu.
“Yoora? Itu namamu kan?”ucapnya masih sambil memegang kepalanya. Aku sendiri masih diam membisu, berusaha memalingkan muka. Aku tidak menyangka. Perkataanku tadi membuatnya sedikit mengingat.
“Katakan padaku bahwa namamu Yoora?” desaknya. ”Wajahmu mirip perempuan itu…Aku mengingat sesuatu…Katakan itu benar…kau Yoora yang mengantarkan aku pergi…Kau menyebutku dokter Donghae?”
“Sudah kukatakan aku tidak kenal kau!”ucapku menjauh.
“Yoora?” pAnggil seseorang. Yang aku tahu pasti bukan suara laki-laki itu. Tapi orang lain. Kenapa malah namaku disebut? Dihadapannya?
“Siwon Oppa?” ucapku terkejut mengetahui kakak tingkatku di universitas dulu.
“Donghae?” serunya pelan. Sembari menatapku. Seakan meminta kepastian yang berdiri disana mas Donghae. Suamiku yang hilang.
“Kau pAnggil aku Donghae? Dan dia Yoora kan?” seru laki-laki itu menunjuk kepadaku.
“Ya…” jawabnya. “Dia sudah mengingatmu?” aku pun menggeleng.
“Hanya sedikit”ucapku pada akhirnya melihat tatapan keheranan dari mas Siwon.
“Bingo! Siapa namamu?”Tanya Siwon Oppa pada Donghae Oppa, laki-laki itu.
“Joon ho! Tapi kenapa kalian menyebutku Donghae? Aku ingat kau memAnggilku dokter Donghae” ucapnya kebingungan bergantian menatapku dan Siwon Oppa.
“Namamu Lee Donghae , Joon ho nama kecilmu, kau seorang dokter. Dulu!”
Kemudian Donghae Oppa menceritakan apa yang baru diingatnya. Sungguh aku tidak tertarik mendengarnya. Aku tidak tertarik. Aku tidak ingin tahu. Karena yang dia ingat tidak akan mengubah kenyataan. Semuanya akan tetap seperti ini.
“Yoora…kau harus menceritakannya…”desak Siwon Oppa
“Aku sudah membuang semuanya.” Ucapku datar.
“Yoora…kau memang berhak marah, tapi anak tidak bisa dipisahkan dari appanya, Yoora” desak mas Siwon lagi.
“Ku mohon ceritakan kepadaku…Aku ingin mengingat…Aku ingin semuanya jelas. Aku menangkap banyak kebohongan disekitarku selama ini.”
“Yoora adalah istrimu…Sebelum kau hilang ingatan…”
“Dia? Istriku? Tapi kenapa dia begitu membenciku?”
Aku tidak tahan. Aku tidak tahan lagi.
“KAU MAU TAHU? KAU MEMBUANGKU! Kau tidak mengingatku. Kau tidak mengenaliku, dan kau Malah MENIKAH dengan wanita lain.”ucapku tak mampu menahan tangis lagi. Anakku bertarung didalam. Dan aku harus mengingat kembali kenyataan pahit yang pernah terjadi dalam pernikahanku.
“Tunggu! Berarti kau wanita yang mengaku istriku waktu aku menikah?”
“Ya…Itu aku…Itu aku dengan anakmu dikandunganku. Kau malah tidak mengenaliku. Kau pergi ke China, tapi kau tidak menghubungi aku sama sekali sejak kau berangkat. Biasanya saat pesawat hampir berangkat kau selalu menyempatkan waktu untuk mennghubungiku. Kau pergi hampir 2 bulan. Sampai aku hampir melahirkan. Dua bulan berlalu tanpa kepastian darimu. Dari keluargamu. Mereka mengacuhkanku. Suatu hari, aku malah mendengar bahwa kau akan menikah di Mokpo dari seorang sahabat lamamu di Mokpo. Tanpa pikir panjang, Aku memutuskan datang ke Mokpo. Berdoa supaya yang aku dengar akan menikah itu bukan kau. Berdoa semoga aku tidak melahirkan dijalan. Berdoa. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Beruntung mas Siwon mau menemaniku ke Mokpo dalam keadaan hamil tua. Usia kandunganku saat itu sudah 9 bulan lebih beberapa hari. Tapi apa iya aku akan diam saja, berharap dan berdoa? Hatiku sungguh hancur tahu kau tidak menghubungiku. Aku berusaha menghubungi semua rekanmu. Mereka mengatakan kau tidak ikut ke china. Kau tidak hadir disana. Kau tidak ada. Hatiku merana menunggumu dalam keadaan hamil. Kalau bukan karena janin yang ada dikandunganku mungkin aku akan bunuh diri tahu kau tidak ada disana.”
“Aku…”
“Hankyung memberiku alamat sebuah gedung megah. Pertama kali aku datang yang aku lihat nama Joon ho yang akan menikah. Awalnya aku ragu. Bahagia bahwa itu bukan namamu. Tapi aku melihat wajahmu di foto yang terpajang. Saat itu juga aku berharap dan berdoa kau mendadak kembar dan itu bukan kau. Tapi kenyataannya itu kau. Semua keluargamu yang ada disana. Semuanya. Aku semakin yakin kau yang akan menikah. Aku melihatmu hampir mengucapkan akad nikah. Aku berusaha menghentikannya…kau pasti ingat itu. Tapi kau Malah membentakku, mendorongku sampai jatuh. Beruntung ada Siwon Oppa disana. Ketubanku pecah seketika. Siwon Oppa membawaku kerumah sakit. Aku melahirkan tanpa di temani suamiku. Padahal dulu kita berkitmen bahwa kelahiran Donghan akan kau dampingi. Kenyataannya kau malah mengucapkan akad nikah dengan wanita lain.”
“Kami baru tahu setelah kembali ke Seoul. Beberapa hari setelah Yoora melahirkan Donghan. Bahwa kau mengalami kecelakaan. Taxi yang kau tumpangi mengalami kecelakaan. Waktu itu kau memang dijemput mobil rumah sakit. Tapi ternyata mogok dijalan. Kau berganti naik taxi. Berniat mengejar pesawat. Keluargamu tidak ada yang menghubungi Yoora. Mereka membawamu diam-diam ke Mokpo tanpa sepengetahuan kami. Kau hilang ingatan. Sejak awal memang keluargamu tidak menyetujui pernikahanmu dengan Yoora. Bahkan sejak kalian pacaran. Maka dari itu mereka mengubah identitasmu. Merubah semuanya. Mengatakan kau seorang direktur. Kau bernama Joon ho. Dan kau lama berpacaran dengan istrimu yang sekarang.”lanjut Siwon Oppa.
“Aku bahkan tidak akan percaya jika tidak mendengarnya sendiri dari kakak perempuanmu. Sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa…kau punya keluarga sendiri…dan aku juga punya keluargaku sendiri. Sekarang kau lebih baik pergi. Aku sudah memberitahu apa yang ingin kau ketahui. PERGI!” bentakku.
Donghae Oppa meninggalkan kami dengan wajah berduka. Aku menangis lagi. Siwon Oppa memelukku, memberikan pundaknya untuk tumpahan air mataku. seperti dulu.
“Seharusnya kau tidak bersikap seperti itu. Semua yang terjadi bukan kehendak Donghae.”
“Aku tahu…Aku memang hanya seorang perawat Oppa …Dia dokter. Dan yang diinginkan keluarganya adalah menantu seorang dokter pula. Mereka tidak menolerir sama sekali. Sebegitu hinanya profesi perawat dimata keluarganya. Seharusnya aku mendengarkan keluarganya.”
“Yoora…”
Siwon Oppa adalah kakak tingkatku di fakultas. Dialah yang memperkenalkan aku dengan Donghae Oppa. Dia yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah. Dia menikah dengan sepupuku. Dia bagaikan kakak kandungku sendiri. Juga istrinya. Dia juga seorang dokter. Kesakitan yang selama ini aku alami kubagi dengan keluarganya. Bahkan orang tua Siwon Oppa sudah menganggapku seperti orang tua sendiri.
“Nyonya…” panggil seorang dokter yang kulihat keluar dari UGD.
“Bagaimana keadaan anak saya?”
“Dia sudah melewati masa kritisnya…Tapi belum sadarkan diri…Kami akan memindahkannya ke ruang perawatan.
********************************************
Aku marah….Aku kecewa…Aku sakit…
Kenapa mereka berusaha menjauhkanku dari anak dan istriku sendiri? Sampai aku hampir membunuh anakku sendiri dua kali. Manusia macam apa yang menyebut dirinya keluargaku.
Meski aku belum bisa mengingat semuanya. Tapi aku percaya pada Yoora. Kalau tidak…Yoora tidak akan sebenci itu padaku. Dia tidak akan bersikap seperti itu seandainya dia berbohong. Dan Donghan…anak kecilku, anak Yoora bergolongan darah sama denganku. kenangan yang aku ingat itu sudah cukup membuktikan kecurigaanku pada kebohongan keluargaku. beberapa kali mereka memAnggilku Donghae. dan kenyataan bahwa aku tidak merasakan apapun pada Anggi,istriku. perasaan berbeda aku rasakan ketika melihat Yoora. mengenang wajahnya rasanya seperti memabukkan.
Kulangkahkan kakiku kerumah. entah mengapa beberapa bulan yang lalu aku ngotot tinggal di Seoul. Dirumah. bukan di Mokpo. Mokpo hanya rumah singgah keluargaku. aku seperti menemukan sesuatu yang hilang ketika tinggal di Seoul.
“Hyena!!!” teriakku ketika memasuki rumah.
“Ada apa sih oppa? Pulang-pulang kog teriak-teriak?”
“PAnggil semua orang dirumah ini. Aku ingin bicara”
Anggi pun berlalu dengan wajah keheranan. Aku bosan dibohongi. Sekarang atau tidak selamanya.
Kutatap wajah Appa, Oemma, Hyena, kedua kakakku dan kakak iparku, halmoni dan ajjuma ajjushiku.
“Ceritakan padaku siapa aku sebenarnya.”
Wajah terkejut menghias disetiap wajah mereka. Terjawab sudah bahwa mereka membohongiku selama ini.
“Kau itu bertanya apa? Tentu saja kau ini Joon ho. Direktur.” Ucap oemmaku sambil bersikap acuh tak acuh.
“Sampai kapan kalian akan membohongiku? Kalian pasti tahu bahwa suatu saat nanti aku akan ingat semuanya.”
“Joon ho sayang…Kamu ini ngong apa sih?” ucap Hyena mencoba membelai dadaku.
“Hentikan Hyena…Aku tidak mencintaimu. Aku tidak pernah pacaran denganmu. Dan aku mau menikahimu karena aku amnesia. Seandainya waktu itu aku ingat… aku tidak akan sudi menikah dengan wanita sepertimu.”
“Joon ho!” bentak oemmaku. Ada kemarahan diwajahnya.
“Namaku Donghae…panggil aku Donghae. Aku ingin kalian jujur padaku, Kenapa kalian tega memisahkan aku dari Yoora dan Donghan, anak kandungku sendiri. Appa…”kutatap wajah appa.
Selama ini hanya Appa yang berdiam diri…yang lainnya aku lihat mendukung pernikahanku dengan Anggi. Ada yang beliau pendam selama ini dalam kediamannya.
“Namamu memang Joon ho…dan juga Donghae. Lee Donghae , nama kecilmu Joon ho. Kau bukan seorang direktur. Kau seorang dokter”
“yoebo!” bentak oemma.
“Cepat atau lambat dia akan mengingat Yoora. Aku tahu itu. Dan kalian juga tahu itu. Kengototannya untuk tinggal di Seoul sudah cukup membuktikan ikatan antara dia dengan istri dan anaknya kuat. Karena Yooralah yang dia cintai. Maafkan Appa nak… Seharusnya appa tidak membiarkan kau diperlakukan seperti ini. Istri dan anakmu lah yang berhak memilikimu. Yoora dan cucuku Donghan.”
“Istrimu Hyena bukan Yoora dan Donghan bukan anakmu..bukan cucuku”sanggah Oemma.
“Oemma…Aku mohon… Berhentilah menyakiti hatiku…Aku tidak ingin menyakitimu, Tidak ingin menjadi durhaka. Tidak akan!”
“Kalau begitu kau harus melupakan Yoora dan anaknya. Dia bukan siapa-siapamu. Anggi istrimu”
“Hyena bukan istriku. Mulai sekarang Kim Hyena Ah bukan lagi istriku. Aku talak tiga”
“Oppa!”bentak Hyena
“Aku ingin bebas, hanya Yoora yang boleh memiliki aku. Jika bukan dia, maka tidak akan ada.”
Sesudah mengucapkan talak pada Hyena, dunia seperti berputar. Kepalaku sakit tiada tara. Lagi… Yoora…Donghan…yang kulihat hanya mereka…
Aku melihat bayangan-bayangan yang aku yakin itu masa laluku. Berputar dalam kegelapan…
[ketika aku mengajak Yoora bertemu keluargaku]
“Yoora…aku…ehmmm punya kejutan untukmu”ucapku ragu.
“Apa? Ucapnya antusias
Melihatnya antusias, aku memutuskan untuk bicara “Aku akan memperkenalkan kau dengan keluargaku. Biar mereka tahu bahwa kau, Shin Yoora, satu-satunya gadis yang aku cintai… Yang akan menjadi istriku dan oemma dari anak-anakku.”
“Tapi…”wajahnya pias mendengarku barusan
“Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku?”ada sedikit rasa khawatir dia menolak. Kalau dia menolak, berarti dia tidak ingin menikah denganku. Aku tidak ingin kehilangan my sunshine.
“Bukan begitu. Mereka ingin punya menantu dokter, Sedangkan aku…”
“Ssst” kuletakkan jari telunjukku ke bibirnya, menghentikan apa yang akan dikatakannya, ”Mereka akan mengubahnya. Kau perawat hatiku. Mereka akan berubah pikiran setelah melihatmu. Mereka akan berubah jika mereka tahu bagaimana kau merawat diriku selama ini. Bagaimana kau menjaga hatiku. Jangan katakan apa-apa lagi…” kupandangi wajahnya.
“…”tapi dia malah diam…hufh…
“Kenapa malah diam sie?”kuangkat dagunya, agar aku bisa menatap matanya
“Katanya aku tidak boleh mengatakan apa-apa lagi… Ya aku diam”ucapnya dengan tatapan jailnya
“Yaelah Yoora…Sana ganti baju. Masak ketemu calon mertua pakai baju babu gini”
“Oh jadi…Aku pembantu nie” cibirnya
“Pembantu hatiku…”gombalku. Sekilas dia mengecum pipiku…
[Hari pertemuan Yoora dengan kedua orang tuaku]
Sebenarnya aku ragu membawanya kesini. Bukan ragu untuk menikahi Yoora, tapi ragu keluargaku akan menerima dia dengan senang hati. Mereka terbiasa terpenuhi keinginannya.
“Oemma…appa…ini Yoora…pacarku”ucapku menatap mata kedua orang tuaku. Mata berbinar appa dan mata tak suka oemma.
“Kau perawat itu?”judes oemma pada Yoora.
“Iya …”jawabnya menyunggingkan senyum manisnya yang selalu bisa menenangkan hatiku
“Kau sudah tahukan aku hanya mau punya menantu dokter, sejajar dengan Donghae”tegas oemma. Masih seperti itu heh?
“oemma…” seru Appa.
“Sudahlah yoebo…Lebih baik dari awal daripada nanti. Biar dia itu tahu diri.”lirik oemma. Ada semacam amukan amarah dalam mata appa.
“Oemma…Aku mencintai Yoora, Menerima dia apa adanya…”ucapku tak tahan mendengarnya.
“Siapa orang tuamu? Apa pekerjaan mereka?”tatap oemma tajam pada Yoora
“Appa dan oemma saya seorang guru”ucap Yoora sambil menunduk. Aku tahu dia menahan tangis.
“GURU? Dengar ya Yoora… Kau ini Cuma seorang perawat, tidak kau lihat Donghae itu siapa, seorang dokter. Heh…Orang tuamu saja hanya seorang guru. Kau tidak lihat siapa kami, appanya Pengusaha kaya raya. Aku seorang pengusaha butik sukses! Apa kau tidak punya kaca dirumah?” bentak oemma. Yoora sudah ingin menangis mendengarnya. Aku sendiri sakit mendengar orang yang aku cintai dihina seperti itu.
“Hentikan! Aku datang kesini membawa Yoora, hanya ingin menyakinkan kalian. Bahwa apapun yang terjadi, Yooralah yang akan aku nikahi. Dia yang akan menjadi istriku. Oemma dari anak-anakku. Terserah apa kata oemma. Meski dia hanya perawat, meski dia anak seorang guru. Oemma harus ingat. Siapa yang membuat oemma menjadi pengusaha. Dari sekolah. Dari guru. Apa dokter yang menjaga oemma 24jam ketika sakit? Bukan! Perawat!”
“Sudahlah Oppa…Aku ngerti kok… Maaf ajjuma..ajjushi.. Saya memang hanya seorang perawat, anak guru. Tapi saya masih punya pikiran yang lebih logis dibandingkan harta yang kalian punya. Kalau saya mau…Saya bisa menerima orang lain yang lebih kaya. Siwon Oppa misalnya. Siapa yang tidak tahu dia? Asal anda tahu, saya berdiri disini bukan untuk menerima hinaan seperti ini. Saya disini karena orang yang saya cintai.”
[Hari pernikahanku dengan Yoora]
Sebenarnya jika Yoora memilih meninggalkan aku karena sikap orang tuaku maka aku sudah memutuskan tidak menikah dengan siapapun. Dan dia berhak. Cinta memang membutakan. Meski kedua orang tua Yoora mengatakan lebih baik aku dan Yoora berpisah, tapi mereka menyerahkan keputusan semuanya pada Yoora. Aku juga. Aku tidak mau egois. Karena itu akan menyakiti Yoora. Tapi Yoora mengatakan bahwa hidup itu cobaan. Tuhan pasti memberi cobaan sesuai kemampuan tuhannya. Maka ia memutuskan menikah denganku. Kedua orang tuanya merestui pernikahan kami, meski mereka juga menerima perlakuan tidak enak dari oemma dan saudaraku. Demi Yoora, mereka menelan semua rasa pahit itu.
Meski tidak setuju, oemma tidak bisa berbuat apa-apa. Appa merestui pernikahan kami.
Inilah yang aku impikan sejak dulu. Meski ada ganjalan, akhirnya aku dan Yoora menikah. Soal Siwon hyung, dia dulu memang pernah menyatakan cintanya pada Yoora, saat Yoora sudah bersamaku. Tapi aku percaya pada Siwon hyung. Dia mengatakannya bukan untuk merusak hubungan kami. Hanya ingin mengungkapkan sesuatu yang pernah dipendamnya. Toh dia Malah mendahului kami menikah.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Shin Yoora putri dari Shin Tae Kyung dengan mas kawin uang tunai 7777 won”
“Sah?”
“Sah…”koar semua orang diruangan ini… Lee Yoora, nyonya Donghae…
Sebuah lagu untuk istri tercintaku…
Ku tahu kamu bosan
Ku tahu kamu jenuh
Ku tahu kamu…
Tak tahan lagi….
Ini semua salahku
Ini semua sebabku
Ku tahu kamu…
Tak tahan lagi….
Jangan sedih jangan sedih aku pasti setia…
Aku takut
Kamu pergi…
Kamu hilang….
Kamu sakit…
Aku ingin kau disini….
Disampingku selamanya…
Jangan takut jangan sedih
Aku pasti setia…
********************************************
Aku meminta Siwon Oppa menjadi dokter untuk Donghan. Aku percaya padanya. Aku bebas bercerita padanya. Dia yang tahu bagaimana kehidupanku bersama Donghan. Keponakannya.
“Yoora..kau makan sana…Aku akan menunggui Donghan.”
“Nanti saja kau kan harus masuk kerja”
“Eun Mi sebentar lagi datang kog…Lebih baik kau makan…”
“Tapi…”
“Akan kau kabari kalau Donghan sadar…”
Dengan terpaksa kulangkahkan kakiki ke kantin. Entah kapan terakhir aku makan. Aku galau tahu Donghan tidak ada disekolah. Memang sejak usia 6 bulan aku masukkan dia kesekolah dini. Tidak ada yang menjaganya, simbok terlalu tua dan aku ingin perkembangannya berjalan dengan baik.
Songsaenimnya bilang ada seorang laki-laki yang menjemputnya. Aku panik. Kutelepon Siwon Oppa. Bukan dia. Tidak ada yang dekat denganku selain Siwon Oppa. Aku meyakinkan diriku bahwa itu bukan Donghae Oppa. Akhir-akhir ini dia memang sering datang kesekolah Donghan. Beberapa kali kedapatan bermain dengannya. Waktu itu sangat resah…Aku tidak mau mengingat kenangan tentangnya. Aku sudah mulai membangun hidupku yang berantakan tanpa dia.
Melihatku mungkin membuatnya mengingat sesuatu. Mengenali sesuatu didalam diriku dan diri Donghan. Aku tidak tahu pasti, Tapi aku selalu menolak bicara dengan dia. Menutup aksesnya bertemu dengan Donghan. Tapi sayangnya tindakanku membuatnya semakin penasaran. Dia menculik Donghan. Walaupun menculik bukan kata yang tepat, tapi apapun… yang jelas dia mengambil anakku. Tanpa ijin. Hanya untuk memaksaku bicara tentang hal yang aku ketahui yang tidak dia ketahui.
Memaksaku untuk datang kesuatu tempat untuk bicara… dan inilah akhirnya. Dia mengetahui apa yang aku ketahui. Tapi tetap saja dia pergi meninggalkan aku ketika aku menyuruhnya pergi. Aku berharap ketika aku mengusirnya tadi dia tidak benar-benar pergi. Tapi kenyataannya, dia pergi…lagi.
Kuhabiskan makanku secepat yang aku bias. Aku tidak ingin terlalu lama meninggalkan Donghan. Kulewati lagi UGD.
“Yoora…” pAnggil seorang pria setengah baya. Hyu Shin ajjushi, appa Donghae oppa.
Kulanjutkan langkahku. Kalau ajjushi ada disini, pasti yang lain juga ada disini. Cukup sudah semua masa lalu berkecamuk hari ini.
“Yoora tunggu….”pAnggilnya.
“Maaf ajjushi…Saya sedang berburu-buru”
“Yoora tunggu…Aku tahu kamu berhak bersikap seperti itu. Biar aku jelaskan kondisi saat ini.”
“Semua sudah jelas bagiku…Sejak setahun yang lalu. Aku tidak butuh penjelasan.” Ucapku sambil berlalu. Tapi sebuah tangan menahanku.
“Kau berhak seperti ini kepaku dan keluargaku. Tapi kau tidak berhak melakukan ini pada Donghae, suamimu. Dia tidak tahu apa-apa”
“Anda benar. Tapi dia sudah 2 kali hampir membunuh anaknya sendiri. Aku tidak bisa memaafkan orang yang melukai anakku. Dan aku juga tidak akan pernah lagi menjadi Yoora yang pemaaf.”
“Kau harus melihat Donghae, kondisinya kritis. Dia terus menyebut namamu dan Donghan.”
“Ada Hyena yang seharusnya dia pAnggil. Aku bukan siapa-siapanya lagi”
“Donghae menceraikan Hyena. Talak tiga. Demi kau dan Donghan” Aku terkejut mendengar perkataan Hyu Shin ajjushi.
“Aku tidak mau berurusan lagi dengan keluarga kalian. Aku bosan dianggap benalu”
“Yoora…”seru seorang wanita.
“Aku pergi…”ucapku tanpa menoleh pada wanita yang aku sudah tahu siapa… Yoon Hae ajjuma…Oemma Donghae Oppa.
“Yoora tunggu…”
“Ada apa lagi? Belum puas menyakitiku?”
“Aku tahu aku salah, Aku minta maaf. Kau berhak tidak memaafkanku”
“Memang!”
“Aku mohon temui Donghae…Dia…Membutuhkanmu…”
“Untuk apa? Ketika aku membutuhkan dia, dia tidak pernah datang, Kenapa aku harus menemui dia?”
“Kau boleh menghukumku…Tapi kau mohon temui dia”
“…Kau yang mengatakan padaku, bahwa aku tidak boleh menemuinya seumur hidupku. Dan aku berjanji tidak akan menemuinya seperti keinginanmu. Dan kau meminta aku melanggarnya?”
“Aku mohon….Sebagai sesama oemma”
“Apa kau juga akan mengijinkan Donghan bertemu Donghae Oppa jika aku memohon sepertimu?”
“Kami memohon…Kondisi Donghae semakin menurun”semua keluarganya menatapku. Memohon. Apa ketika aku memohon pada mereka, mereka akan mengijinkannya?
“Apa gunanya aku sekarang?”
“Kami berlutut demi Donghae, Yoora…”ucap kakak iparnya mulai berlutut diikuti semua keluarganya.
Teringat semua apa yang pernah mereka perlakukan padaku. Berlutut tidak akan membuat yang mereka lakukan hilang dari ingatanku.
Aku ingat bagaimana oemmanya menghina pekerjaanku. Seandainya aku mampu, aku juga ingin menjadi seorang dokter. tapi gaji yang diperoleh kedua orang tuaku tidak mencukupinya. Berat bagi mereka dengan biaya kuliah ratusan juta.
Aku ingat wajah tak suka dari oemma dan kakaknya saat mereka datang kerumah untuk melamarku. Nada pedas mereka keluarkan dihadapan appan oemmaku. Oemma sempat menangis, melarangku menerima lamaran itu. Tidak tahan melihat buah hatinya disakiti. Tapi aku tidak ingin menyerah. Bagiku mereka datang kesini saja menunjukkan bahwa masih ada tempat dalam diri mereka untukku meski terpaksa. Aku juga tidak ingin berpisah dengan Donghae Oppa. Jalan menuju pernikahan hanya tinggal selangkah lagi. Aku tidak ingin berhenti.
Aku ingat wajah marah appa mendengar ucapan oemmanya. Tapi appa dan oemma tidak pernah tega melihatku menangis. Aku menangis memohon pada mereka. Aku meminta mereka merestuiku. Apapun dukanya, aku tahu, aku siap.
Restu mereka aku dapatkan. Dukungan appa oemma untuk bertahan dan membuktikan bahwa aku mencintai mas Donghae bukan karena hartanya. Mas kawin yang aku minta hanya seperangkat uang 7777won. Hanya pesta kecil dirumah. Sekedar untuk acara syukuran.
Aku ingat bagaimana mereka menyakiti hatiku setiap hari saat kami masih tinggal serumah. Bagaimana wajah mereka ketika tahu aku hamil. Berusaha menekanku agar aku keguguran. Kami harus pergi dari sana. Demi janin yang ada dikandunganku. Aku juga punya batas kesabaran. Meski itu tak akan menghentikan mereka. Tapi setidaknya aku mendapat sedikit ketenangan. Sampai pada kejadian itu. Aku pernah memutuskan untuk melupakan mereka. Hidup bersama bayiku. Buah cinta kami meski tanpa Donghae Oppa.
Sekarang mereka meminta hal yang paling mereka benci. Apa mereka pernah memikirkan rasanya jadi aku?
Aku menahan tangisku yang rasanya sudah ingin pecah. Kulangkahkan kakiku meninggalkan mereka. Aku menuju kamar Donghan. Eun Mi oenni yang ada disana bercanda dengan Donghan. Kuambil Donghan.
“Mau dibawa kemana Yoora?”
Tak kujawab pertanyaan oenni.
“Appa…Oemma…” pAnggilku pada mereka yang menangis di depan UGD.
“Yoora…” desah semua orang disana. Keluarga Donghae Oppa.
“Boleh aku mempertemukan anakku dengan appanya?” aku menangis mengucapkannya.
Antara luka dan kebahagiaan kulihat mereka mengangguk. Membukakan jalan untukku masuk kesana. Kuliahat tubuh Donghae Oppa, suamiku yang hilang, Appa dari anakku terbujur dengan beberapa alat ditubuhnya. Aku tidak sanggup menahan air mataku. Aku menangis memeluk Donghan. Di depan pintu.
“Sayang…Itu appa…”ucapku membelai kepala Donghan. Wajah polosnya. Melihatku…Tangannya bergerak menghapus air matanya. Anak kecilku.
Ku dekati ranjang Donghae Oppa.
“Oppa …Ini Donghan…Anakmu…Anak kita…Kuberi nama sesuai keinginanmu…”aku terdiam, lagi. dan menangis. Kududukkan Donghan di tepi ranjang appanya. Kudekap tangan mereka berdua.
“Donghan ini appa… Oppa …Bangun…Lihat dia…Usianya sudah 14 bulan. Kau melewatkan banyak ment perkembangannya. Dia sudah bisa jalan. Mulai bisa bicara.”
Kudengar isak tangis lain di dekat pintu.
“Lihat Oppa …Mereka mengijinkan aku dan Donghan menemuimu. Kau harus bangun, mengingat kenangan masa-masa sulit kita. Mereka sudah memberi jalan untuk kita.”
“Appa..”ucap Donghan
“Dengar Oppa …Dia memAnggilmu…Jangan pergi…Jangan pergi lagi Oppa …”ucapku mendengar elektrokardiografnya berderit terus. Memberikan garis lurus…
“Oppa …Bangun Oppa ….Bangun…Apa kau hanya ingin perjuangan kita sampai disini?” kuguncangkan badannya. Dia diam saja. Dia tidak bangun.
Kugendong Donghan menjauh. Aku tidak mau ada didalam. Aku keluar UGD. Terduduk didepannya, masih mendekap Donghan dan membawa infus Donghan.
Tuhan…ada apa dengan hari ini?
Kenapa seperti ini?
Begitu berdosakah aku?
********************************************
Masih kuingat selalu
Saat kau berjanji padaku
Tak kan pernah ada cinta yang lainnya
Terasa begitu indah
Tapi semua berbeda saat kau kenali dirinya
Sadarkah dirimu, diriku terluka saat kau sebut namanya
Aku memang manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah
Namun dihatiku hanya satu cinta untukmu luar biasa
Andaikan saja kau tau
Aku takkan mudah berubah
Aku kan bertahan
Selalu bertahan
Sampai waktu memAnggilku
Kemanakah dirimu
Yang dulu cinta aku
Dimanakah dirimu
Yang slalu merindukanku
********************************************
“Oemma…”teriak seseorang dari luar rumah
“Donghan…kenapa teriak-teriak?” ucapku sambil keluar.
“TARAAAAAAAAAAAAAA!!!” teriak Donghan dan suamiku, dr.Donghae.
“Kalian?”
“Selamat ulang tahun oemma….”
Kucium pipi mereka. Aku bahagia Tuhan…pada akhirnya.
Donghae Oppa berjuang untuk bangun…Dia benar-benar bangun meski detak jantungnya sempat berhenti. Tapi dia berjanji untuk kembali. Dan dia kembali…padaku dan anakku. Dia bilang dia melihat Donghan saat dia berhenti bernapas.
Dia menceritakan padaku pertama kali melihat Donghan. Mereka bertemu di sekolah Donghan. Saat itu perusahaannya sedang memberikan sumbangan untuk pembangunan sekolah dini itu. Dia melihat seorang batita kecil yang menarik hatinya. Donghan. Mulai saat itu dia terus mengunjungi Donghan. Sampai ketika suatu siang aku melihatnya bermain dengan Donghan. Antara suka dan duka. Suka melihat anakku bertemu ayahnya, duka bahwa kenyataannya dia memiliki wanita lain. Mengingat semuanya, aku berusaha menjauhkan Donghan darinya. Tidak ingin terluka lagi. Tidak ingin terbawa-bawa lagi. Tidak ingin menjadi masa lalu.
Keluarganya sekarang menerimaku…memperlakukanku sewajarnya. Mengganggapku anaknya…bukan lagi menantunya.
Sekarang umur Donghan sudah hampir 5 tahun. Bahagianya…
Di umur 29 ku ini…aku berdoa, semoga selalu seperti ini setiap hari…bersama kedua guardian angelku…
********************************************
Hidup bukan sesuatu yang sulit. Juga bukan yang mudah. Semua bergantung bagaimana kita menyikapi dan memandang. Suka dan duka memang berjalan seimbang saling mengikuti. Dengarkan kata hatimu…lakukan dengan ikhlas. Biarkan terbang seperti merpati yang bebas. Dan kebahagiaan meskipun kecil akan datang kepadamu.
********************************************
THE END
PS: mian kalo banyak yang salah…maklum versi aslinya Indonesia…hehehe